Jakarta, REDAKSI17.COM – Kurs rupiah kian tertekan berhadapan dolar Amerika Serikat (AS). Setelah sepekan lalu bergerak ke level atas Rp 15.600, sekarang ini mata uang Garuda sudah menyentuh level Rp 15.730 per dolar AS.
Tren pelemahan rupiah ini sudah terjadi dalam lima bulan terakhir. Rupiah berjamaah dengan mata uang regional harus menyerah terhadap dolar AS.
Apa yang tersebut sebenarnya menyebabkan rupiah tak kunjung mampu menang menghadapi dolar saat ini?
Ekonom senior yang tersebut digunakan juga merupakan Wakil Menteri Keuangan periode 2010-2014 Anny Ratnawati menjelaskan, pelemahan rupiah saat ini lebih tinggi banyak disebabkan fenomena supply lalu demand pasokan dolar dalam level global maupun domestik.
“Ini kan fenomena supply-demand di dalam dalam pasar global, juga dalam domestik,” ucap Anny dalam program Money Talks CNBC Indonesia TV, dikutip Rabu (11/10/2023).
Dari sisi fenomena permintaan atau demand terhadap dolar yang digunakan hal tersebut tengah tinggi, Anny mengatakan, dapat dilihat juga dari dua sisi, yakni sisi global maupun domestik. Permintaan dolar dari sisi global menurutnya tengah tinggi akibat tren tingginya suku bunga bank sentral AS.
“Nah biasnaya kita bicara demand yang dimaksud dimaksud kaitannya dengan pergerakan portofolio, saham maupun obligasi. Ini biasanya kan jangka pendek, kemudian ini sangat dipengaruhi oleh bagaimana suku bunga dunia yang mana digunakan hari-hari ini masih tinggi dikarenakan inflasi dunia masih tinggi,” tegasnya.
Adapun tingginya demand dolar dari sisi domestik, menurut Anny disebabkan faktor musiman menjauhi akhir tahun, yakni kebutuhan dolar untuk utang kemudian bunga utang, pembayaran remitansi ke luar negeri, serta impor dari luar negeri untuk kebutuhan akhir tahun.
“Jadi ada demand yang mana sangat dipengaruhi faktor eksternal portfolio biasanya saham serta obligasi, kemudian yang dimaksud digunakan sangat dipengaruhi oleh faktor internal tadi, pembayaran utang, bunga utang, impor Indonesia serta juga pembayaran remitansi kita,” tutur Anny.
Dari sisi pasokan atau supply, Anny menjelaskan, memang sekarang ini juga tengah rendah pada dalam negeri, terutama akibat tren aliran modal asing keluar atau capital outflow dari pasar keuangan Indonesia, hingga kinerja ekspor yang digunakan mana semakin susut saat ini.
“Jadi bayangan saya sebetulnya pergerakan ini dari banyak faktor, ada faktor yang itu ada kaitannya dengan eksternal, ada kaitannya dengan internal, serta dari sisi supplynya di dalam dalam kita,” ucap Anny.
“Supplynya saya sebetulnya masih relatif merasa aman dikarenakan cadangan devisa kita masih pada sekitar US$ 137 miliar, kendati itu turun dibandingkan dengan awal tahun,” tegasnya.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di tempat dalam nomor Rp 15.730/US$ atau melemah 0,29% terhadap dolar AS. Posisi ini melanjutkan pelemahan pada penutupan perdagangan kemarin (9/10/2023) yang tersebut mana ditutup anjlok 0,51%. Lebih lanjut, posisi ini juga merupakan yang tersebut dimaksud terlemah sejak 11 bulan terakhir.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada Selasa (10/10/2023) pukul 15.04 WIB, berada di tempat tempat posisi 106,16 atau naik 0,08% jika dibandingkan penutupan perdagangan Senin (9/10/2023) yang dimaksud digunakan ditutup di tempat dalam hitungan 106,08.