UMBULHARJO,REDAKSI17.COM – Pemerintah Kota Yogyakarta mewaspadai penyakit Leptospirosis dan Hantavirus yang ditularkan dari tikus. Leptospirosis dapat menular melalui kencing tikus yang terinfeksi bakteri Leptospira. Sedangkan Hantavirus ditularkan melalui kontak dengan kotoran, urin, air liur tikus yang terinfeksi Orthohantavirus. Pemkot Yogyakarta mengajak masyarakat mewaspadai dan mencegah Leptospirosis dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS).
Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Lana Unwanah mengatakan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta sudah membuat Surat Edaran (SE) kewaspadaan Leptospirosis dan Hantavirus. SE tersebut sedang dalam proses untuk ditandatangani kepala daerah. SE itu juga untuk menindaklanjuti Surat dari Gubernur DIY terkait kewaspadaan Kejadian Luar Biasa Leptospirosis dan Hantavirus.
“Kami sudah membuat surat edaran untuk kewaspadaan Leptospirosis. Saat ini on proses (penandatanganan),” kata Lana saat dikonfirmasi, Senin (30/6/2025).
Adapun Hantavirus adalah virus yang menyebabkan sindrom yaitu Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS) dan Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS). Virus ini ditularkan melalui kontak dengan kotoran, urin, air liur tikus yang terinfeksi, inhalasi partikel aerosol dari ekskresi tikus. Hantavirus dapat menyebabkan gangguan pernafasan akut dan gangguan ginjal yang berpotensi fatal.
Lana menegaskan melalui SE kewaspadaan Leptospirosis, Pemkot Yogyakarta mengimbau kepada seluruh pihak terkait untuk meningkatkan upaya deteksi, pencegahan dan pengendalian Leptospirosis dan Hantavirus di wilayah Kota Yogyakarta. Langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mengedukasi masyarakat agar berperan aktif dalam mencegah Leptospirosis dan Hantavirus dengan menerapkan PHBS. Selain itu memberikan edukasi terkait tanda-tanda klinis Leptospirosis dan segera periksa ke puskesmas atau fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat sejak Januari sampai akhir Juni sudah ada 18 kasus Leptospirosis dengan 5 kasus meninggal dunia. Sedangkan Hantavirus ada 1 kasus. Menurut Lana kasus Leptospirosis terutama yang meninggal dunia karena sering kali masyarakat atau pasien terlambat mengakses layanan kesehatan.
“Memang saat awal terinfeksi gejalanya tidak terlalu spesifik. Mirip-mirip dengan gejala infeksi bakteri atau virus lainnya, sehingga seringkali masyarakat atau pasien terlambat mengakses layanan kesehatan,” paparnya.
Dia menyatakan gejala-gejala tubuh yang terinfeksi Leptospirosis berupa demam, nyeri kepala, nyeri otot, khususnya di daerah betis, paha, mata kuning, merah dan iritasi serta diare. Sedangkan gejala awal Hantavirus antara lain demam tinggi mencapai 39 derajat celsius, terkadang disertai bintik perdarahan pada wajah, sakit kepala, nyeri pada bola mata, rasa lelah, nyeri otot, sesak nafas dan detak jantung cepat.
“Jika mengalami gejala-gejala tersebut kami harap masyarakat segera memeriksakan diri ke puskesmas atau fasilitas kesehatan tingkat pertama,” ujar Lana.
Pihaknya menyampaikan untuk puskesmas dan rumah sakit diminta meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam deteksi dini dan respon terhadap Leptospirosis dan Hantavirus dengan mengoptimalkan fasilitas penunjang. Misalnya Rapid Diagnostic Test (RDT). Sedangkan dinas-dinas terkait juga diminta terlibat dalam mencegah dan mengendalikan Leptospirosis dan Hantavirus. Contoh dari Dinas Lingkungan Hidup dapat meningkatkan pengelolaan sampah dan limbah organik agar tidak menjadi sumber makanan bagi tikus.
Pencegahan juga dapat dilakukan masyarakat antara lain dengan menyimpan makanan dan minuman dengan dengan baik agar aman dari jangkauan tikus, membersihkan dan memberantas tikus di rumah, mencuci tangan dan kaki setelah beraktivitas di tempat berair, menggunakan alas kaki saat beraktivitas di air dan mengelola limbah rumah tangga dengan benar.