Bantul ( 10/11/2024) REDAKSI17.COM – Para petani di Jawa sudah mengenal teknik penanggalan dalam bercocok tanam, jauh ratusan tahun sebelum teknologi pertanian diterapkan. Panduan kalender berbasis peredaran matahari yang unik ini dikenal sebagai Pranata Mangsa. Teknik ini mengajarkan para petani lebih sensitif terhadap perubahan alam yang terjadi.
Tak ayal kitab Arjunawiwaha mengisahkan bagaimana majunya sektor pangan pada masa itu. Bahkan menjadi salah satu pilar penopang kejayaan Majapahit. Lantas apa itu Pranata Mangsa Lur? Pranata Mangsa berasal dari kata ‘pranata’ berarti aturan dan ‘mangsa’ berarti masa atau musim. Dengan kata lain, Pranata Mangsa adalah aturan waktu yang digunakan para petani sebagai penentuan atau mengerjakan sesuatu pekerjaan.
Pranata Mangsa merupakan sistem penanggalan pertanian yang lazim digunakan masyarakat Jawa. Sistem kalender ini merupakan kearifan lokal yang digunakan dalam menentukan musim bercocok tanam. Perhitungan kalender Pranata Mangsa membagi tahun menjadi 12 musim atau mangsa. Perhitungan ini didasarkan pada peredaran matahari yang menyebabkan perubahan musim.
Kalender Pranata Mangsa ini umumnya ditulis atau diukir pada media papan kayu yang disebut Papan Sangatan. Papan Sangatan adalah papan kayu berbentuk persegi yang memiliki pegangan pada satu sisi, berukir pada bagian permukaan. Sepintas bentuk fisik dari sangatan menyerupai talenan atau papan tipis berbahan kayu yang digunakan sebagai alas memotong.
Perbedaan terletak pada bagian permukaan Papan Sangatan umumnya terdapat ukiran berbentuk tabel pada bidang permukaannya. Pada bagian tabel Papan Sangatan dibubuhi tanda berupa titik atau bentuk simbol lainnya yang disusun sedemikian rupa sehingga memiliki makna dan kegunaan tertentu bagi ahli penghitung wuku.
Papan tersebut memiliki pegangan pada sisi yang ditandai dengan sebuah lubang. Meskipun berbetuk persegi panjang, namun keempat sudut papan sangatan ini tidak siku. Pada sisi papan yang terdapat pegangannya, memiliki dua sudut yang berbentuk tumpul. Namun sayangnya, papan ini sudah tidak banyak dimiliki masyarakat alias langka sehingga perlu dilestarikan sebagai salah satu cagar budaya benda tradisional Jawa warisan nenek moyang.
Salah satu pemilik Papan Sangatan di DIY adalah Wasinem, warga RT 02 Dusun Lungguh Kalurahan Temuwuh Kapanewon Dlinggo Bantul. Papan kayu berbentuk persegi panjang tersebut memiliki pegangan pada satu sisi yang ditandai dengan sebuah lubang. Meskipun berbetuk persegi panjang, namun keempat sudut papan sangatan ini tidak siku. Pada sisi papan yang terdapat pegangannya, memiliki dua sudut yang berbentuk tumpul.
“Papan Kitab Pranata Mangsa ini merupakan benda warisan turun temurun yang dari kakek. Jadi saya tidak tahu asalnya dari mana karena hanya peninggalan dari orang tua. Ada dua papan yang ditinggalkan yaitu papan besar yang terbuat dari kayu Jati Gembol dan papan kecil dari kayu Galih Asem yang berwarna coklat kehitaman,” ujar nenek berusia 74 tahun saat ditemui Tim Humas Jogja dikediamannya belum lama ini.
Papan Sangatan milik Wasinem terdapat pahatan pada kedua permukaannya yaitu bagian atas dan bawah. Pahatan yang terdapat pada Papan Sangatan tersebut berbentuk kotak-kotak yang disusun secara teratur menyerupai tabel. Menurut penjelasan Wasinem, pahatan tersebut memiliki fungsi sebagai alat untuk menghitung wuku. Di dalam pahatan yang berbentuk kotak tersebut terdapat tanda-tanda yang berupa titik-titik, bulat, garis miring, dan tanda silang.
Wasinem yang berprofesi sebagai petani dan ibu rumah tangga mengaku dirinya mengetahui papan Pranata Mangsa tersebut untuk menghitung wuku dari sang kakek. Sang suami sempat meneruskan keahlian kakeknya sebagai penghitung wuku namun tak berjalan lama. Setelahnya, Wasinem menggantikan sang suami karena bisa menggunakan benda tersebut. Jika tidak digunakan, papan tersebut dimasukkan ke kain putih lalu disimpan di lemari.
“Percaya ga percaya, papan inilah yang memilih siapa yang bisa menggunakan. Di rumah ini hanya saya yang bisa menggunakan papan Pranata Mangsa, anak saya tidak bisa. Saya pun berusaha menjaga papan ini dan menyimpannya dengan baik serta digunakan untuk tujuan baik,” kata Wasinem.
Secara fisik, bentuk bidang persegi panjang yang terdapat pada Papan Sangatan milik Wasinem tidak begitu lurus dan tidak begitu presisi. Sepintas bentuk Papan Sangatan dan pahatannya tampak begitu sederhana. Meskipun demikian, bentuk tersebut tidak mengurangi fungsi dari Papan Sangatan yang sudah termasuk sangat langka sehingga perlu dilestarikan. (Fn/Rcd/Stt/Im/Han/Ip/Wp/Yd/Ed/Sd)
Humas Pemda DIY