Jakarta,REDAKSI17.COM – Harga minyak mentah pada pekan ini terpantau merana, meskipun sempat bangkit sedikit dikarenakan pasar mempertimbangkan data perekonomian baru dari China terhadap peningkatan pasokan dari belahan barat.
Sepanjang pekan ini, nilai minyak kontrak jenis Brent merosot 1,76% secara point-to-point (ptp). Sedangkan untuk minyak kontrak jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) ambles 2,45% pekan ini.
Pada perdagangan Jumat (8/3/2024) akhir pekan ini, biaya minyak terpantau melemah, dengan Brent ambles 1,06% ke US$ 82,08 per barel, sedangkan jenis WTI ambrol 1,17% menjadi US$ 78,01 per barel.
Sejatinya, nilai tukar minyak dunia sempat menguat sedikit oleh sebab itu pasar mempertimbangkan data dunia perniagaan baru dari China terhadap peningkatan pasokan dari belahan barat.
Sementara itu, pertumbuhan impor lalu ekspor China melampaui perkiraan, menunjukkan bahwa perdagangan global mulai menunjukkan sinyal positif bagi para pembuat kebijakan ketika dia mencoba untuk menopang pemulihan ekonomi.
Namun bahkan ketika China membukukan kenaikan impor minyak mentah sebesar 5,1% selama bulan-bulan pertama tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya, impor secara keseluruhan sudah pernah menurun, melanjutkan tren melemahnya pembelian oleh pembeli terbesar dunia.
“Jumlah impor turun secara signifikan akibat merekan tak bersedia membayar nilai penuh untuk minyak,” ujar Bob Yawger, direktur energi berjangka pada Mizuho. Kurangnya permintaan China gagal mengesankan pasar, tambahnya.
Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan bahwa pasar minyak global miliki pasokan yang dimaksud relatif baik dengan pertumbuhan permintaan yang dimaksud melambat lalu pasokan yang dimaksud dimaksud meningkat dari Amerika Serikat (AS).
Di lain sisi, persediaan minyak pada tempat AS naik minggu lalu selama enam minggu berturut-turut.
“Pasar terus tertekan sebab keresahan permintaan pada area China, di tempat dalam satu sisi, lalu peningkatan pasokan dari Belahan Barat,” ujar Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates.
Pasar bersiap untuk kemungkinan bahwa bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) dapat menunda penurunan suku bunga AS yang mana hal itu pertama hingga paruh kedua tahun ini, yang yang akan memacu kenaikan dolar.
Penguatan greenback mengurangi permintaan minyak dalam mata uang dolar dalam kalangan pembeli yang digunakan menggunakan mata uang lainnya.
Pada Rabu lalu, Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan bank sentral masih memperkirakan akan menurunkan suku bunga acuannya tahun ini. Pada hari Kamis, Bank Sentral Eropa mempertahankan suku bunga utamanya tak berubah pada 4,0% seperti yang digunakan dimaksud diharapkan.
Konsumsi komponen bakar pada tempat India, importir lalu juga konsumen minyak terbesar ketiga pada tempat dunia, naik 5,7% secara tahunan dalam bulan Februari, dibantu oleh aktivitas pabrik yang tersebut dimaksud kuat.
CNBC INDONESIA RESEARCH