Jakarta,REDAKSI17.COM– Gelombang panas atau heat wave yang tersebut digunakan melanda beberapa negara tetangga Indonesia telah terjadi terjadi memakan korban jiwa. Sementara itu, dalam dalam negeri belum akan tersusupi cuaca ekstreme itu.
Salah satu negara tetangga yang dimaksud hal itu sudah pernah terkena heat wave ialah Thailand dengan suhu maksimum hingga 52°C pasa April 2024. Pemerintah setempat mengatakan sengatan panas (heatstroke) telah lama terjadi menewaskan sedikitnya 30 orang tahun ini.
Cuaca panas juga melanda Manila, Filipina, pada awal April. Sejumlah sekolah bahkan terpaksa membatalkan kelas tatap muka. Temperatur dalam tempat ibu kota menembus 42 derajat celcius. Indeks panas yang digunakan hal tersebut mengatur kondisi suhu dengan pertimbangan kelembaban menyebut Manila dalam tingkat “bahaya”.
Lantas, bagaimana nasib Indonesia? Badan Meteorologi, Klimatologi, kemudian Geofisika (BMKG) mengatakan, suhu udara maksimum dalam area Tanah Air berada dalam atas 36.5°C di dalam tempat beberapa wilayah.
Salah satunya pada tanggal 21 April pada Medan, Sumatra Utara. Suhu maksimumnya mencapai 37.0°C. Lalu di area dalam Saumlaki, Maluku, dengan suhu maksimum 37.8°C. Pada 23 April dalam area Palu, Sulawesi Tengah, suhu maksimumnya tembus 36.8°C.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan fenomena suhu panas pada dalam Indonesia terjadi dikarenakan posisi semu Matahari pada bulan April berada dekat sekitar khatulistiwa. Ini menyebabkan suhu udara dalam sebagian wilayah Indonesia menjadi relatif cukup terik saat siang hari.
Fenomena suhu panas di dalam dalam Indonesia bukan merupakan heat wave, dikarenakan mempunyai karakteristik fenomena yang mana hal tersebut berbeda. Cuaca panas di area area Indonesia cuma sekali dipicu faktor pemanasan permukaan sebagai dampak dari siklus gerak semu Matahari sehingga dapat terjadi berulang dalam setiap tahun.
BMKG mengatakan sekitar 63% wilayah Zona Musim diprediksi mengalami Awal Musim Kemarau pada Mei hingga Agustus 2024.
Untuk saat ini, pada tempat periode pertengahan April, beberapa wilayah masih cukup basah juga juga terjadi hujan. Antara lain di area dalam Luwu Utara (Sulawesi Selatan), Banjarbaru (Kalimantan Selatan), Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), serta Tanjung Perak Surabaya (Jawa Timur).
Guswanto mengungkapkan dalam sepekan ini, BMKG mengidentifikasi masih adanya kesempatan peningkatan curah hujan secara signifikan.
Lokasinya sebagian besar di dalam area Sumatera, Jawa bagian Barat kemudian Tengah, sebagian Kalimantan kemudian Sulawesi, Maluku lalu juga serta sebagian besar Papua.
“Potensi hujan signifikan terjadi akibat kontribusi dari aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin lalu Rossby Equatorial, serta kondisi suhu muka laut yang mana digunakan hangat pada perairan wilayah sekitar Indonesia,” kata Guswanto, dikutip dari keterangan resminya, Senin (29/4/2024).
Ia mengatakan hal ini dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan di dalam area beberapa wilayah dalam Indonesia.
Sementara itu, Kepala Pusat Meteorologi Publik Andri Ramdhani menerangkan bahwa pada bulan April merupakan periode peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau pada sebagian besar wilayah pada Indonesia.
Untuk itu, penduduk perlu meningkatkan kewaspadaan juga antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dimaksud dimaksud dapat disertai kilat/petir kemudian angin kencang, angin puting beliung, juga juga fenomena hujan es.
Salah satu ciri masa peralihan musim adalah pola hujan yang tersebut mana biasa terjadi pada sore hingga mendekati malam hari dengan didahului oleh adanya udara hangat serta terik pada pagi hingga siang hari.
Hal ini terjadi sebab radiasi Matahari yang dimaksud diterima pada pagi hingga siang hari cukup besar lalu memicu proses konveksi (pengangkatan massa udara) dari permukaan bumi ke atmosfer sehingga memicu terbentuknya awan.
Karakteristik hujan pada periode peralihan cenderung tidaklah ada merata dengan intensitas sedang hingga lebat dalam durasi singkat. Apabila kondisi atmosfer menjadi labil/tidak stabil maka kemungkinan pembentukan awan konvektif seperti awan Cumulonimbus (CB) akan meningkat.
Awan CB inilah yang tersebut mana erat kaitannya dengan kemungkinan kilat/petir, angin kencang, puting beliung, bahkan hujan es. Dalam dua hingga tiga hari ke depan, prospek labilitas Lokal Kuat yang mana digunakan membantu proses konvektif pada skala lokal terdapat di dalam dalam hampir sebagian besar wilayah Indonesia.
Andri mengimbau penduduk agar tetap tenang meskipun perlu tetap waspada terhadap potensi bencana terutama banjir yang dimaksud sewaktu-waktu dapat terjadi, mengenali potensi bencana pada tempat lingkungan masing-masing khususnya di area dalam daerah rawan bencana, serta dengan langkah-langkah sederhana salah satunya dengan tak membuang sampah sembarangan, bergotong royong menjaga kebersihan serta menata lingkungan sekitarnya.