Jakarta,REDAKSI17.COM – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah pada perdagangan kemarin, Senin (1/4). Rupiah sempat bergerak ke level Rp 15.900 per dolar AS, pada awal perdagangan, berdasarkan data Refinitiv.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,22% dalam bilangan Rp15.885/US$. Pelemahan ini semakin memperpanjang tren depresiasi tiga hari beruntun.
Sementara DXY pada pukul 14:54 WIB turun ke nomor 104,52 atau melemah 0,02%. Angka ini lebih lanjut lanjut rendah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin yang dimaksud mana berada pada hitungan 104,54.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Edi Susianto mengungkapkan pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh repatriasi dividen dari dalam negeri yang tersebut mana menggalakkan permintaan dolar AS, serta arus keluar. BI juga mengaku rilis data inflasi Maret 2024 yang tersebut dimaksud berada di dalam tempat atas ekspektasi pasar, terlibat memberikan dampak. Kendati demikian, Edi menjamin BI tetap berada di tempat area pasar.
“BI terus masuk pasar, untuk menjaga agak terdapat keseimbangan supply demand valas di tempat area market,” tegasnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (2/4/2024).
Sementara itu, ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto menilai pergerakan rupiah itu dipicu oleh permintaan tinggi dolar AS di area tempat dalam negeri. Mulai dari untuk kebutuhan impor BBM jelang Lebaran atau Idul Fitri 2024 hingga musim pembagian dividen.
“Yang menciptakan Rupiah melemah sebab permintaan dolar tinggi untuk impor BBM, maupun hot money outflow, serta permintaan dolar domestik meningkat saat ada musim pembagian dividen,” kata Myrdal kepada CNBC Indonesia, Senin (1/4/2024).
Kendati rupiah nyaris menyentuh level Rp16.000/US$, namun Myrdal meyakini rupiah tiada akan ambles ke area tersebut, dikarenakan stabilitas eksternal Indonesia masih terjaga, hingga suku bunga acuan BI Rate masih stabil dalam level tinggi.
Terpisah, Kepala Bank Mandiri AndryAsmoro mengatakan bahwa pelemahan rupiah masih didominasi oleh sentimen global. Selain itu, faktor lainnya yakni pembayaran dividen, pembayaran utang, juga impor minyak.
Sebagai informasi, dalam momen lebaran pada April 2024 ini, penduduk cenderung kembali ke kampung halaman atau pun berwisata yang digunakan yang tentu akan memerlukan BBM dalam mobilitas. Maka dari itu, permintaan akan BBM akan naik atau dengan kata lain impor minyak akan melonjak.
Lebih lanjut, dana asing juga keluar dari pasar keuangan domestik khususnya Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Data transaksi 25-27 Maret 2024, pemodal asing tercatat jual neto Rp1,36 triliun juga juga jual neto Rp0,74 triliun dalam SRBI. Sementara pada pekan ketiga Maret 2024, penanam modal asing juga tercatat jual neto sebesar Rp6,68 triliun dengan jual neto Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp8,2 triliun.
Lalu, menurut Rully Wisnubroto dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia, faktor pendorong pelemahan rupiah utamanya yakni dari eksternal khususnya datang dari AS. Ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell memberi sinyal tidaklah ada akan terburu-buru menurunkan suku bunga. Oleh sebab itu, higher for longer masih akan berlangsung untuk beberapa waktu ke depan.
Kuatnya data kegiatan sektor ekonomi Amerika Serikat (AS) masih cukup kuat belakangan ini. Indeks nilai pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) yang mana bukan termasuk makanan kemudian energi pada Februari 2024 tercatat 2,8% secara tahunan lalu naik 0,3% dari bulan lalu. Kedua bilangan bulat yang tersebut disebut sesuai dengan perkiraan Dow Jones.
Termasuk biaya pangan lalu energi yang dimaksud berfluktuasi, nomor utama PCE menunjukkan kenaikan sebesar 0,3% pada bulan ini serta juga 2,5% pada tingkat 12 bulan, dibandingkan perkiraan sebesar 0,4% serta 2,5%.
Dilansir dari Reuters, data inflasi terbaru AS diungkapkan oleh ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell bahwa sudah sesuai dengan apa yang yang disebut ia lihat.
Komentar Powell sejalan dengan pernyataannya setelah pertemuan kebijakan The Fed sebelumnya, pada mana ia mengatakan inflasi yang dimaksud tambahan tinggi tinggi dari perkiraan pada Januari juga Februari bukan mengubah perasaan bahwa kenaikan tarif akan terus turun tahun ini hingga mencapai target 2% bank sentral.