Mergangsan,REDAKSI17.COM – Masyarakat Kampung Dipowinatan kembali menggelar tradisi budaya Merti Golong Gilig di Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP) Dipowinatan, Minggu (18/8). Kegiatan yang telah menjadi tradisi tahunan ini berlangsung meriah sebagai simbol pemersatu masyarakat sekaligus pesta rakyat dalam wujud syukur.
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan, yang hadir untuk pertama kalinya dalam kegiatan tersebut mengaku kagum dengan suasana kebersamaan warga. Menurutnya, acara tersebut menghadirkan semangat gotong royong yang nyata sekaligus memperlihatkan kekompakan dan kebersamaan warga.
“Biasanya acara seperti ini menghadirkan UMKM yang menjual produk-produk, tapi di sini ternyata tidak butuh duit. Sejak masuk ke kampung, kanan kiri warga sudah menawarkan makanan dan jajanan secara gratis. Ini benar-benar gotong royong sesuai program Segoro Amarto, Semangat Gotong Royong Agawe Majune Ngayogyokarto,” ungkapnya.
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan saat memberi sambutan
Wawan menilai semangat kebersamaan warga Dipowinatan patut menjadi contoh. “Kegiatan seperti ini perlu lebih diekspos luas. Warganya sangat antusias, semua bergembira, dan makanannya enak-enak. Luar biasa,” imbuhnya.
Ia juga berharap Kampung Dipowinatan dapat berkembang menjadi kampung percontohan di Kota Yogyakarta. “Kesenian, kekompakan, dan gotong royong warga sudah menjadi ciri khas yang membanggakan. Jika dipoles dan dipromosikan melalui media sosial, kampung ini tidak kalah dengan destinasi wisata lain. Suasana yang natural dan guyub rukun adalah kekuatan Dipowinatan,” jelasnya.
Wawan menegaskan komitmennya untuk terus mendukung kegiatan budaya seperti Merti Golong Gilig. Selain memperkuat ikatan sosial masyarakat, tradisi ini juga menjadi daya tarik wisata dan identitas budaya yang memperkaya wajah Kota Yogyakarta sebagai kota budaya sekaligus kota gotong royong.
Foto bersama
Acara Merti Golong Gilig dimulai dengan kirab pasukan Bregodo dan gunungan berisi berbagai camilan. Prosesi kemudian dilanjutkan dengan simbolisasi mengikat sapu lidi, penancapan bendera, doa bersama, hingga perebutan gunungan oleh masyarakat yang berlangsung meriah.
Acara ini berlangsung meriah, diikuti dari berbagai usia, mulai anak-anak hingga orang tua. ikut serta dalam kirab pasukan Bregodo yang membawa gunungan camilan. Keceriaan semakin terasa saat doa bersama dilanjutkan dengan perebutan gunungan yang disambut sorak-sorai masyarakat.
Kirab Gunungan
Ketua Panitia Merti Golong Gilig Dipowinatan, Mahadeva Wahyu Sugianto, menjelaskan bahwa tradisi ini berakar dari sejarah penyatuan dua kampung, yakni Kintelan dan Numbal Anyer, yang kemudian menjadi Kampung Dipowinatan. Nama Dipowinatan sendiri merujuk pada keberadaan Ndalem Dipowinoto, salah satu pangeran dari Kraton Yogyakarta.
“Semangat bersatu, golong gilig menjadi satu, terus kita uri-uri setiap tanggal 18 Agustus. Dalam acara ini ada pembagian makanan, bukan karena tidak butuh uang, tetapi sebagai ungkapan suka cita warga untuk bersatu dan merayakan HUT RI dengan menyediakan berbagai makanan secara gratis. Sekaligus ajang promosi bagi UMKM kami yang cukup banyak,” ujarnya.
Lebih lanjut, Mahadeva menjelaskan bahwa prosesi pengikatan sapu lidi menggambarkan banyaknya warga yang diibaratkan seperti lidi. Ketika diikat menjadi satu, lidi akan lebih kuat, sebagaimana persatuan warga Kampung Dipowinatan yang didukung dengan penancapan bendera Merah Putih sebagai simbol kesepakatan bersama.
Ia pun berharap Merti Golong Gilig dapat terus terselenggara setiap tahun dan membawa keberkahan bagi seluruh warga. “Harapan kami kampung ini bisa gemah ripah lohjinawi, warganya selalu guyup rukun,” pungkasnya.