Home / Daerah / Rekor MURI Tercipta di Kulon Progo, 1.474 Pemanah Duduk Bersila di Gladhen Ageng Jemparingan 2025

Rekor MURI Tercipta di Kulon Progo, 1.474 Pemanah Duduk Bersila di Gladhen Ageng Jemparingan 2025

 

Kulon Progo,REDAKSI17.COM — Suasana Alun-Alun Wates dipenuhi semangat oleh ribuan pemanah tradisional dari berbagai daerah di Indonesia, Minggu (26/10/2025). Dalam semangat Hari Jadi Kulon Progo ke-74, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo menggelar Gladhen Ageng Jemparingan 2025, sebuah ajang panahan tradisional yang tak hanya memecahkan rekor, tapi juga menggetarkan hati para pecinta budaya.

Kegiatan ini diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Kulon Progo dengan dukungan Dana Keistimewaan DIY Tahun 2025. Tahun ini menjadi istimewa karena jumlah peserta mencapai 1.474 peserta dari 166 paguyuban jemparingan se-Indonesia, memecahkan Rekor MURI untuk kategori peserta terbanyak dalam sejarah Jemparingan.

Jemparingan lahir dari tradisi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat di masa Sri Sultan Hamengkubuwono I (1755–1792), yang menanamkan nilai kesatria kepada rakyatnya melalui olahraga panahan. Kini, tradisi tersebut menjadi kebanggaan nasional dan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia sejak 21 Februari 2024.

Berbeda dengan panahan modern, Jemparingan dilakukan dengan posisi duduk bersila, tanpa membidik dengan mata, melainkan dengan rasa, sejalan dengan filosofi “pamenthanging gandewa, pamanthenging cipta”, ketepatan lahir dari kejernihan hati dan pikiran.

“Gladhen Ageng Jemparingan bukan hanya ajang olahraga, tetapi ruang bagi masyarakat untuk menyatu dengan nilai-nilai budaya kita. Dari sinilah kita belajar sabar, konsentrasi, dan kebersamaan. Ini adalah budaya rakyat yang tumbuh dari tanah kita sendiri,” ujar Sutarman, S.STP., M.Eng , Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata Kulon Progo.

Selain sebagai ajang budaya, Gladhen Ageng Jemparingan juga diharapkan mampu menggerakkan ekonomi rakyat. Ribuan peserta dan pengunjung membawa dampak positif bagi pelaku UMKM, pedagang kecil, hingga penginapan di sekitar Alun-Alun Wates.

“Kita ingin budaya tidak hanya dilestarikan, tapi juga menyejahterakan masyarakat,” tambah Sutarman.

Dalam laporannya, Sutarman juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung, termasuk Bupati Kulon Progo Dr. R. Agung Setyawan, ST, M.Sc, MM, jajaran Forkopimda, Paniradyapati Kaistimewan DIY, dan seluruh paguyuban jemparingan.

“Melalui kegiatan ini, kami ingin menunjukkan bahwa budaya bukan sekadar peninggalan masa lalu, tetapi sumber inspirasi dan kekuatan rakyat untuk masa depan,” pungkas Sutarman.

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Kulon Progo, Aris Syarifuddin, yang hadir sekaligus membuka acara secara resmi, menegaskan bahwa jemparingan bukan sekadar perlombaan panahan, tetapi cerminan falsafah hidup masyarakat Jawa.

“Acara hari ini bukan hanya perlombaan memanah tradisional, melainkan wujud nyata pelestarian budaya adi luhung, warisan para leluhur kita. Jemparingan mengajarkan tentang ketenangan, ketepatan, kesabaran, dan pengendalian diri. Nilai-nilai yang sangat relevan dalam kehidupan berbangsa, juga dalam tugas pemerintahan dan kebijakan publik,” ungkapnya.

Aris juga memberikan apresiasi kepada seluruh komunitas jemparingan dan pelaku budaya yang konsisten menjaga tradisi ini agar tetap hidup dan dicintai oleh generasi muda.

“Kemajuan tidak hanya diukur dari infrastruktur, tapi dari seberapa kuat jati diri budaya rakyatnya,” tambahnya.

Gladhen Ageng Jemparingan Tahun 2025 dibuka secara simbolis oleh Ketua DPRD Kulon Progo Aris Syarifuddin didampingi  Komandan Kodim 0731/Kulon Progo Letkol Inf Dyan Niti Sukma, Plt Kepala Dinas Pariwisata Sutarman, S.STP., M.Eng , Dewan Kebudayaan Kabupaten Kulon Progo M. Wasiludin, epala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Pratiwi Ngasaratun, S.IP., S.PSI., M.SC., perwakilan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), Sri Widayati untuk melakukan prosesi menjemparing bersama.

Semangat pelestarian juga datang dari para peserta. Salah satunya Vinsa, pemanah asal Kota Yogyakarta yang telah tiga kali mengikuti ajang ini.

“Gladhen Hageng Jemparingan ini agenda tahunan yang sangat dinantikan oleh pemanah di seluruh Indonesia. Harapannya kegiatan ini jangan sampai berhenti, terus diadakan setiap tahun,” ujarnya.

Perwakilan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), Sri Widayati, secara resmi menyerahkan piagam penghargaan kepada Bupati Kulon Progo, Dr. R. Agung Setiawan, ST, MSc, MM, selaku pemrakarsa kegiatan.

Ia menjelaskan, MURI sebelumnya telah mencatat rekor jemparingan peserta terbanyak sebanyak 371 peserta yang diselenggarakan oleh Balai Pemuda dan Olahraga DIY pada 1 September 2013.

“Maka, Gladhen Jemparingan 2025 resmi tercatat sebagai Rekor Dunia MURI ke-12.476, karena tidak hanya memecahkan jumlah peserta, tapi juga mengangkat kearifan lokal sebagai identitas budaya. Kami harap prestasi ini semakin memperkuat pelestarian budaya sekaligus mendukung pariwisata daerah,” tutur Sri Widayati.

Dalam sambutannya, Bupati Kulon Progo, Dr. R. Agung Setiawan, ST, MSc, MM, menyampaikan rasa syukur dan apresiasi yang mendalam kepada seluruh peserta jemparingan dari berbagai daerah di Indonesia.

“Saya sampaikan terima kasih atas atensinya, atas perannya, sehingga upaya pencapaian rekor MURI dalam pelestarian budaya jemparingan ini bisa terlaksana dengan baik. Alhamdulillah, rekor MURI dalam pelestarian budaya panahan tradisional jemparingan berhasil kita raih bersama pada kesempatan hari ini,” ungkapnya.

Agung menegaskan bahwa kegiatan ini tidak hanya sebagai lomba, tetapi juga simbol persatuan bangsa melalui budaya.

“Saya memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada para atlet yang telah meluangkan waktunya, memberikan kontribusi positif bagi pelestarian budaya yang sangat adi luhung ini.

Saya bersyukur, kegiatan ini menjadi event pemersatu bangsa. Saya sangat bangga atas peran Ibu, Bapak dari seluruh Indonesia dalam melestarikan budaya panahan tradisional jemparingan,” tutur Agung.

Usai sambutan, Agung menerima piagam penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai bentuk pengakuan atas pencapaian luar biasa tersebut.

Ribuan anak panah yang melesat di Alun-Alun Wates menjadi saksi semangat kebersamaan dan tekad pelestarian budaya yang tumbuh. Gladhen Ageng Jemparingan 2025 bukan semata peristiwa pemecahan rekor, melainkan wujud nyata bahwa warisan budaya akan terus hidup dan mengakar kuat selama dijaga, dihargai, dan diteruskan oleh generasi penerus bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *