Indonesia, bahkan sejak 1952/ 1957 hingga saat ini, Partai Golkar memiliki akar ideologis, philoshopisch, sosiologis dan historis panjang dalam dinamika kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia.
II BPUPK 10-17 Juli 1945; Ketua Tim Perancang UUD; Proklamator RI bersama Moh Hatta, Ketua PPKI (Wakil Ketua PPKI Moh Hatta) dan; Soekarno menjadi Presiden Pertama RI dan Moh Hatta Wakil Presiden Pertama RI, yang dipilih secara Aklamasi oleh PPKI sebagai badan pendiri negara (A.B Koesoema: 2013).
Pidato Soekarno 1 Juni 1945 tentang Pancasila adalah puncak maha-karya intelektual dan ideologis Soekarno Tahap I sepanjang 1926-1945 (DBR; Jilid I, 1963). “Konsepsi- materiil” Pancasila itu disampaikan Soekarno, yang intisari pokoknya adalah: Gotong-Royong merupakan sumber “konsepsi materiil” dari Asas, Ciri Khusus dan Doktrin Sekber Golkar sebagai bagian dari Revolusi Fungsionil yang digagas Sukarno dan dijabarkan oleh Moh Yamin, Roeslan Abdulgani, J.K. Tumakaka, Brigjen Djuhartono, Imam Pratignyo dan lain-lainnya antara lain dalam Seminar Pancasila 10-17 Februari 1959 di Yogyakarta.
Dalam konteks itu secara konstitusional, keberadaan golongan-golongan fungsional, terlahir dari “rahim” UUD negara RI, ialah UUD 1945 asli. Pancasila suatu hogger op trakking setingkat lebih tinggi dari pada idologi-ideologi lain di dunia ini (Soekarno: 1960).
Dalam Dewan Nasional RI, yang didirikan Presiden Sukarno 1952 untuk mengimbangi Kabinet RI yang berorientasi pada “politik-dagang sapi” era demokrasi liberal “diakomodasi-lah” kelompok golongan fungsional yang tersinggkir, karena berlakunya Konstitusi RIS dan UUDS 1950 serta tidak berlakunya lagi UUD 1945 pada tanggal 27 Desember 1949, dimana unsur golongan-golongan itu, tersingkir.
Dalam Dewan itu, ditetapkan kriteria dan pengelompokan golongan fungsional yang merupakan “cikal-bakal” Sekber Golkar. Pada 21 Februari 1957 Pukul 20.05 melalui RRI, Presiden Sukarno mengumumkan “Konsepsi Presiden” yang mengkritik habis sistem demokrasi liberal dan membangun konsep baru untuk Indonesia berkepribadian dengan semangat Gotong Royong. Salah satu implementasi dari Konsepsi Presiden tersebut di bidang politik, adalah konsolidasi golongan-golongan fungsional mulai 1952 hingga menjadi Sekber Golkar 20 Oktober 1964 dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menetapkan RI meninggalkan UUDS 1950 dan kembali ke UUD 1945, pembentukan DPRGR/MPRS dan DPAS, yang diisi golongan-golongan fungsional, pada 20 Oktober 1964 didekalerasikan menjadi Sekber Golkar.
Kemudian di dalam Feith (1995) dikonstrukan sistem Demokrasi Terpimpin dimana keberadaan golongan fungsional itu, dimasukkan secara resmi ke dalam DPRGR dan MPRS berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945, khususnya pasca dibubarkannya Maysumi dengan Keppres No. 200 tahun 1960 dan PSI dengan Keppres No. 201 tahun 1960 sebagai pelaksanaan Penpres No. 7 tahun 1959 tentang Syarat-Syarat Penyederhanaan Kepartaian. Konstruksi sistem Demokrasi Terpimpin terdiri atas badan-badan eksekutif dan pertimbangan; badan-badan perwakilan/permusyawaratan dan; organisasi massa (Feith: 1995).
Sejak itulah golongan fungsional di dalam level masyarakat-pun terus dikonsolidasikan sejalan dengan pengkonsolidasian-nya dalam struktur negara hingga pada level masyarakat lahir Kosgoro, MKGR, Soksi, Gakari dan lain-lainnya, yang dideklarasikan 20 Oktober 1964 sebagai Sekber Golkar. Deklarasi itu oleh beberapa Deklarator Utama selain Deklarator lainnya, yaitu: JK Tumakaka, Brigjen Djuhartono dan Drs. Imam Pratignyo. Sekber Golkar menjadi Anggota Front Nasional yang didirikan lebih dulu dengan Perpres No. 13 tahun 1959 tentang Front Nasional pada 31 Desember 1959.
Ketua Umum Front Nasional adalah Pemimpin Besar Revolusi Indonesia (PBR) / Presiden Soekarno dan Sekjen Front Nasional, adalah JK Tumakaka merangkap Menteri Negara RI.
Sedangkan Ketua Umum Sekber Golkar yang Pertama adalah Brigjen Djuhartono (seorang perwira tinggi Soekarnois dan Ketua Tim Penyususn Buku “Wejangan-Wejangan Revolusi” BungKarno) menjadi Wasekjen I