Jakarta,REDAKSI17.COM – Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (Pekrindo) mendesak pemerintah membuka lebar-lebar prospek ekspor kratom, tanaman herbal yang digunakan disebut-sebut sebagai narkotika baru. Apalagi, menurut Pekrindo, kratom bisa menghasilkan keuntungan melebihi sawit bagi petaninya karena modal yang tersebut dimaksud dibutuhkan tambahan sedikit.
Ketua Pekrindo Yosef mengatakan, dengan modal menginvestasikan kratom senilai Rp15 jt per hektare (ha), hasilnya akan mendapatkan keuntungan hingga Rp25 juta.
Ia merinci, dalam satu hektare lahan dapat ditanami sekitar 2.500 batang, lalu diasumsikan satu pohon dapat menghasilkan rata-rata 2 kilogram (kg) daun kratom sekali panen.
“Kalau misalkan per pohon 2 kg, dalam total 2.500 batang panen pertama 5 ribu kg (atau) 5 ton, dikali Rp5.000 per kg daun basah, itu satu bulan bisa saja jadi meraup untung Rp25 juta,” kata Yosef dalam audiensi bersama Komisi IV DPR RI, Senin (4/12/2023).
Yosef pun membandingkan dengan modal bertanam kelapa sawit yang dimaksud mana sebesar Rp60 jt per ha.
“Sawit itu kurang lebih tinggi besar (modalnya) Rp4,5 jt per bulan per 1 hektare dengan estimasi 2-3 ton per hektare, (harga sawit) kurang lebih lanjut tinggi Rp1.000, Rp1.300 sampai Rp1.500 per kg,” jelasnya.
Untuk diketahui, Kratom merupakan obat alternatif sebagai penawar rasa sakit untuk berbagai kondisi medis. Namun, melansir laman Badan Narkotika Nasional (BNN), kratom menuai banyak kontroversi dikarenakan dampaknya yang tersebut mana mempunyai efek candu.
Namun demikian, Yosef mengeluh regulasi kratom pada Indonesia tiada jelas, sehingga mengganggu kegiatan kegiatan perekonomian para petani kemudian pengusaha kratom. Padahal, kata Yosef, kratom sudah dibudidaya lalu dikomersialkan sejak tahun 2005 lalu. Hingga saat ini, aktivitas produksi kratom sudah meningkat dari yang dimaksud dimaksud sebelumnya 1 ton per bulan, saat ini menjadi ribuan ton per bulan.
“Meskipun kegiatan produksi kratom sudah berjalan puluhan tahun, tapi hingga saat ini regulasi kratom belum jelas, sehingga umum yang hal tersebut sudah terlanjur menggantungkan ekonominya di area area komoditas ini kecewa juga was-was akan kegiatan ekonominya,” kata Yosef.
Yosef menyebut ada ketidaksepahaman antara regulator, juga masing-masing pihak mempertahankan pendapatnya ihwal komoditas satu ini.
Padahal pada tahun 2020, katanya, Menteri Pertanian sudah mengeluarkan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 104 Tahun 2020, yang tersebut mana dalam beleid itu menjelaskan, kratom masuk ke dalam daftar komoditas tanaman obat binaan Dirjen Hortikultura.
Kemudian, sekitar 2 bulan kemudian dibatalkan dengan memproduksi revisi Kepmentan terbaru, yakni Kepmentan Nomor 591 Tahun 2020, juga dalam Kepmentan baru yang tersebut kratom dihilangkan dalam daftar tanaman obat.
Kondisi ini akibat dipengaruhi Surat Edaran BPOM No HK.04.4.42.42.019.16.1740 Tahun 2016 tentang larangan pemakaian kratom obat tradisional suplemen kesehatan.
Selain itu BNN juga mengeluarkan larangan yang dimaksud digunakan tertuang dalam surat pernyataan SIKAP tanggal 31 Oktober 2019 terkait peredaran juga penyalahgunaan kratom pada dalam Indonesia.
Namun di dalam tempat sisi lain, berdasarkan hasil Lab Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan nomor R/06/XI/BL/BL.00.00/2015 yang tersebut digunakan dikeluarkan pada tanggal 31 November 2015, menyatakan Kratom negatif alias tak mengandung Narkotika.
“Begitu juga dengan hasil Lab BNN pada Balikpapan dengan nomor bukti 17974/2019/NNF/ yang mana hasilnya juga menyatakan Kratom negatif bukan mengandung narkotika,” ujarnya.
“Berarti dengan 2 hasil itu dari BNN jelas kratom bukanlah barang yang tersebut mana berbahaya sebab dari sisi kearifan lokal sudah digunakan rakyat yang dimaksud hidup pada dalam Kalimantan lalu juga hingga saat ini belum ada ditemukan kasus yang mana dimaksud melibatkan kratom,” katanya.
Oleh sebab itu, dia memohonkan kepada DPR RI agar mau membantu supaya pengiriman komoditas kratom mampu berjalan lancar serta juga aman, dengan melakukan pendekatan melalui hubungan bilateral atau multilateral yang mana itu mungkin juga sanggup melibatkan Bea Cukai, atase perdagangan luar negeri yang mana bertugas di tempat dalam setiap negara transit dengan negara tujuan ekspor.
“Kami juga meminta-minta supaya DPR RI berkomunikasi dengan pihak bea cukai untuk memperbaiki serta juga menjalin koordinasi dengan pihak bea cukai negara transit lalu negara tujuan ekspor komoditas kratom serta koordinasi dengan pihak World Customs Organization (WCO),” pungkasnya .