Yogyakarta (31/10/2024) REDAKSI17.COM – Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya naskah kuno/naskah nusantara sebagai warisan budaya, Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta, mengundang GKBRAA Paku Alam atau yang akrab disapa Gusti Putri dalam acara seminar regional. Seminar tersebut dilaksanakan di KHAS Tugu Hotel Yogyakarta, pada Kamis (31/10).
“Sebelum Indonesia merdeka, kita adalah negara kerajaan,” tutur Gusti Putri yang hadir pada kesempatan tersebut sebagai Bunda Literasi. “Begitu banyak kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia dan pada saat ini ada 58 kerajaan yang ada rajanya, ada istananya dan ada wilayahnya. Dan Indonesia masih mengangkat kerajaan-kerajaan yang ada di nusantara, di Yogyakarta juga ada dua kerajaan yaitu Kraton Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Puro Pakualaman”.
Kedua kerajaan yang ada di Jogja tersebut, memiliki banyak naskah kuno. Para leluhur menorehkan buah pikirnya dengan menggunakan berbagai wahana antara lain daun lontar, kulit kayu dan kertas. Gusti Putri menjelaskan, salah satu contoh manuskrip yang ditulis pada media kertas adalah Manuskrip Piwulang Hamengku Buwono I. Sementara, manuskrip yang ditulis dengan media kulit kayu adalah Manuskrip Pawukon.
Penulisan manuskrip bertujuan untuk menyampaikan informasi tentang peristiwa, kondisi dan situasi pada saat teks ditulis, maupun masa sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengungkapkan harapan, pemikiran dan berbagai pendapat. Oleh sebab itu, dengan membaca manuskrip, seseorang memperoleh informasi tentang sejarah, hukum, ekonomi, politik, arsitektur, kesehatan, seni dan budaya, filsafat, sastra dan lain-lain.
Gusti Putri pun sudah memanfaatkan manuskrip yang ada di perpustakaan Puro Pakualaman sebagai inspirasi beliau dalam menciptakan motif Batik Pakualaman. Contohnya, motif Batik Indra Widagda, yang merupakan sebuah interprestasi, atas teks dan renggan tentang Batara Indra pada naskah Sestradisuhul, yang mengajarkan ilmu pengetahuan.
Contoh pemanfaatan manuskrip tersebut, tersaji pada “Batik Naskah Pakualaman”. Setiap lembar kain Batik Pakualaman diberi nama sesuai dengan teks dan renggan pada naskah yang diacu. Nama-nama motif Batik Naskah Pakualaman mengandung makna tertentu. Hal itu, merupakan salah satu upaya dan pengembangan manuskrip kuno agar, pesan leluhur dapat tersampaikan kepada khalayak luas.
“Saya, sebagai Bunda Literasi Daerah Istimewa Yogyakarta, mengajak bersama para pemangku kepentingan dan masyarakat luas, peduli untuk meningkatkan diri dan lingkungan dalam berliterasi agar dapat memanfaatkan informasi secara efektif dan mampu berpikir kritis,” tutur Gusti Putri. Gusti Putri berpesan, jangan sampai kita membiarkan manuskrip-manuskrip teronggok tak terpelihara. Dan menegaskan, bahwa Manuskrip Nusantara beraksara dan berbahasa daerah haruslah dilestarikan, dikembangkan menjadi yang terbaca, dan dimasyarakatkan isi teksnya agar bermanfaat.
Adapun Pj Walikota Yogyakarta, Sugeng Purwanto dalam sambutannya menyampaikan bahwa, naskah kuno menjadi sumber informasi yang sangat berharga untuk memahami peradaban, budaya, dan sejarah suatu bangsa. Tidak hanya mencerminkan cara berpikir dan keyakinan masyarakat pada masa itu, tetapi juga merekam peristiwa penting yang membentuk identitasdan tradisi budaya.
Selain itu, naskah kuno juga sebagai jembatan antar generasi, yang memungkinkan manusia untuk mengakses pemikiran dan ide-ide dari masa lalu, memberikan wawasan tentang nilai-nilai dan norma sosial pada waktu itu. ”Melalui naskah kuno, kita bisa memahami perkembangan bahasa, sastra, dan bahkan sistem pemerintahan,” jelasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta, Afia Rusdiana menjelaskan tujuan diselenggarakannya seminar regional pada hari ini, untuk membangun kesadaran masyarakat mengenai nilai sejarah dan budaya yang terkandung dalam naskah kuno. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia menempatkan pelestarian, pengembangan pemanfaatan bahan perpustakaan dan naskah kuno nusantara menjadi salah satu sasaran strategis pembangunan literasi Tahun 2025-2029.
“Upaya pelestarian naskah kuno di Dinas Pepustakaan dan Kearsipan Kota Yogyakarta telah dilaksanakan sejak Tahun 2021, tetapi belum dapat terlaksana secara maksimal,” ungkapnya. Afia menjelaskan, masyarakat masih belum menyadari akan pentingnya naskah kuno sebagai bagian dari warisan budaya. Masyarakat beserta pemangku kepentingan dalam naskah kuno menjadi target sasaran dari kegiatan tersebut.
Adapun yang bertindak sebagai narasumber yaitu Dra. Dwi Pratiwi, M.Pd., Kepala Balai Bahasa Provinsi DIY dan Arsanti Wulandari, SS., M.Hum., dosen Fakultas Ilmu Bahasa UGM.
HUMAS PEMDA DIY