Danurejan,REDAKSI17.COM-Pemerintah Kota Yogyakarta menegaskan komitmennya untuk terus mendorong kawasan Malioboro menjadi Sumbu Kebudayaan yang mampu memancarkan nilai kemuliaan dan peradaban bagi masyarakat.
Penegasan ini disampaikan oleh Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan, saat menjadi narasumber dalam gelaran YogyaSemesta Seri 137 yang berlangsung di Pendhapa Wiyatapraja, Komplek Kepatihan, Kamis malam (11/12/2025).
Wawan menekankan bahwa Kota Yogyakarta memiliki potensi seni dan budaya yang sangat besar dan berpengaruh.
Ia menyebutkan terdapat 490 sanggar, komunitas, dan kelompok seni budaya yang aktif bergerak di berbagai bidang, mulai dari seni tari, seni tradisi, musik, karawitan, bregada, ketoprak, teater, hingga berbagai jenis ekspresi budaya lainnya.
“Potensi seni dan budaya kita luar biasa. Kota Yogyakarta ini hidup dengan denyut tradisi dan kreativitas yang tidak pernah padam,” ujar Wawan.
Selain potensi komunitas seni, Kota Yogyakarta juga memiliki modal kebudayaan yang telah diakui dunia. Salah satunya adalah Sumbu Filosofis Yogyakarta yang ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Dunia (World Heritage).
“Tidak hanya itu, kota ini juga memiliki empat Kawasan Cagar Budaya (KCB), yakni KCB Kraton, KCB Pakualaman, KCB Kotabaru, dan KCB Kotagede,” jelasnya.
Menurutnya, keberadaan warisan budaya tersebut menjadi landasan kuat untuk mengembangkan Malioboro sebagai ruang seni budaya yang tumbuh secara alami maupun melalui program-program pemerintah.
Wawan mengungkapkan bahwa Malioboro bukan hanya kawasan pariwisata dan pusat ekonomi, namun kini telah menjelma menjadi ruang publik dan panggung atraksi seni budaya. Hampir setiap pekan terdapat penyelenggaraan kegiatan maupun pertunjukan seni yang melibatkan masyarakat, komunitas budaya, hingga pelaku industri kreatif.
“Dengan banyaknya potensi seni yang ada, kami ingin menjadikan Malioboro sebagai ruang seni budaya. Malioboro bukan sekadar tempat wisata, tetapi juga tempat berekspresi, berkarya, dan merawat identitas budaya,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Wawan juga memaparkan langkah Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Kebudayaan dalam melakukan penataan dan pembinaan terhadap seniman jalanan atau pengamen yang beraktivitas di kawasan Malioboro.
“Saat ini terdapat 116 seniman jalanan yang telah melalui proses koordinasi, kurasi, serta pembinaan peningkatan kapasitas sumber daya manusia agar dapat menampilkan pertunjukan yang semakin berkualitas,” ujarnya.
Para seniman tersebut juga diarahkan untuk tampil hanya pada titik-titik pertunjukan yang telah ditetapkan, sehingga aktivitas mereka lebih tertib dan tidak mengganggu kenyamanan pengunjung.
Wawan menyebut penataan ini mendapatkan respon positif dari masyarakat maupun wisatawan, karena mampu menciptakan suasana yang lebih teratur tanpa menghilangkan esensi seni jalanan sebagai elemen budaya.
Selain sebagai ruang budaya, Wawan menekankan bahwa Malioboro juga memiliki potensi besar sebagai pengungkit ekonomi masyarakat.
Ia mencontohkan Program Sekar Rinonce, sebuah program pertunjukan seni budaya yang digelar secara rutin setiap hari Sabtu dengan melibatkan banyak sanggar dan komunitas. Program ini tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga meningkatkan pemberdayaan para pelaku seni serta memberikan pengaruh ekonomi yang signifikan.
“Ekosistem budaya yang berkembang di Malioboro berperan besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pertunjukan rutin mampu memberikan peluang ekonomi bagi pelaku seni, UMKM, dan pelaku industri kreatif,” ungkapnya.
Geliat UMKM dan sektor kreatif di sepanjang kawasan Malioboro semakin menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian dan seni budaya dapat berjalan beriringan, saling mendukung, dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Di akhir paparannya, Wawan menegaskan bahwa Malioboro telah melalui proses transformasi yang sangat besar. Bukan lagi sekadar destinasi wisata populer, namun kini telah menjadi ruang ekspresi masyarakat dengan beragam aktivitas seni, budaya, dan kreatif di dalamnya.
“Malioboro sudah bertransformasi menjadi ruang ekspresi berbagai aktivitas masyarakat dalam balutan nuansa budaya yang kuat. Inilah wajah Yogyakarta yang kita jaga dan kita kembangkan bersama,” pungkasnya.
Dengan berbagai langkah strategis tersebut, ia berharap Malioboro benar-benar menjadi Sumbu Kebudayaan yang tidak hanya memperkuat identitas kota, tetapi juga memberi kontribusi nyata bagi kemuliaan dan peradaban yang diwariskan untuk generasi mendatang.



