Jakarta,REDAKSI17.COM – Rupiah tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pekan ini utamanya disebabkan oleh ketegangan Timur Tengah antara Iran serta juga Israel serta kecemasan umum atas kebijakan bank sentral AS (The Fed) yang digunakan berkemungkinan kembali bersikap hawkish.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,49% pada dalam nomor Rp16.250/US$ pada penutupan perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (19/4/2024). Secara mingguan rupiah juga terpantau ambles 2,08%, sehingga menjadikan pelemahan terburuk mingguan sejak 3 Juli 2020 atau ketika Pandemi COVID-19.
Koreksi rupiah utamanya disebabkan oleh kekhawatiran pelaku pasar perihal situasi dalam area Timur Tengah khususnya antara Iran serta Israel.
Melansir ABC News, pejabat senior Amerika Serikat mengatakan Israel meluncurkan rudal sebagai serangan balasan terhadap Iran pada Jumat (19/4/2024) dini hari.
Menanggapi kesulitan ini, Iran mengaktifkan sistem pertahanan udaranya dalam beberapa kota untuk mengantisipasi serangan rudal balasan atas serangan drone kemudian rudal tanpa awak yang digunakan hal tersebut dilancarkan oleh negara itu pada Sabtu lalu.
Serangan hal itu menargetkan beberapa sasaran, dengan lebih tinggi lanjut dari 300 drone juga rudal yang mana digunakan dikirimkan oleh Iran, beberapa dalam antaranya berhasil dicegat oleh Israel kemudian sekutunya, termasuk Amerika Serikat, demikian disampaikan oleh para pejabat.
Langkah Iran dalam mengaktifkan sistem pertahanan udaranya terjadi setelah terdengarnya ledakan pada dekat pusat kota Isfahan. Menurut kantor berita IRNA, pertahanan udara Iran sudah pernah diaktifkan dalam dalam langit beberapa provinsi pada negara tersebut.
Stasiun TV Pemerintah Iran melaporkan bahwa tiga drone sudah lama melintas di area area langit Kota Isfahan, namun ketiga drone itu berhasil dihancurkan oleh sistem pertahanan udara negara setelah diaktifkan.
Sementara itu, fokus pemodal juga terpengaruh oleh pernyataan pejabat The Fed yang mana mana memberikan sinyal tersirat bahwa bank sentral akan tetap mempertahankan sikap yang digunakan mana hawkish mengingat tingkat inflasi yang tersebut masih di tempat dalam atas target. Ketua Fed dalam sebuah diskusi panel menyatakan bahwa data terbaru menunjukkan pertumbuhan yang digunakan solid juga kekuatan yang mana berkelanjutan pada pasar tenaga kerja, namun juga menyoroti kurangnya kemajuan tambahan lanjut lanjut dalam mencapai target inflasi 2% sepanjang tahun ini.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa The Fed cenderung akan tetap mempertahankan kebijakan yang dimaksud hawkish dalam jangka waktu dekat, yang digunakan yang disebut berpotensi memberikan tekanan terhadap mata uang lainnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH





