Oleh Machradin Wahyudi Ritonga
Partai Persatuan Pembangunan membuka peluang bagi tokoh luar agar bisa memimpin partai berlambang Kabah ini. Alasannya, PPP tidak butuh pemimpin biasa, tetapi sosok ”Superman” yang bisa mendongkrak elektabilitas partai. Namun, apakah ini bisa menjadi strategi untuk mendongkrak elektabilitas PPP dan mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat?
Rencana untuk mengajak tokoh luar partai ini beberapa kali disampaikan oleh Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad Romahurmuziy. Rencana ini juga kembali disampaikannya saat dikonfirmasi dari Jakarta, Minggu (29/6/2025).
Dia menyebut PPP masih tetap membuka peluang tersebut menjelang muktamar yang, menurut rencana, dilaksanakan September 2025. ”Tidak ada yang berubah. Saya menangkap kader-kader PPP sudah tidak mempersoalkan lagi internal atau eksternal,” ungkap elite PPP yang akrab dipanggil Rommy ini.
Menurut Rommy, tokoh luar yang masih dalam pembicaraan partai adalah penasihat khusus Presiden Prabowo Subianto, Dudung Abdurachman, dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Sebelum menjadi penasihat, Dudung merupakan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat.
Sebagai senior di DPP, saya memberikan gambaran siapa saja yang saya hitung mampu membawa PPP kembali ke Senayan. Ini butuh sosok ”Superman”, bukan pemimpin yang biasa-biasa saja.
:quality(80):watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2023/12/28/86da8117-3cf9-448a-8646-8bb5a05ad274_jpg.jpg)
Sementara itu, dari tokoh internal terdapat beberapa tokoh yang berpeluang mendapatkan kursi nomor satu di PPP ini. Rommy menyebut, antara lain, Sandiaga Uno, Taj Yasin Maimoen atau Gus Yasin, dan Sekretaris Jenderal PPP Arwani Thomafi.
”Pembicaraan para kader masih seputar tokoh-tokoh ini. Tapi, dinamika masih terus berjalan,” tutur Rommy.
Menurut Rommy, peluang bagi tokoh luar untuk memimpin PPP ini dibuka untuk menjawab tantangan dalam menghadapi Pemilu 2029. Apalagi, partai ini tidak memiliki perwakilan dalam DPR karena tidak mencapai ambang batas dalam Pemilu 2024.
Dalam pemilu tersebut, PPP hanya mendapatkan 5,87 juta suara atau setara 3,87 persen dari total suara sah. Angka ini hanya terpaut kurang sekitar 0,13 persen dari ambang batas parlemen yang berlaku dalam pemilu tersebut, yakni di angka 4 persen.
:quality(80):watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2024/03/03/b25dc588-4b5f-4e95-8d06-77744aa838e6_png.png)
Sosok ”Superman”
Rommy mengakui, untuk mencapai hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Apalagi, saat ini dia menilai PPP perlu sosok dengan pengaruh yang kuat sehingga mampu membawa partai ini kembali mendapatkan kursi di DPR.
”Sebagai senior di DPP, saya memberikan gambaran siapa saja yang saya hitung mampu membawa PPP kembali ke Senayan. Ini butuh sosok ’Superman’, bukan pemimpin yang biasa-biasa saja,” kata Rommy.
Namun, rencana ini masih belum mendapatkan keputusan bulat di dalam tubuh PPP. Rommy mengakui, sejumlah pihak masih loyal kepada Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono. Dia menyebut sejumlah daerah, seperti DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, dan Papua Raya yang menjadi loyalis untuk ketua umum yang sedang menjabat.
Meski demikian, Rommy tidak mempermasalahkan adanya pilihan lain tersebut. Dia menilai perbedaan pilihan itu menjadi dinamika di dalam tubuh partai yang terus berjalan.
:quality(80):watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2023/06/14/491854fd-42b9-41f5-9ec6-85266398498a_jpg.jpg)
”Sejak dulu memang fatsun (etika) DKI Jakarta, NTT, dan Papua Raya adalah loyalis ketua umum yang sedang menjabat. Itu adalah hak mereka. Jadi, dinamika masih berjalan,” kata Rommy.
Mardiono diangkat awal September 2022 menggantikan Suharso Monoarfa yang dilengserkan. Hal ini menyusul protes dari sejumlah kader dan simpatisan PPP yang tidak puas terhadap kepemimpinan Suharso yang berujung pada unjuk rasa.
Dukungan terhadap Mardiono ini juga sempat disinggung Juru Bicara PPP Usman Tokan. Dia menyebut dukungan ini mengemuka dari berbagai forum formal partai, seperti mukerwil. Salah satunya dari mukerwil di NTT, Mei 2025.
”Dari setiap mukerwil itu rata-rata pernyataan mereka memberikan dukungan kepada Pak Mardiono untuk maju menjadi calon ketua umum,” kata Usman (Kompas, 3/6/2025).
:quality(80):watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2024/01/27/a2373f5d-b75d-4ecd-bb7a-7e36a4067c6c_jpeg.jpg)
Menurut Usman, wacana ini berbeda dengan usulan Rommy yang masih belum lahir dari mekanisme resmi partai. Namun, dia mengakui usulan dari eksternal ini tidak tertutup karena perubahan aturan dalam Muktamar X mungkin saja dilakukan jika peserta menghendakinya.
”Manakala muktamirin menghendaki adanya unsur luar yang masuk ke dalam, ya, bisa saja terjadi. Tetapi, agak repot, ya, karena ada pertanyaan muncul di kader-kader itu. Waktu pemilu berdarah-darah, yang calon ketua umum dari eksternal ada di mana?” kata Usman.
Fokus internal
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, berpendapat strategi PPP untuk menggaet pihak luar demi mendongkrak elektabilitas adalah hal yang wajar. Namun, hal tersebut perlu diikuti dengan perbaikan di tingkat internal.
Firman mencontohkan saat Sandiaga Uno bergabung ke dalam PPP. Namun, itu belum meningkatkan elektabilitas sehingga PPP tidak menembus Senayan di periode 2024-2029. Oleh karena itu, tidak hanya tokoh yang didatangkan, tetapi bagaimana tim di dalamnya bisa berjalan dengan baik.
:quality(80):watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2024/01/27/ee21800b-0d03-49dc-9044-993e1a8b176a_jpeg.jpg)
”Pak Sandiaga itu lumayan membantu, tetapi masih belum menolong juga. Kalau memang pilihannya adalah tetap menghadirkan tokoh luar, ini harus di-back up oleh satu tim yang memang tahu what to do, apa yang harus dilakukan,” ungkap Firman.
Menurut Firman, figur luar partai juga pasti bakal mengalkulasi peluang yang mereka dapatkan jika bergabung ke dalam parpol, dalam hal ini PPP. Jika kekuatan internal partai tidak solid, lanjutnya, maka keberadaan pihak luar itu sendiri juga tidak menjamin tujuan tersebut tercapai.
”Publik-publik figur ini bukan sesuatu yang pasif, ya. Ketika memutuskan untuk bergabung, mereka akan sangat berhitung dan melihat pemetaannya. Jadi, mereka tidak datang dengan sendirinya,” kata Firman.
Oleh karena itu, muktamar ini seharusnya menjadi momentum bagi perbaikan internal PPP. Firman melanjutkan, pembenahan ini dilakukan dengan memperbaiki lagi basis-basis partai karena selama ini kaderisasi PPP masih dianggap lemah.
:quality(80):watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https://cdn-dam.kompas.id/photo/ori/2023/02/18/0912b211-a103-4422-beb8-fdbd2778cda4.jpg)
”Kaderisasi PPP ini termasuk yang lemah sehingga tidak bisa membangun ideologisasi dan akhirnya militansi partai tidak terbentuk. Bagi partai, ini bukan hal yang baik karena militansi ini menentukan kerja-kerja partai,” kata Firman.
Untuk memandang ke depan, PPP perlu berbenah dan memperbaiki partai agar bisa kembali menarik hati masyarakat. Partai berlambang Kabah ini bisa saja mencari ”Superman” untuk menerbangkan mereka kembali ke ”Senayan”, tetapi harus diiringi dengan kekuatan partai yang solid dan mampu bertahan.