Home / Politik / PKS Dorong Percepatan Pengesahan RUU PPRT Demi Kepastian Hukum Pekerja Rumah Tangga

PKS Dorong Percepatan Pengesahan RUU PPRT Demi Kepastian Hukum Pekerja Rumah Tangga

Jakarta,REDAKSI17.COM — Anggota Badan Legislasi DPR RI Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah, menegaskan pentingnya mempercepat proses pengesahan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang mulai dibahas sejak hampir dua dekade lalu.

Menurutnya, percepatan ini akan memberikan kepastian payung hukum bagi seluruh pihak yang terlibat, mulai dari pekerja rumah tangga, penyalur, hingga pengguna jasa.

“Kalau sekarang kita bisa membahasnya dengan cepat, sebetulnya akhir tahun pun sudah bisa selesai,” ujar Ledia Hanifa.

Namun memang, jelas Ledia dalam penyusunan Undang-Undang tetap harus mengikuti kaidah yang benar, termasuk meminta masukan dari berbagai pemangku kepentingan terkait.

“Selain meminta masukan dari berbagai elemen masyarakat, kami juga berkoordinasi dengan lintas kementerian. Kemarin ini kami berdiskusi dengan Kemendikdasmen dan Kemenaker karena dalam RUU PRT ini memang ada irisan-irisan permasalahan.

Misalnya para PRT ini kan juga harus melakukan upgrading skill, itu bagaimana. Lalu, apakah pekerja paruh waktu kerumahtanggaan bisa masuk dalam kategori sebagai PRT, juga persoalan perjanjian kerja, jaminan sosial dan lain-lain,” jelasnya.

Ledia menjelaskan bahwa percepatan pengesahan RUU PPRT penting untuk memastikan pekerja rumah tangga memiliki kepastian hukum dan pelindungan yang memadai.

Tak hanya itu, regulasi ini juga akan memberikan landasan yang jelas bagi pemerintah untuk melakukan pembinaan dan pengawasan serta memastikan hubungan kerja antara pemberi kerja dan pekerja rumah tangga berlangsung lebih adil.

“Selain soal PRT dan pemberi kerja, RUU ini juga berkaitan dengan P3RT (Perusahaan Penyalur Pekerja Rumah Tangga).

Itu juga termasuk yang harus kita pertimbangkan karena kasus-kasus yang terjadi belum tentu langsung antara pemberi kerja dengan PRT-nya. Bisa jadi antara pemberi kerja dengan P3RT atau PRT dengan P3RT,” tambahnya.

Ledia yang juga anggota Komisi X kemudian menceritakan beberapa kasus yang sempat diterima yang berkaitan dengan P3RT.

Misalnya saja ada P3RT yang meminta kepada pemberi kerja untuk tidak memberi tahu PRT berapa sebenarnya gaji yang didapat, karena akan dipotong pihak P3RT. Ada pula P3RT yang mendorong PRT untuk berhenti di masa percobaan, sehingga pemberi kerja harus mengambil PRT baru yang berarti membayar administrasi baru.

“Kadang-kadang pula P3RT itu memberikan jaminan kepada pemberi kerja. Ini udah punya pengalaman ABCD, tapi ternyata sebetulnya PRT tidak berpengalaman dan mereka sebagai penyalur tidak memberikan pelatihan. Bab-bab ini kemudian jadi agak panjang didiskusikan, maka harus ada langkah-langkah yang kita pastikan bahwa calon PRT dan PRT-nya selalu ada upgrading. Upgrading -nya berkaitan dengan keterampilan mereka. Siapa dan bagaimana upgrading, ini termasuk yang kita diskusikan lewat lintas kementerian,” tambahnya.

RUU PPRT mulai dibahas pada tahun 2009. Sejumlah organisasi masyarakat sipil juga telah lama aktif mengadvokasi pengesahan regulasi ini.

Namun, prosesnya sempat tertunda beberapa kali karena pembahasan belum kunjung usai hingga pergantian masa bakti anggota DPR RI.

Itu sebabnya masyarakat terus mendorong DPR mempercepat langkah agar RUU ini dapat segera berlaku.

Terakhir, Ledia ini mengajak semua pihak, termasuk media dan masyarakat, dalam mengawal proses pengesahan RUU PPRT agar tidak kembali tertunda.

Ledia menyatakan keyakinannya bahwa regulasi ini berangkat dari niat baik untuk memberikan payung hukum bagi semua pihak yang termasuk dalam kelompok rentan.

“Saya percaya RUU ini berangkat dari niat yang baik untuk masyarakat maka dari itu harus segera dilaksanakan. Kami komit supaya bisa segera diselesaikan,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *