Yogyakarta (04/09/2025) REDAKSI17.COM – Yogyakarta disebut sebagai barometer kondisi nasional. Jika situasi di Yogyakarta memanas, biasanya akan berpengaruh pada daerah lain di Indonesia. Sebaliknya, jika Yogyakarta tetap kondusif, maka stabilitas nasional bisa lebih terjaga.
“Yogyakarta itu barometer. Kalau Yogyakarta panas, biasanya seluruh Indonesia ikut panas. Kalau Yogyakarta dingin, biasanya semua juga bisa berharap dingin. Oleh sebab itu mari kita jaga Yogyakarta agar tidak timbul situasi yang chaos,” ujar Parampara Praja DIY sekaligus Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Mahfud MD, Kamis (04/09) di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta.
Pernyataan tersebut disampaikan Mahfud menanggapi insiden pelemparan bom molotov dan batu ke sejumlah pos polisi di Yogyakarta pada Kamis pagi. Menurutnya, insiden ini menjadi ujian bagi masyarakat dan aparat untuk menjaga ketertiban.
Mahfud juga menyoroti gelombang demonstrasi yang belakangan ini terjadi. Ia menegaskan bahwa aksi tersebut muncul secara organik dari keresahan publik, bukan hasil rekayasa atau rencana makar. “Demo ini aslinya organik, ada alasan-alasan yang muncul dari bawah. Cuma kemudian ada yang menunggangi, tapi itu berbeda dengan mendalangi. Kalau mendalangi berarti merencanakan dan menggerakkan, sedangkan ini tidak,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa keresahan masyarakat muncul karena akumulasi kekecewaan terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai tidak ditanggapi serius. “Kadang malah diketawakan, disindir, atau disepelekan. Inilah yang akhirnya memicu gerakan organik,” ujar Mahfud.
Menanggapi pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto yang menyebut adanya dugaan makar, Mahfud menekankan bahwa hal itu harus dibuktikan secara hukum. “Kalau ada makar, tangkap saja. Makar itu jelas diatur dalam KUHP. Pertama, menggulingkan pemerintah yang sah. Kedua, menghalangi presiden dan wakil presiden menjalankan tugas. Apakah ada ke arah itu, saya tidak tahu. Pemerintah lebih tahu,” tutupnya.
Humas Pemda DIY