American Nightmare terdiri dari tiga episode yang digunakan menceritakan penculikan Denise Huskins, yang tersebut mana dia punya pacar bernama Aaron Quinn. Sialnya, mereka malah didakwa telah lama menciptakan tipuan yang dimaksud rumit, mirip dengan alur cerita dalam novel karya Gillian Flynn berjudul “Gone Girl” yang tersebut sudah difilmkan.
Hingga akhirnya, suatu ketika, ada kasus penculikan lagi yang tersebut dikerjakan oleh Matthew Muller. Singkat cerita Matthew Muller digrebek polisi kemudian ditangkap. Ironisnya, dari penggerebekan itu, ditemukan mobil yang digunakan ciri-cirinya persis seperti pada kisah kasus penculikan yang tersebut dialami Denise Huskins. Akhirnya terungkap sudah, Denise Huskins benar-benar diculik, artinya nggak berbohong.
Namun, meskipun sudah tertangkap, masih hanya ada banyak pertanyaan yang digunakan mengitari cerita ini, terutama terkait alasan penculik melepaskan Denise Huskins juga mengungkapkan bahwa target sebenarnya adalah mantan tunangan Aaron Quinn, yaitu Andrea. Gila, sih, mind blowing banget!
Ulasan:
Dokumenter ini benar-benar menciptakan gejolak emosi yang digunakan nggak terduga saat aku menyaksikannya. Aku emosi banget sejenis pihak berwajibnya, yang kayak terlalu bodoh, seolah-olah, seragam kepolisian mereka, nggak mencerminkan intuisi dan juga nalar merek sebagai polisi.m. Dengan kepiawaian pengarahan sutradara, dokumenter ini cukup rapi dalam menjahit kisah demi kisah, sehingga berhasil memandu penonton mengarungi kisah nyata yang digunakan dipenuhi amarah. Dokumen ini sangat berhasil mengungkapkan kebodohan juga ketidakmampuan pihak berwajib.
Dokumenter American Nightmare terdiri tiga episode yang tersebut dipenuhi plot twist serta kekesalan. Episode pertama mengarahkan sorotan ke sudut pandang Aaron Quinn, sementara episode kedua, penonton diajak masuk ke dalam kehidupan si korbannya (Denise Huskins) yang dimaksud menuturkan perasaan getirnya saat diculik lalu dituduh oleh polisi sudah berbohong. Episode ketiga, dengan kepiawaian sutradara, isinya tentang konflik kepentingan yang dimaksud terlibat dalam sepanjang kasus ini berjalan.
Sutradara Felicity Morris berhasil menghadirkan sensasi true crime yang digunakan mendalam serta sekaligus menyoroti isu ketidakadilan yang tersebut menggugah hati. Meskipun struktur ceritanya untuk reka adegan agak klise, namun daya tariknya nggak terbantahkan. Film ini memperlihatkan bahwa kebenaran sanggup tampil dari sudut pandang yang dimaksud berbeda, juga mempertanyakan ketidakpastian moral dalam warga serta pihak berwajib.
Selain itu, dokumenter ini juga menjadi cermin bagi peran media sosial dalam membentuk narasi. Dengan cerdas, film ini menyoroti bagaimana platform-platform hal itu mampu mengkambinghitamkan cerita tanpa adanya pencarian kebenaran yang mendalam. Ini bukan semata-mata sekadar penyampaian informasi, tapi juga sebuah peringatan tentang dampak besar media sosial terhadap persepsi masyarakat.
Nggak belaka memberikan tontonan yang tersebut menghibur, dokumenter ini memberikan pelajaran tentang pentingnya menuntut keadilan. Dokumenter ini juga memacu penontonnya untuk nggak hanya sekali menjadi penonton pasif, melainkan mengajak penonton ikutan kesal. Skor dariku 8/10. Ini belaka karena, durasi film ini sebenarnya mampu lebih banyak padat lagi. Jadi, buat yang dimaksud lagi mencari tontonan berdasarkan kisah nyata, ini jawabannya!
Cek berita lalu artikel lainnya di REDAKSI17.COM