Jakarta,REDAKSI17.COM – Bank Indonesia (BI) akhirnya menaikkan suku bunga acuan pada Oktober 2023. Kini BI 7 days reverse repo rate (BI7DRRR) berada di area area level 6%. Suku bunga Deposit Facility juga naik menjadi 5,25%, serta suku bunga Lending Facility menjadi 6,75%.
Diketahui Bank Indonesia mempertahankan suku bunganya sejak Februari hingga periode September 2023 pada tempat level 5,75% lalu baru kembali menaikkannya pada bulan ini. Keputusan Bank Indonesia berbeda dengan proyeksi para pelaku pasar yang mana memperkirakan bank sentral RI hal itu masih akan menahan suku bunga acuan dalam area level 5,75%.
Kenaikan hal itu untuk memperkuat kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak mengingat tingginya ketidakpastian global serta sebagai langkah preemptive juga forward looking untuk mitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor atau imported inflation sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3 plus minus 1% pada 2023 kemudian 2,5 plus minus 1% pada 2024.
Sejumlah sektor berpotensi diuntungkan dari kenaikan suku bunga BI, yakni sektor perbankan, pembiayaan kemudian juga asuransi.
Sektor-sektor itu secara historis menjadi yang dimaksud mana paling sensitif terhadap perubahan suku bunga. Hal ini salah satunya oleh sebab itu margin keuntungan yang mana digunakan diprediksi benar-benar meningkat saat suku bunga naik, entitas seperti perbankan, perusahaan asuransi, perusahaan pialang, kemudian pengelola uang umumnya diuntungkan oleh nilai suku bunga yang digunakan digunakan tambahan tinggi.
Selain itu, sektor-sektor itu diuntungkan lantaran pertumbuhan kredit perbankan dalam negeri masih tinggi.
Bank Indonesia (BI) melaporkan kredit perbankan per September 2023 tumbuh 8,96% secara tahunan (year on year/yoy). Hal ini didukung oleh kebijakan penyaluran kredit yang mana mana masih longgar serta permintaan pembiayaan korporasi yang mana digunakan baik. Pendukung pertumbuhan kredit September 2023 adalah sektor dunia usaha, perdagangan, serta jasa sosial.
BI menargetkan pertumbuhan kredit tahun ini berada pada area kisaran 9%-11% lalu akan meningkat pada 2024.
Inflasi yang tersebut dimaksud terkendali lalu juga pertumbuhan domestik yang mana mana kuat diharapkan mengambil bagian menopang kinerja bank pada tahun ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi September 2023 mencapai 0,19% secara bulanan (mtm). Sedangkan secara tahunan (yoy) inflasi mencapai 2,28%. Sementara itu, pertumbuhan menembus 5,17% (yoy) pada kuartal II-2023.
Kondisi kegiatan ekonomi yang digunakan yang disebut kuat, biasanya berarti bahwa peminjam lebih tinggi besar mudah melakukan pembayaran pinjaman lalu juga bank mempunyai tambahan lanjut sedikit aset bermasalah.
Hal ini juga berarti bahwa bank dapat memperoleh lebih tinggi besar banyak dari selisih antara pembayaran (kepada penabung untuk rekening tabungan kemudian sertifikat deposito) kemudian juga penerimaan (dari utang berperingkat tinggi).
Jamu Manis Buat Perbankan
Selain suku bunga, sektor perbankan akan diuntungkan dengan kebijakan makroprudensial BI. Kubu MH Thamrin merilis Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk memacu kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas, termasuk perluasan (minerba, pertanian, perkebunan, kemudian perikanan), perumahan (termasuk perumahan rakyat), pariwisata serta dunia perniagaan kreatif, UMKM, KUR, Mikro, serta hijau yang tersebut mana sudah pernah terjadi berlaku sejak 1 Oktober 2023.
Dari KLM sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan BI menambah likuiditas hingga Rp 50 triliun. Adapun, sebanyak 120 bank sudah memanfaatkan insentif ini. “Tambahannya Rp 28,79 triliun, kita sudah tambah likuiditas dari sekitar Rp 50 triliun,” tutur Perry, dalam konferensi pers, Kamis (19/10/2023).
Dengan demikian, masih ada Rp 20 triliun yang mana mana sanggup dimanfaatkan perbankan.
Kedua, BI melonggarkan likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 6% menjadi 5% untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 5%; lalu rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 4,5% menjadi 3,5% untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5%.
Perry memperlihatkan dengan menurunkan 1% PLM, maka ada tambahan Rp 81 triliun, dari Rp 8.100 triliun. BI juga memutuskan untuk melanjutkan pelonggaran Rasio Loan To Value (LTV) untuk Kredit Properti kemudian juga Rasio Financing to Value (FTV) untuk Pembiayaan Properti menjadi paling tinggi 100%.
Dengan demikian, BI mengupayakan dilanjutkannya kebijakan Down Payment (DP) 0% untuk properti hingga 2024.
“Kebijakan LTV kemudian FTV berlaku bagi semua jenis properti, a.l. rumah tapak, rumah susun juga rumah kantor dengan kriteria NPL/NPV tertentu untuk dorong kredit sektor properti dengan tetap menjaga efektif 1 Januari sampai 31 Desember 2024,” papar Perry.
BI juga melanjutkan ketentuan uang muka kredit pembiayaan bermotor paling sedikit 0% untuk semua jenis kendaraan bermotor baru untuk dorong kredit pada otomotif diperpanjang kemudian berlaku efektif 1 Januari sampai 31 Desember 2024.
Kebijakan ini merupakan lanjutan dari kebijakan LTV serta FTV serta uang muka kendaraan yang mana dirilis sejak 2021 lalu berlanjut hingga akhir 2023. Kini dengan kebijakan baru ini, insentif FTV, LTV lalu uang muka bergeser hingga 2024.
Berikut saham-saham dalam tiga sektor yakni perbankan, pembiayaan juga asuransi yang hal itu tercatat dalam Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sanggahan: Artikel ini adalah produk-produk jurnalistik berbentuk pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini bukan bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau berjualan item atau sektor investasi modal terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tiada bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang digunakan itu timbul dari keputusan tersebut.