Jakarta,REDAKSI17.COM – Serbuan baju impor ilegal dikeluhkan semakin merangsek pasar tekstil serta produk-produk tekstil (TPT) dalam negeri. Tak cuma itu, baju maupun TPT impor juga sudah pernah menyebabkan Indonesia merugi semakin dalam, dari segi penerimaan negara.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat Ian Syarif mengatakan, nilai impor ilegal TPT diprediksi mencapai US$2,9 miliar dalam setahun. Angka itu, jelasnya, selisih nilai ekspor yang dimaksud digunakan tercatat pada negara jika juga yang digunakan masuk ke Indonesia.
“Kalau kita konversi itu sekitar 3 jt pieces baju per hari,” kata Ian dalam jumpa pers tentang Permendag No 36/2023 pada Jakarta, Senin (18/3/20240).
“Kalau setengahnya belaka yang tersebut ditangkap dengan Permendag ini maka berarti ada 1,5 jt pieces. Bayangkan berapa bea masuk (BM) yang tersebut harus dibayarkan si importir. Belum lagi ada PPN yang mana mana harus dibayarkan kalau barang ini dijual di area tempat mal. Perhitungannya sesimple itu,” tukasnya.
Dalam kesempatan yang dimaksud digunakan sama, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat kemudian Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menambahkan, kerugian negara akibat serbuan TPT impor ilegal mulai dari PPN, bea safeguard, belum lagi pajak-pajak lain yang mana digunakan jadi kewajiban perusahaan di dalam dalam Indonesia.
“Kalau impor resmi itu kan membayar PPN, PPh, terus bayar safeguard juga Rp20.000-70.000 per pieces. Kalau di tempat area online itu ada yang dimaksud jual baju impor Rp40-50 ribu per pieces sudah pasti itu ilegal. Karena harus bayar safeguard,” ujar Redma.
“Jadi, kalau disebutkan ada 3 jutaan pieces baju impor ilegal yang dimaksud itu masuk, dari segi safeguard belaka kita berarti sudah merugi. Katakanlah misalnya dikalikan Rp50.000, segitu kerugian negara, per hari ya. Belum lagi efek ke kami, menghasilkan produksi tak terserap hingga berdampak ke tenaga kerja. Jadi efek ekonominya sangat besar,” sebutnya.
Karena itu, lanjut Redma, pengusaha tekstil nasional, dari hulu ke hilir membantu pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36/2023 tentang Kebijakan Pengaturan Impor yang mana mengatur pembatasan arus barang impor masuk ke Indonesia. Aturan itu pada saat ini telah terjadi lama diubah dengan Permendag No 3/2024 tentang Perubahan atas Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan Pengaturan Impor, berlaku sejak 10 Maret 2024.
“Terima kasih kepada pemerintah, Kemenko Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, kemudian Kementerian Keuangan. Ini sudah on the track yang sangat baik untuk menciptakan kompetisi yang tersebut digunakan fair dalam pasar domestik, sehingga industri TPT di dalam negeri mampu tumbuh sehat,” ujar Redma.
Menurutnya, sejak Permendag itu diberlakukan pada 10 Maret 2024, mulai terlihat geliat pertumbuhan permintaan ke pabrik-pabrik tekstil hilir dalam area dalam negeri.
“Kalau selama ini kan barang impor ilegal masuk ke pasar dalam negeri, dijual terjangkau oleh sebab itu nggak bayar pajak, nggak bayar PPN, seperti nggak ada dosa gitu,” cetusnya.
“Dengan Permendag ini, sudah mulai terlihat ada efek ke industri-industri kecil menengah, orderan mulai masuk. Dengan adanya demand di area area hilir ini tentu nanti akan berdampak ke industri tenun, lalu nanti berdampak lagi ke hulu, ke industri serat,” tambah Redma.
Redma optimistis, jika pengaturan impor dijalankan sepenuhnya kemudian benar, akan membantu pertumbuhan industri dalam dalam negeri semakin maksimal.