Yogyakarta (16/11/2024)REDAKSI17.COM – Museum Sonobudoyo kembali menggelar Pameran tahunan Annual Museum Exhibition (AMEX) bertema Meet The Myth: From Mythology to Art and Sustainability di Gedung Pamer Saraswati. Pameran yang berlangsung dari 6 November hingga 31 Desember 2024 ini mengeksplorasi figur-figur mitologi berupa makhluk yang eksistensinya dikisahkan dalam folklore, legenda, dan fabel. Figur mitologi tersebut hadir dalam imajinasi dan merupa dalam berbagai wujud karya seni.
Pameran ini diselenggarakan untuk memperingati ulang tahun Museum Sonobudoyo yang didirikan pada 6 November 1935. Pameran ini merupakan upaya berkelanjutan dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya, sekaligus langkah untuk menggali nilai-nilai budaya agar tetap lestari dalam mitologi dan relevan dalam konteks kekinian.
Tema yang diangkat digambarkan dalam bentuk zoomorfik, antropomorfik atau kombinasi keduanya. Berbagai interpretasi artistik figur mitologi yang terinspirasi dari koleksi museum, dipamerkan termasuk ruang khusus dengan teknologi proyeksi video mapping. Pameran ini juga mengangkat aspek keberlanjutan, terutama terkait isu ekologi dan pelestarian alam.
Selain itu, pameran ini menghadirkan berbagai bentuk visualisasi figur mitologi atau makhluk imajiner berdasarkan koleksi yang dimiliki Museum Sonobudoyo dan museum tamu. Pameran tersebut bertujuan menghadirkan visualisasi figur mitologi dalam berbagai macam bentuk seni dan ornamentasi.
Paniradya Pati Kaistimewan, Aris Eko Nugroho mengatakan di tengah peradaban yang semakin maju ini, dimana ilmu pengetahuan dan logika senantiasa ditinggikan, mitos-mitos tradisional menjadi semakin ditinggalkan, atau malah dipahami sebagai semata-mata legenda atau bahkan dongeng. Padahal, mitos, sejatinya merupakan wujud kearifan lokal yang sarat akan nilai-nilai, norma, dan pengetahuan.
“Dalam setiap kebudayaan, banyak mitos yang secara spesifik diciptakan sebagai media, untuk mengajarkan hal-hal yang dianggap penting bagi kebudayaan tersebut. Sepanjang perjalanan eksistensinya, mitos pun berfungsi sebagai pengingat akan kebijaksanaan leluhur, yang telah mengalami berbagai tantangan dalam hidup, dan menemukan cara terbaik untuk mengatasinya,” tutur Aris mewakili Sekda DIY dalam pembukaan pameran AMEX 2024 pada Rabu (06/11) lalu.
Aris mengatakan masyarakat tentu pernah mendengar mitos tentang roh atau dewa yang bersemayam di hutan, sungai, atau gunung, yang tidak segan mengganggu, mengutuk atau menghukum manusia. Eksistensi mahluk mitologi inilah yang secara tidak langsung memaksa masyarakat untuk menghormati alam, dan tidak mengeksploitasi sumber daya secara berlebihan, serta mengajarkan untuk menghindari perilaku serakah.dan mendorong kesederhanaan.
“Nilai ini, sejatinya sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, yang menekankan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya secara bertanggung jawab. Banyak mitos yang menekankan pentingnya menjaga harmoni antara manusia, alam, dan makhluk lainnya. Begitu besar peran mitos, sehingga tidak berlebihan jika ada yang mengatakan, bahwa mitos adalah bagian dari identitas budaya,” papar.
Pameran ini patut diapresiasi terutama karena pameran ini merupakan upaya nyata memperkenalkan dan kembali nilai-nilai dan pesan yang terkandung dalam mitos serta figur mitologi, upaya untuk menjelaskan peran, fungsi, dan nilai budaya yang melingkupinya, serta upaya mengkaji aspek simbolik dan pemaknaan eksistensinya dalam tatanan sosio-kultural masyarakat.
“Adalah harapan kita bersama, bahwa seluruh rangkaian AMEX 2024, dapat berlangsung dengan lancar, dan dapat sukses, setidaknya dalam tiga hal. Pertama, menumbuhkan apresiasi masyarakat terhadap museum. Kedua, menjadi alternatif rekreasi bagi masyarakat. Dan yang terpenting menjadi sarana edukasi masyarakat, tentang nilai dan pesan yang berusaha disampaikan oleh figur-figur mitologi, serta menjadi petunjuk jalan menuju cita-cita sustainability di berbagai aspek kehidupan,” ungkap Aris.
Dalam konteks cultural sustainability, pameran ini merupakan sebuah wahana dan upaya berkelanjutan untuk pemeliharaan dan kelestarian berbagai bentuk warisan budaya. Hal tersebut sangat penting karena cultural sustainability merupakan isu mendasar dan prasyarat yang harus dipenuhi dalam perjalanan menuju development sustainability.
Sebagai pelengkap, pameran ini juga menghadirkan berbagai kegiatan pendukung, seperti seminar, workshop, talkshow, curatorial tour umum, curatorial tour untuk difabel, dan kelas kuratorial. Pameran tersebut dapat dikunjungi setiap hari mulai pukul 08.00 hingga 21.00 WIB. Sedangkan tiket masuk pameran seharga Rp.10.000 per orang.
Humas Pemda DIY