Home / Politik / Menteri Nadiem Cabut Aturan Wajib Ekskul Pramuka, Partai Perindo Sumbar: Keputusan Tak Matang & Prematur

Menteri Nadiem Cabut Aturan Wajib Ekskul Pramuka, Partai Perindo Sumbar: Keputusan Tak Matang & Prematur

 

PADANG,REDAKSI17.COM — Ketua DPW Partai Perindo Sumatra Barat (Sumbar), Rifo Darma Saputra SH MM sangat menyayangkan sikap Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mencabut Permendikbud yang mengatur Ekstrakurikuler Wajib Pendidikan Pramuka lewat pemberlakuan Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024.

Dalam peraturan baru itu mengatur bahwa keikutsertaan murid dalam kegiatan ekskul Pramuka di sekolah bersifat sukarela. Kebijakan Menteri Nadiem mencabut ekskul Pramuka itu kemudian menuai polemik publik.

Rifo Darma Saputra menyesalkan kebijakan Mendikbudristek perihal penghapusan dan pencabutan ekskul Pramuka tidak lagi menjadi ekskul wajib.

“Keputusan ini sangat tidak matang dan prematur. Karena Pramuka sangat penting dalam pembentukan karakter kepemimpinan, belajar disiplin dan bekerja sama sesama anggota pramuka dan cara bersosialisasi di tengah masyarakat dimulai dari Pramuka,” ujar Rifo Darma yang pernah punya program pembagian sejuta sajadah ini.

Menurutnya, ekskul Pramuka itu sangat kuat dalam membentuk karakter dan rasa cinta Tanah Air serta semangat membela negara yang ditanamkan sejak dini oleh kegiatan Pramuka tersebut.

Terlebih, tantangan zaman saat Ini di mana anak-anak muda atau Generasi Z saat ini cenderung lebih memilih bermain game dan judi online ketimbang kegiatan positif dan formal seperti olahraga dan Pramuka.

“Kita menyadari betul akan pentingnya pendidikan Pramuka, maka kami berharap anggota DPR dari komisi terkait bisa mengembali kegiatan ekskul Pramuka ini di sekolah lagi,” jelas Rifo Darma.

Dia pun mendorong agar Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, olahraga dan sejarah untuk segera memanggil Menteri Nadiem Makarim guna meminta penjelasan dalam rapat dengar pendapat.

“Karena dampak pengapusan ekskul Pramuka harus dilihat secara luas dan jangka panjang karena kebijakan ini mengakibatkan kerugian sektor pendukung seperti para pelaku UMKM di bidang garmen dan pedagang pakaian anak sekolah. Mereka sudah menyetok banyak baju Pramuka dan terancam hilangnya jumlah omzet mereka karena Pramuka tidak lagi menjadi ekskul wajib,” tambahnya.

Ia mengungkapkan semua aspek harus dilihat secara utuh efek dari kebijakan tersebut dan berharap kebijakan penghapusan Pramuka tersebut bisa direvisi dan kembali kepada peraturan sebelumnya.

“Dampak dari penghapusan ekskul ini kami sependapat dengan Kwarnas Pramuka minta Menteri Nadiem agar meninjau kembali peraturan tersebut,” ungkapnya.

Kwarnas Pramuka Minta Nadiem Tinjau Ulang  

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kwarnas Pramuka Mayjend (TNI) Bachtiar Utomo mengatkan sejarah pembentukan dan eksistensi Gerakan Pramuka di Indonesia merupakan keputusan negara dan pemerintahan. Menurut dia, adanya Gerakan Pramuka berperan terhadap pembangunan karakter bangsa.

Dalam sejarahnya, ia mengatakan sudah banyak regulasi yang menyatakan dukungan negara terhadap Gerakan Pramuka. Misalnya Kepres Nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka, Kepres Nomor 104 Tahun 2004 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sampai UU Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.

“Jadi kalau melihat perkembangan Gerakan Pramuka sampai sekarang sangatlah strategis, terlebih dalam membantu pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu menciptakan manusia Indonesia yang bermartabat, cerdas, dan bertakwa,” kata Sekjen Kwarnas.

Ia menyatakan, bahwa Gerakan Pramuka sebetulnya sejalan dengan upaya dari Kemendikbudristek serta berbagai kementerian dan lembaga negara lainnya. Hal itu dibuktikan dengan adanya Satuan Karya Pramuka di sejumlah kementerian dan lembaga negara.

Keberadaan Pramuka, menurut dia, juga tidak lepas dari paradigma pendidikan, yang menyatakan bahwa proses pendidikan dipengaruhi oleh tiga aspek utama. Adapun di antaranya aspek pendidikan formal, informal, dan non-formal. Karena itu, ia menilai semestinya Kemendikbudristek menjadi motor Gerakan Pramuka yang utama.

“Jadi dalam melihat keberadaan gerakan Pramuka janganlah fatalistis, tetapi holistis yang memperhitungkan berbagai aspek dan mampu mencegah konflik yang tidak diharapkan,”

Meski menyayangkan kebijakan Mendikbudristek Nadiem soal tidak wajibnya kegiatan Pramuka ini, ia menyatakan bahwa Gerakan Pramuka membuka diri untuk perbaikan agar bisa lebih baik dan maju, serta dapat membantu program pemerintah maupun masyarakat umum.

“Kami mengakui bahwa Pramuka ke depannya masih memerlukan kolaborasi dan sinergi bersama stakeholders lainnya untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara Indonesia,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *