Mbah Guno merupakan seniman kelahiran Kebumen 3 Desember 1927. Pada tahun 1950 ia pindah ke Yogyakarta dan tinggal menetap di Wijilan hingga akhir hayatnya.
Tahun 1956, ia menjadi juara pertama lomba lawak tingkat nasional dan sekaligus melejitkan namanya. Namun, keputusan yang sangat kontroversial sempat dilakukannya saat menolak hidup di Jakarta untuk mengembangkan karier melawaknya.
“Bapak memilih di Yogyakarta saja daripada harus pindah ke Jakarta. Itu pilihan beliau saat itu, karena kalau ke Jakarta takut kehidupannya berubah, lupa sama sederhanannya hidup di Yogya, ya sudah tak pernah mau pindah dari Yogya sampai akhir hayat,” ungkap Novi Gunarsanti, puteri kesembilan almarhum Mbah Guno.
Di Yogyakarta, karir melawak Mbah Guno tetap terus berjalan dengan terus eksisnya seniman satu ini dari panggung ke panggung. Hampir semua wilayah pulau Jawa serta Kalimantan dan Sumatera pernah dikunjunginya untuk pentas menampilkan banyolan lucu khas Mbah Guno.
Ilmu melawak Mbah Guno tak lagi diragukan oleh pelawak-pelawak muda yang kemudian mencari ilmu padanya. Nama-nama seperti almarhum Bagyo pun pernah berguru melawak pada Mbah Guno ini pada masa mudanya dahulu.
Di sisi lain, bakat berkesenian juga terus diasah Mbah Guno seperti keroncong, pedalangan dan macapat. Bahkan pada 1988-2000 ia didapuk menjadi dosen lawak pertama di Institut Seni Indonesia (ISI).
Hingga masa-masa akhirnya, Mbah Guno juga menulis beberapa buku diantaranya Dasar-Dasar Melawak yang juga menjadi buku pegangan di ISI Yogyakarta serta rajin menghadiri seminar-seminar lawak. Terakhir, Mbah Guno mengisi siaran radio bertajuk Obrolan Bersama Mbah Guno yang juga menjadi acara terakhirnya sebelum jatuh sakit.
Pelawak legendaris Yogyakarta KRT Soesanto Guno Prawiro atau yang kerap di sapa Mbah Guno tutup usia Rabu (15/06/2016) pagi pukul 08.30 WIB di usia 88 tahun.





