Jakarta,REDAKSI17.COM – Isu perselingkuhan kerap menjadi perbincangan warganet di dalam area media sosial. Fenomena ini pun menimbulkan pernyataan dari warganet bahwa “selingkuh adalah “penyakit bawaan” yang dimaksud tidaklah sanggup sembuh”. Ternyata, ada penelitian yang mana dapat dikaitkan dengan pernyataan tersebut.
Melansir dari Business Insider, sebuah studi menunjukkan bahwa 20 persen kepribadian seseorang adalah keturunan. Namun, sebagian besar orang mempertanyakan apa sekadar yang dimaksud termasuk dalam 20 persen kepribadian tersebut.
Psikoterapis klinis berlisensi, Dr. LeslieBeth (LB) Wish, mengatakan bahwa emosi kemudian temperamen mempunyai komponen genetik. Namun, terkait kecenderungan untuk tak setia lalu hobi selingkuh dengan genetik masih rumit untuk dijawab.
Wish mengatakan, selingkuh sanggup jadi ‘diserap’ dari orang tua, saudara, lalu keluarga. Ia mengatakan, selingkuh mampu menjadi perilaku maladaptif, yakni sesuatu yang digunakan dimaksud dikembangkan sebagai respons negatif terhadap perasaan tiada ada bahagia dalam suatu hubungan.
Namun, selingkuh juga sanggup menjadi sesuatu yang “diserap” dari orang tua, kakak, atau anggota keluarga serta pengasuh lainnya.
“Sebagai manusia anak, kamu melihat bagaimana pengasuhmu mengatasi kecemasan, depresi, dan juga juga ketidakbahagiaan mereka,” kata Wish, dikutip Kamis (4/12/2024).
“Jika ibumu makan berlebihan atau ayahmu berselingkuh, kamu akan melihat perilaku itu, kamu melihat suasana hati orang tuamu, lalu juga kamu belajar tanpa mengetahui bahwa kamu sedang belajar tentang cara mengelola perasaan,” lanjutnya.
Wish mengatakan, ada kemungkinan hubungan antara gen tertentu kemudian juga kecenderungan untuk berbuat selingkuh.
Gen yang dimaksud dapat picu selingkuh
Para ilmuwan berasumsi bahwa keinginan untuk selingkuh dapat dikaitkan dengan polimorfisme reseptor dopamin DRD4 alias gen “pencari sensasi”. Gen ini juga disebut sebagai gen yang dimaksud digunakan bertanggung jawab atas alkoholisme kemudian kecanduan judi.
Sebuah studi pada 2010 yang digunakan digunakan dijalankan oleh para peneliti di dalam area Binghamton University pada New York menemukan bahwa partisipan yang tersebut dimaksud miliki jenis gen DRD4 tertentu tambahan mempunyai kecenderungan untuk selingkuh.
Dalam studi trsebut, SUNY Doctoral Diversity Fellow lalu juga peneliti utama, Justin Garcia, melibatkan 181 orang dewasa muda sebagai partisipan. Setelah itu, para diminta mengisi kuesioner tentang perilaku seksualnya, serta menyerahkan sampel DNA yang dimaksud akan diuji untuk mengetahui variasi DRD4 pada DNA mereka.
Menurut temuan tim yang mana diterbitkan dalam jurnal PLOS One, setiap orang ternyata miliki DRD4. Namun, semakin banyak DRD4, semakin besar pula kecenderungan seseorang untuk mencari sensasi.
Dengan kata lain, seseorang mungkin akan tergo pada hal-hal yang digunakan dimaksud mungkin tiada seharusnya dilakukan, seperti selingkuh, cuma oleh sebab itu Anda ingin merasakan “sensasi”.
Garcia mengatakan bahwa semuanya kembali ke pelepasan dopamin alias hormon bahagia. Manusia secara alami tertarik pada aktivitas yang dimaksud mana menyebabkan merek itu merasakan kesenangan.
Namun, orang yang digunakan dimaksud memiliki gen DRD4 tertentu ini membutuhkan tambahan dari rata-rata orang.
“Orang dengan gen DRD4 membutuhkan lebih besar tinggi banyak rangsangan untuk merasa puas,” kata Garcia.
Menurut Garcia, meskipun Anda cenderung mempunyai ‘gen sensasi’, itu bukan berarti Anda akan bertindak berdasarkan dorongan hati.
Penulis Out of the Doghouse, Robert Weiss, mengatakan bahwa meskipun sekelompok kecil orang cenderung miliki gen sensasi, itu tak berarti kelompok ini harus bertindak berdasarkan asumsi semacam ini.
“Banyak orang secara genetis cenderung terhadap alkoholisme, tapi semata-mata sebagian kecil yang dimaksud menjadi pecandu alkohol sebab banyak faktor lain yang dimaksud yang berperan, seperti lingkungan, kemauan diri, pengalaman hidup, hingga ketahanan terhadap kekacauan,” kata Weiss.
Menurut Weiss, hal yang digunakan dimaksud sejenis juga terjadi pada kecenderungan genetik terhadap perselingkuhan juga pergaulan bebas. Terlepas dari genetika, manusia tetap miliki pilihan juga kebebasan berkehendak dalam perilaku seksual.