Jakarta,REDAKSI17.COM – Sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) selama ini terbukti menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Lebih dari 60% pendapatan nasional berasal dari sektor ini. Ini yang menggarisbawahi bahwa peran besar UMKM dalam mendorong penciptaan nilai tambah ekonomi secara nasional.
Apalagi kalau dilihat dari wilayah operasi dan jumlah pelaku sektor UMKM yang sangat besar dan luas, jelas sektor UMKM telah mampu mendorong pemerataan pembangunan ekonomi secara nasional.
Artinya sektor UMKM berperan dalam memperluas dan memperkuat ekonomi lokal dan pemerataan kegiatan ekonomi antar wilayah. Apalagi kalau diperhatikan dengan jumlah penyerapan tenaga kerjanya yang secara rata-rata mencapai 97% dari jumlah tenaga kerja saat ini, maka kontribusinya mengurangi pengangguran sangat luar biasa.
Sektor UMKM telah memainkan peran penting sebagai pilar utama perekonomian nasional. Karena itu sektor ini menyimpan potensi besar untuk dikembangkan dalam rangka mendukung Upaya mendorong agar pertumbuhan ekonomi kita sampai 8% setahun. Saat ini sektor UMKM masih menghadapi keterbatasan dalam mengakses pembiayaan formal. Hal ini disebabkan oleh kurangnya jaminan, rendahnya literasi keuangan, dan biaya administrasi yang tinggi.
Sebagai Langkah dalam berkontribusi mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan sebagai implementasi dari ketentuan Pasal 249 ayat (3) UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan bagi UMKM untuk mengatasi tantangan akses pembiayaan ini. Tujuan dari OJK adalah untuk memperluas inklusi keuangan dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Inisiatif OJK
Sebagai regulator OJK berusaha memfasilitasi para pelaku industri keuangan untuk melaksanakan proses bisnis pembiayaan ke sektor UMKM yang mudah tepat cepat murah dan inklusif melalui kebijakan khusus berupa penyederhanaan syarat dan kriteria kelayakan UMKM untuk mendapatkan pembiayaan.
Karena itu lembaga keuangan didorong untuk melakukan inovasi pembiayaan berbasis karakteristik usaha debitur UMKM khususnya dalam membiayai sektor dengan mata Rantai nilai yang jelas dan berkesinambungan. Wujud keberpihakan OJK adalah melalui penerbitan peraturan POJK 19 Tahun 2025 Tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Ini juga secara tidak langsung sebagai upaya OJK dalam menumbuhkan ekosistem pembiayaan yang ramah terhadap sektor UMKM.
POJK 19 Tahun 2025 memberi ruang untuk percepatan Proses bisnis pembiayaan UMKM melalui Penerapan metode penilaian kredit alternatif yang didukung oleh kemajuan teknologi informasi. Langkah ini memungkinkan lembaga keuangan untuk melakukan analisis kredit sebagai proses penilaian kelayakan debitur dapat dilakukan lebih cepat akurat dan inklusif.
Dengan memanfaatkan data-data non tradisional seperti sejarah transaksi digital, perilaku pembayaran dan aktivitas perbankan online untuk menilai kelayakan kredit sektor UMKM. Bahkan lembaga keuangan dapat menggunakan informasi yang berasal dari media sosial untuk kelayakan sektor UMKM.
Artinya OJK memberikan ruang bagi lembaga keuangan memanfaatkan teknologi Big Data, Machine Learning maupun platform pembiayaan digital dalam rangka efisiensi dan efektivitas proses penilaian calon debitur.
Harapannya POJK ini mendukung efisiensi operasional lembaga keuangan serta mendorong inovasi untuk efisiensi operasi di lembaga keuangan bersangkutan. Di sisi lain ini akan memperluas akses pembiayaan bagi upah UMKM karena inovasi penggunaan data yang lebih luas inovasi inilah yang akan menjadi kunci bagi ditransformasi digital sektor keuangan yang pada gilirannya menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Yang menarik dari POJK 19 Tahun 2025 ini adalah dipersyaratkannya pengembangan SDM untuk mendukung lembaga keuangan dalam rangka implementasi strategis keberpihakan kepada sektor UMKM.
Pengembangan SDM menjadi aspek krusial karena akan menentukan efektivitas pembiayaan sektor UMKM ke depan. Program peningkatan kompetensi pegawai dilakukan minimal satu kali setiap tahun untuk mereka yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pembiayaan UMKM.
Ini merupakan bentuk investasi jangka panjang yang akan mendukung kinerja lembaga keuangan secara umum. Karena fokusnya adalah sektor UMKM maka keahlian dalam analisis pembiayaan sektor bisnis UMKM termasuk pemahaman karakteristik bisnis dari usaha mikro kecil menjadi kunci sukses. Selain itu manajemen risiko dan penerapan teknologi digital dalam proses kredit perlu juga menjadi perhatian utama.
Harapannya adalah dengan naiknya Kompetensi SDM, lembaga keuangan memiliki kemampuan analisisnya lebih tajam sehingga dapat melakukan penilaian pembiayaan secara tepat dan bahkan jika diperlukan dapat menjadi konsultan bagi UMKM untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Tentu saja bagi lembaga keuangan, kebijakan ini akan memberi kontribusi peningkatan kualitas portofolio pembiayaan serta mendorong inklusivitas lembaga keuangan. Bahkan kalau dikaitkan dengan Visi Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045 yang disebut Asta Cita maka ini adalah upaya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional inklusif dan berkelanjutan.
Aspek menarik lainnya yaitu diaturnya upaya peningkatan literasi keuangan dan perlindungan konsumen. Dua hal ini akan menjadi pondasi utama dalam memperkuat ekosistem pembiayaan UMKM yang sehat dan berkelanjutan. Kewajiban edukasi keuangan bagi pelaku UMKM merupakan perwujudan keberpihakan sektor keuangan untuk meningkatkan pengetahuan pelaku UMKM akan produk dan layanan keuangan termasuk bagaimana melakukan pengelolaan resiko serta memahami kewajiban dan hak sebagai nasabah debitur.
Harapannya adalah pelaku bisnis di sektor UMKM mampu mengelola modal keuangan secara efektif dan memanfaatkan fasilitas pembiayaan yang ada dengan bijak dan bertanggung jawab untuk mengembalikannya sesuai aturan perbankan dan juga prinsip religiusitas masyarakat.
Terkait dengan Perlindungan Konsumen maka para pelaku UMKM akan diperlakukan secara adil dan mendapatkan informasi yang transparan serta perlindungan keamanan data pribadinya. Kalau kedua hal ini dijalankan maka lembaga keuangan telah membantu memperkuat stabilitas dan integritas sistem keuangan nasional.
Tentu saja kebijakan OJK ini perlu juga didukung oleh stakeholder lain khususnya dari Kementerian UMKM.
Apalagi Kementerian UMKM sudah menetapkan Strategi Kementerian UMKM pada 2025-2009 berfokus pada digitalisasi, akses pembiayaan dan penguatan ekosistem bisnis untuk meningkatkan daya saing UMKM secara berkelanjutan. Perlu dicatat bahwa upaya memperkuat ekosistem UMKM yang inklusif dan berkelanjutan tidak hanya dari sisi pembiayaan. Diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan multisektor, khususnya lembaga yang secara konstitusional memiliki mandat dalam pengembangan UMKM.
Saat ini Data UMKM masih tersebar di 27 Kementerian dan Lembaga sehingga perlu dilakukan konsolidasi dan integrasi untuk Pemanfaatan dan Optimalisasi Data UMKM yang sudah ada dan menambah reliabilitas data UMKM kita.
Kolaborasi antara pemerintah, lembaga keuangan, asosiasi pelaku usaha, serta platform digital perlu diperkuat melalui pertukaran data UMKM secara terintegrasi. Sinergi ini akan meningkatkan akurasi profil dan potensi usaha, sekaligus membantu lembaga keuangan dalam melakukan profiling dan analisis kelayakan pembiayaan, sehingga dapat memperluas akses permodalan bagi pelaku UMKM secara lebih inklusif dan efisien.
Oleh: Abdul Mongid Ekonom Senior Segara Research Institute/Guru Besar FEB Universitas Negeri Surabaya





