Jakarta,REDAKSI17.COM – Indonesia adalah negara yang tersebut digunakan paling kecanduan internet, terutama media sosial yang tersebut hal itu dinilai sudah mengancam kesehatan mental. Pakar dalam RI setuju bahwa bahaya media sosial terhadap anak juga juga remaja harus disikapi lebih lanjut besar serius oleh pemerintah kemudian pemangku kepentingan lainnya, seperti yang dimaksud digunakan mulai terjadi di area tempat Amerika Serikat.
Dalam State of Mobile 2024 yang digunakan dimaksud dirilis oleh Data.AI warga Indonesia menjadi pengguna yang mana itu paling lama menghabiskan waktu dengan perangkat mobile seperti HP juga tablet pada 2023, yaitu 6,05 jam setiap hari.
Warga RI adalah satu-satunya masyarakat yang digunakan yang disebut menghabiskan waktu di dalam dalam HP lebih banyak lanjut dari 6 jam tiap hari. Pada posisi kedua, warga Thailand belaka menghabiskan 5,64 jam per hari. Argentina ada dalam posisi ketiga yaitu 5,33 jam per hari.
Dalam beberapa waktu terakhir, banyak pihak yang dimaksud mengatakan media sosial seperti TikTok, Instagram, juga Twitter X berdampak buruk pada penggunanya. Mulai dari menyebabkan kecanduan, bahkan ada yang dimaksud dimaksud menghubungkannya dengan kesehatan mental
|
Atas dasar itu, Kepala Asosiasi Dokter Amerika Serikat (Surgeon General) Vivek Murthy mengusulkan adanya pencantuman label pada media sosial. Ini identik seperti label berbahaya pada rokok, yang juga disematkan oleh surgeon general.
Dalam artikel opini pada surat kabar New York Times, Vivek mengatakan pelabelan itu perlu dikerjakan sebab berdasarkan data memang media sosial berbahaya pada kesehatan mental anak saat tumbuh dewasa.
Menurutnya label memang tak cukup untuk mengatasi hambatan kesehatan anak kemudian remaja dengan pemanfaatan media sosial. Namun merujuk pada label rokok, ini sanggup menciptakan kesadaran serta perubahan perilaku pengguna.
Dia juga memacu Kongres AS sanggup menerbitkan aturan kewajiban untuk mencantumkan label bahaya dalam media sosial.
“Ini waktunya untuk kewajiban pencantuman label peringatan surgeon general di area area wadah digital media sosial, menyatakan bahwa media sosial berdampak pada ancaman kesehatan mental pada anak serta remaja,” kata Murthy seperti dikutip oleh Reuters.
Ditanya mengenai usulan ini, Pengamat Budaya & Komunikasi Digital UI, Firman Kurniawan mengatakan bahwa strategi label patut untuk ditinjau. Dia setuju perlu memperingatkan adanya bahaya yang mana ditimbulkan dari media sosial.
“Mungkin pencantuman logo sebagai item berbahaya pada rokok juga hendak ditiru persis serupa pada media sosial, perlu ditinjau strateginya,” ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (20/6/2024).
“Namun memperingatkan bahaya pemanfaatan berlebih maupun tanpa memahami konsekuensi yang digunakan dimaksud ditimbulkan media sosial, sangat perlu,” imbuhnya.
Direktur Eksekutif Lembaga Studi lalu Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar tak setuju dengan pemberian label bahaya. Memang ada dampak buruk, namun di tempat area sisi lain media sosial juga memberikan banyak kesempatan bagi para pengguna.
Wahyudi mengatakan model yang dimaksud digunakan sanggup dengan memproduksi rating, seperti yang tersebut mana diterapkan pada tontonan TV atau film. Beberapa jaringan juga telah dilakukan dikerjakan berusaha menyediakan fitur atau aplikasi untuk membatasi konten berbahaya diakses oleh anak-anak.
“Sebenarnya model seperti itu pada beberapa jaringan sudah mengembangkan. ada youtube kids, sebenarnya kesesuaian pengguna dalam dalam mengakses konten. Bukan kemudian justru memberikan label bahaya terhadap konten-konten media sosial,” jelas Wahyudi.
Cara Menghindari Bahaya Pengguna Medsos
Firman menjelaskan media sosial memang menimbulkan beberapa dampak. Misalnya kecanduan sebab kenyamanan yang dimaksud dimaksud diberikan media sosial pada penggunanya secara terus menerus.
Penggunaan yang digunakan intensif ini juga menyebabkan kedangkalan berpikir. Yakni adanya sistem biner yang dimaksud digunakan lazim pada media digital.
“Wujudnya sebagai sikap: Benar-salah, kawan-musuh, didukung-dimaki, adalah bentuk bentuk perilaku yang dimaksud tak disadari para pengguna intensif media sosial. Seluruhnya ini menggalakkan munculnya masyarakat tanpa konteks. Menilai peristiwa tanpa membedakan variasi ruang lalu juga waktunya,” jelas Firman.
Wahyudi juga mengatakan memang banyak dampak buruk. Termasuk kondisi adiktif, kesehatan mental, terorisme, hingga terkait pornografi.
Namun itu semua tergantung pada pengguna sendiri. Selain juga mengajak jaringan untuk mampu terlibat berpartisipasi dalam penguatan literasi digital pada para pengguna.
“Artinya miliki kapasitas serta kemampuan kritis untuk memilih konten-konten apa cuma bagi media sosial,” kata Wahyudi.