Home / Ekobis / OJK Mau Pangkas Ketentuan Co-Payment Asuransi Jadi 5%

OJK Mau Pangkas Ketentuan Co-Payment Asuransi Jadi 5%

Jakarta,REDAKSI17.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana memangkas besaran pembagian risiko co-payment pelayanan kesehatan menjadi 5% dari sebelumnya 10% mulai tahun depan. Aturan ini tertuang dalam draf Rancangan Peraturan OJK (RPOJK), yang akan menggantikan ketentuan dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025.
Dalam ketentuan SEOJK saat ini, co-payment diatur sebesar 10% dari total pengajuan klaim dengan batas maksimum Rp 300.000 per klaim untuk rawat jalan dan Rp 3.000.000 per klaim untuk rawat inap. Pada RPOJK terbaru, co-payment dipangkas menjadi 5%.

Seperti diketahui, Co-payment (atau co-pay) dalam asuransi adalah pembagian biaya klaim antara perusahaan asuransi dan pemegang polis.

Jadi, ketika kamu mengajukan klaim (misalnya biaya berobat), sebagian kecil biaya dibayar oleh kamu sendiri, sisanya ditanggung oleh perusahaan asuransi.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa dalam draf RPOJK juga terdapat ketentuan kewajiban perusahaan asuransi menyediakan produk tanpa fitur pembagian risiko.

“Kemudian untuk yang ada re-sharing, itu diperkenankan dengan syarat 5% dari total pengajuan dengan batas maksimal nilai tertentu untuk rawat inap dan rawat jalan sesuai kesepakatan. Jadi kami buka opsi ini untuk memberikan keleluasaan bagi perusahaan asuransi, namun perusahaan asuransi wajib menyediakan produk tanpa co-sharing,” jelas Ogi dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, dikutip dari YouTube TV Parlemen, Jumat (19/9/2025).

Namun begitu, skema co-payment ini dikecualikan dalam beberapa kondisi tertentu seperti kecelakaan dan penyakit kritis yang dinyatakan dalam polis asuransi. Perusahaan asuransi juga wajib memberikan perbandingan harga premi antara produk yang menerapkan co-payment dan yang tidak.

“Jadi ketentuan pembagian risiko dikecualikan untuk keadaan darurat yang disepakati, seperti kecelakaan dan/atau penyakit kritis yang dinyatakan dalam polis asuransi. Perusahaan wajib menyampaikan perbandingan harga premi atau kontribusi antara produk yang menerapkan fitur pembagian risiko dan yang tanpa fitur pembagian risiko,” ungkap Ogi.

Ogi menambahkan, perusahaan asuransi juga wajib melakukan telaah utilisasi yang dilakukan oleh dokter dan tenaga ahli asuransi kesehatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *