Jakarta,REDAKSI17.COM – Fenomena maraknya pabrik industri padat karya pada Jawa Barat yang digunakan hal itu tutup berjamaah, disinyalir oleh sebab itu pabrik-pabrik yang disebut pindah ke daerah Jawa Tengah. Hal ini diakui oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani.
Shinta menyebut banyaknya pabrik yang tersebut dimaksud tutup pada daerah Jawa Barat akibat upah minimum provinsi atau kota (UMP/UMK) untuk tenaga kerja atau buruh di area dalam daerah yang dimaksud sudah terbilang mahal, sehingga memberatkan bagi pelaku industri padat karya seperti garmen, tekstil, serta alas kaki yang digunakan margin usahanya tiada ada sebesar industri manufaktur lain yang digunakan yang disebut tambahan besar mutakhir, seperti industri otomotif dan/atau industri elektronik.
“Kebijakan UM (upah minimum) dalam Jabar tergolong mahal atau berat untuk pelaku industri padat karya seperti garmen juga sepatu yang digunakan mana margin usahanya tidaklah ada sebesar industri manufaktur lain yg lebih tinggi tinggi sophisticated (mutakhir) seperti industri otomotif atau industri elektronik,” kata Shinta kepada CNBC Indonesia, Rabu (15/5/2024).
Shinta mengakui bahwa tingkat upah minimum dalam Jawa Barat secara komparatif sudah tergolong mahal jika dibandingkan dengan provinsi lainnya dalam Jawa.
![]() Banyak Pabrik dalam Jakarta yang dimaksud Pindah, Ribuan Pegawai Terkena PHK. (CNBC Indonesia/Ferry Sandi) |
“Apalagi, dalam Jawa Barat juga terdapat historis yang digunakan panjang terkait konflik hubungan industrial, di area area mana beberapa konflik itu juga cukup violent (brutal), sehingga beberapa perusahaan merasa kurang nyaman. Ini juga turut menjadi faktor pendorong industri untuk pindah,” jelasnya.
Sejak 2019, lanjut Shinta, pihaknya sudah pernah terjadi mengetahui bahwa sudah ada banyak industri manufaktur padat karya, khususnya yang dimaksud bergerak pada sektor tekstil lalu garmen yang digunakan digunakan sedikit demi sedikit pindah ke Jawa Tengah, atau daerah lain di dalam dalam Jawa yang dimaksud upah minimum-nya tambahan banyak terjangkau dibandingkan Jawa Barat.
Oleh sebab itu, Shinta pun menilai fenomena maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) ini seharusnya menjadi sinyal bagi Pemerintah Daerah (Pemda), buruh, san semua stakeholders ketenagakerjaan dalam Jawa Barat untuk mereview kebijakan-kebijakan ketenagakerjaannya.
“Khususnya terkait daya saing upah minimum dan juga juga komunikasi bipartit yang hal tersebut baik, agar menciptakan iklim bidang perniagaan yang tersebut dimaksud baik bagi para pelaku usaha existing, maupun calon pemodal baru untuk mempertahankan kegiatan produksinya kemudian berinvestasi di dalam tempat Jawa Barat,” pungkasnya.
Data Pabrik ‘Raksasa’ yang digunakan Tutup di area area Jawa Barat:
Pabrik PT Sepatu Bata Tbk (BATA) pada Purwakarta jumlah agregat keseluruhan PHK 233 pekerja
Pabrik PT Hung-A Indonesia dalam Cikarang total keseluruhan PHK 1.500 pekerja
Pabrik PT Dean Shoes dalam dalam Karawang total PHK kurang lebih lanjut tinggi 3.500 pekerja
Pabrik PT Besco Indonesia dalam area Karawang total agregat PHK 4.000 pekerja
Pabrik PT Eins Trend pada area Purwakarta jumlah total total PHK 4.000 pekerja
Pabrik PT Matindo Wolrd pada dalam Sukabumi jumlah total agregat PHK 1.800 pekerja
Pabrik PT Simmone Accessary dalam Bogor jumlah keseluruhan keseluruhan PHK 1.000 pekerja
Pabrik PT Wiska Sumedang di area tempat Sumedang jumlah keseluruhan agregat PHK sekitar 700-an pekerja