Jakarta,REDAKSI17.COM – Presiden Rusia Vladimir Putin dan juga juga pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sudah pernah dijalani menandatangani pakta yang mana yang mencakup klausul yang mana mana mengharuskan negara-negara yang digunakan untuk saling membantu jika salah satu dari merek diserang.
Dimasukkannya klausul pertahanan bersama dalam kemitraan strategis komprehensif mereka, yang dimaksud digambarkan Kim sebagai “aliansi”, akan menambah kegelisahan negara-negara barat atas meningkatnya hubungan dunia usaha serta militer antara Korea Utara dan juga juga Rusia. Kesepakatan itu diselesaikan pada Rabu (19/6/2024) setelah pembicaraan berjam-jam di tempat tempat ibu kota Korea Utara, Pyongyang.
Pakta yang tersebut juga memperbesar kegelisahan negara-negara Barat mengenai kemungkinan bantuan Rusia untuk program rudal atau nuklir Korea Utara.
NBC News melaporkan bahwa para pejabat intelijen Amerika Serikat (AS) yakin Putin memberi Korea Utara teknologi kapal selam nuklir serta rudal balistik sebagai imbalan atas senjata untuk perangnya di tempat tempat Ukraina.
Mengutip enam pejabat senior AS, jaringan berita AS mengatakan pemerintahan Biden khawatir Rusia mungkin membantu Korea Utara menyelesaikan langkah-langkah akhir yang mana digunakan diperlukan untuk mengerahkan kapal selam pertamanya yang tersebut digunakan mampu meluncurkan rudal bersenjata nuklir.
Belum jelas apakah dukungan Rusia terhadap rudal balistik akan menunjukkan rudal balistik antarbenua (ICBM) yang digunakan digunakan mampu mencapai daratan Amerika Serikat, atau rudal balistik jarak pendek yang tersebut hal itu menurut laporan Korea Utara telah lama dilaksanakan disuplai ke Rusia selama perang kemudian juga dapat digunakan dalam perang jika terjadi konflik skala besar dengan Korea Selatan.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg sudah terjadi menyatakan kekhawatirannya sebelum pertemuan puncak.
“Kami tentu juga prihatin dengan kemungkinan dukungan yang tersebut yang diberikan Rusia kepada Korea Utara dalam menyokong program rudal kemudian nuklir mereka,” katanya, dilansir The Guardian.
Pejabat tinggi pengawasan senjata AS, Wakil Menteri Luar Negeri Bonnie Jenkins, mengatakan dia yakin Korea Utara tertarik untuk memperoleh pesawat tempur, rudal permukaan-ke-udara, kendaraan lapis baja, peralatan atau unsur produksi rudal balistik, lalu teknologi canggih lainnya dari Rusia.
Perubahan Kebijakan
Para ahli mengatakan bantuan langsung untuk program senjata rezim Korea Utara akan menandai perubahan signifikan dalam kebijakan Rusia sejak berakhirnya perang dingin, yang dimaksud digunakan sebagian didorong oleh kebutuhan medan perang di dalam dalam Ukraina.
James Acton, salah satu direktur program kebijakan nuklir dalam tempat Carnegie Endowment for International Peace, mengatakan: “Gambaran besarnya adalah seberapa besar Rusia mengevaluasi kembali kepentingannya terhadap Korea Utara yang digunakan mempunyai senjata nuklir.”
Rusia mungkin memandang Korea Utara yang dimaksud digunakan memiliki senjata nuklir sebagai sebuah “fait accompli”, katanya, lalu telah dilakukan terjadi beralih dari kebijakan yang digunakan mana dengan enggan menentang proliferasi bersama Amerika Serikat menjadi menerima kemudian melindungi rezim yang disebut dengan imbalan bantuan material yang dimaksud sangat dibutuhkan dalam perang di area area Ukraina.
Acton mengatakan Rusia mungkin masih belum siap untuk memberikan dukungan langsung terhadap program nuklir Korea Utara, serta tambahan cenderung membantu program rudal atau kapal selam Korea Utara.
Alexander Gabuev, direktur Carnegie Russia Eurasia Center, mengatakan: “Yang penting sebenarnya adalah bantuan untuk program luar angkasa juga program rudal jika hal itu terjadi, serta hal itu mempunyai hubungan langsung dengan hambatan nuklir. Ini bukan tentang perangkat itu sendiri, tetapi tentang cara pengirimannya. Di sinilah Korea Utara memerlukan banyak keahlian lalu juga bantuan.”
Perjanjian Terkuat
Baik Rusia maupun Korea Utara tiada mempublikasikan teks perjanjian keamanan tersebut. Belum jelas bentuk dukungan apa yang dimaksud mana akan diberikan, lalu cuma sedikit rincian perjanjian yang tersebut dimaksud dipublikasikan.
“Perjanjian kemitraan komprehensif yang dimaksud digunakan ditandatangani hari ini memberikan, antara lain, bantuan timbal balik jika terjadi agresi terhadap salah satu pihak dalam perjanjian ini,” kata Putin seperti dikutip kantor berita negara Rusia, Tass.
Putin kemudian menggambarkan perjanjian yang dimaksud disebut sebagai “defensif”, dengan alasan hak Korea Utara untuk membela diri. Dia menambahkan bahwa Rusia tidaklah akan mengesampingkan peningkatan kerja identik teknis militer dengan Korea Utara.
Kim, berbicara setelah upacara penandatanganan, menyebut perjanjian itu sebagai “perjanjian terkuat yang digunakan yang disebut pernah ditandatangani antara kedua negara,” serta meningkatkan hubungan merekan ke “tingkat aliansi yang mana mana lebih tinggi banyak tinggi”.
Pakta yang disebut akan mengarah pada kerja serupa politik, kegiatan ekonomi juga militer yang digunakan dimaksud tambahan banyak erat, katanya, seraya memuji perjanjian hal itu sebagai “mempercepat penciptaan dunia multipolar baru”.
Kunjungan Putin diawasi dengan ketat oleh AS juga Korea Selatan dalam tengah kecemasan bahwa peningkatan kerja identik militer antara negara-negara yang mana terisolasi juga terkena sanksi dapat meningkatkan upaya perang Kremlin dalam Ukraina lalu menambah ketegangan di tempat tempat semenanjung Korea.
Di Washington, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan kunjungan Putin menyoroti upaya Rusia, “dalam keputusasaan, untuk mengembangkan lalu memperkuat hubungan dengan negara-negara yang dimaksud dimaksud dapat menyediakan apa yang tersebut dimaksud dibutuhkannya untuk melanjutkan perang agresi yang mana dimaksud dimulai terhadap Ukraina”.
“Korea Utara menyediakan amunisi dalam jumlah agregat agregat besar kepada Rusia… lalu senjata lainnya untuk digunakan dalam Ukraina. Iran telah lama terjadi menyediakan persenjataan, termasuk drone, yang mana mana sudah digunakan untuk menyerang warga sipil dan juga juga infrastruktur sipil,” kata Blinken.
September lalu, saat pertemuan puncak dengan Putin pada Vladivostok, Kim diyakini sudah setuju untuk memasok rudal juga persenjataan lainnya untuk digunakan oleh pasukan Rusia pada Ukraina. Sebagai imbalannya, Rusia akan memberikan bantuan pangan juga energi serta membantu program luar angkasa Korea Utara.