Jakarta – Pemerintahan Provinsi Jakarta akan menambah persyaratan bagi warga Indonesia yang mana ingin pindah ke kota yang mana hal itu tak lagi menjadi ibu kota ini.
Kepala Dinas Kependudukan lalu Pencatatan Sipil DKI Jakarta Budi Awaluddin mengatakan, ini dikarenakan Jakarta sudah terlalu padat, terutama untuk penduduk lulusan SD-SMP-SMA.
“Tapi ini masih kita kaji nanti, kita mau sedang memproduksi naskah akademik tentang proses persyaratan tambahan datang ke Jakarta,” kata Budi dalam acara Rapat Kerja Gubernur Forum Kerja Sama Daerah Mitra Praja Utama 2024 di dalam area Jakarta, Jumat (17/5/2024).
|
Budi mengatakan hal ini dikarenakan profil pendatang yang mana dimaksud masuk ke Jakarta selama empat tahun terakhir ialah penduduk berpendidikan SMA atau SLTA sederajat ke bawah.
Ia mengatakan, jumlahnya mencapai 80% dari total pendatang yang digunakan itu tiap tahun masuk ke Jakarta. Selain itu, 40% ialah pendatang berpenghasilan rendah, serta mayoritas wanita yang digunakan 70% nya berusia subur.
“Sudah cukup lah merekan yang mana mana SD-SMP-SMA jangan ke ibu kota sebab kita kita sudah terlalu banyak pekerja informal, sudah stop lah,” tegas Budi.
Menurut Budi, dengan banyaknya pendatang yang digunakan masuk kategori tiada ada miliki keterampilan tinggi itu, memberikan dampak buruk terhadap Jakarta.
Mulai dari menambah permasalahan sosial ekonomi, meningkatnya jumlah keseluruhan agregat pengangguran akibat pendatang, kenaikan total kampung kumuh, penyakit rentan bertambah, biaya operasional penanganan kesehatan meningkat, hingga peningkatan kebutuhan anggaran bantuan sosial atau bansos.
“Maka, Jakarta kan sudah tak jadi ibu kota, ya ke IKN, jangan ke Jakarta lagi aja, kalau mau sana kita sudah terlalu penuh terlalu padat, maka kita mau ada persyaratan tambahan kalau enggak bangkrut itu Jakarta,” tutur Budi.
Budi mengatakan, dikarenakan profil pendatang itu, Jakarta saat ini menanggung beban anggaran tinggi untuk bansos dalam bentuk dukungan pembiayaan institusi belajar kemudian kesehatan.
Totalnya mencapai 20% dari APBD Jakarta. Dengan demikian anggaran penyelenggaraan pun menurutnya semakin terkikis porsinya akibat belanja pegawai juga sudah sekitar 25%-30% dari APBD.