Umbulharjo,REDAKSI17.COM – Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo menjadi narasumber dalam Peringatan Hari Ibu 2025 yang digelar BKKBN DIY pada Rabu (24/12). Kegiatan tersebut mengangkat tema Ibu Sehat dan Berdaya untuk Menciptakan Ketahanan Keluarga Menuju Indonesia Emas 2045.

Dalam kesempatan itu, Hasto menegaskan karakter dan perilaku individu merupakan fondasi utama dalam membangun keluarga yang berkualitas. Ia mengungkapkan, angka perceraian di Kota Yogyakarta masih tergolong tinggi dan menjadi persoalan serius yang perlu disikapi bersama.

“Di Kota Yogyakarta, dalam satu tahun hampir tujuh ratus pasangan suami istri bercerai, yang mengajukan gugatan sekitar seribu, dan yang diputus inkrah oleh Pengadilan Agama sekitar tujuh ratusan,” ungkap Hasto.

Para Perempuan yang merayakan Hari Ibu 2025 di BKKBN DIY.

Menurutnya, data tersebut belum sepenuhnya mencerminkan kondisi riil di masyarakat. Masih banyak keluarga yang tidak harmonis namun memilih bertahan tanpa mengajukan perceraian.

“Ini fenomena gunung es. Ada banyak keluarga yang sebenarnya tidak sehat, tetapi tidak tercatat dalam statistik perceraian,” ujarnya.

Hasto juga menyoroti bahwa sekitar 75 persen gugatan perceraian diajukan oleh pihak perempuan. Fakta tersebut, lanjutnya, perlu dibaca secara objektif sebagai indikator adanya persoalan serius dalam relasi rumah tangga, terutama terkait komunikasi, tanggung jawab, dan kedewasaan pasangan.

“Karena membina keluarga yang harmonis, sehat, dan bahagia harus dibarengi dengan kemapanan individu, terutama dari segi kedewasaan. Ketika ada konflik, semestinya bisa diselesaikan secara bijak dan solutif, bukan saling menyalahkan,” kata Hasto.

Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo berdialog dengan peserta.

Ia kemudian menyinggung rekomendasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terkait usia ideal menikah, yakni laki-laki minimal 25 tahun dan perempuan 21 tahun. Menurutnya, ketentuan tersebut bukan untuk membatasi hak menikah, melainkan sebagai upaya membangun kesiapan individu sebelum memasuki kehidupan berkeluarga.

“Usia itu mencerminkan kematangan biologis, psikologis, dan sosial-ekonomi. Perempuan di usia 21 tahun dinilai lebih siap secara kesehatan reproduksi, sementara laki-laki di usia 25 tahun umumnya lebih stabil secara fisik dan ekonomi,” jelasnya.

Lebih lanjut, Hasto menambahkan, pendewasaan usia perkawinan menjadi instrumen penting untuk mencegah perkawinan anak yang berdampak pada tingginya angka putus sekolah, kemiskinan antargenerasi, stunting, hingga perceraian. Kebijakan tersebut sejalan dengan program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) yang dicanangkan BKKBN.

“Intinya, keluarga itu tidak mudah dibangun. Tidak gampang menjaga keharmonisan jika masing-masing belum matang secara emosi dan tanggung jawab. Ketahanan keluarga dimulai dari individu yang siap,” pungkasnya.

Melalui peringatan Hari Ibu ini, Hasto berharap para ibu semakin berdaya, memiliki kesadaran akan pentingnya kesehatan fisik dan mental, serta mampu menjadi agen perubahan dalam membangun keluarga yang kuat dan berkualitas menuju Indonesia Emas 2045.