Home / Daerah / Saparan Bekakak, Wujud Syukur dan Penghormatan yang Terus Dilestarikan Ambarketawang

Saparan Bekakak, Wujud Syukur dan Penghormatan yang Terus Dilestarikan Ambarketawang

Sleman (08/08/202) REDAKSI17.COM – Kalurahan Ambarketawang, Gamping, Sleman kembali menyelenggarakan Upacara Adat Saparan Bekakak Ambarketawang 2025, pada 7-8 Agustus 2025. Tradisi yang terus dilestarikan oleh warga Ambarketawang ini merupakan simbolisasi perwujudan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, sekaligus penghormatan kepada mendiang Kiai dan Nyai Wirosuto sekeluarga, Abdi Dalem Sri Sultan HB I yang menjadi cikal bakal penduduk Gamping.

Merujuk dari website Pusdatin Kemendikbudristek, Upacara Adat Saparan Bekakak Ambarketawang diadakan atas perintah Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan HB I). Dahulu, Kiai dan Nyai Wirosuto adalah abdi dalem penangsong Sri Sultan HB I yang bertugas sebagai pembawa payung kebesaran di mana pun Sri Sultan HB I berada.

Ketika keraton pindah ke Yogyakarta, Kiai dan Nyai Wirosuto tetap tinggal di pesanggrahan Ambarketawang, untuk merawat tempat peristirahatan raja mereka. Mereka kemudian menjadi penggali/penambang batu kapur. Kala itu, saat sedang menambang batu kapur, Kiai dan Nyai Wirosuto terkena musibah. Mereka bersama keluarga dan hewan ternaknya meninggal dunia tertimbun longsoran gunung gamping (kapur). Mendengar kabar musibah tersebut, kemudian Sri Sultan HB I memerintahkan untuk melaksanakan upacara dengan maksud untuk mengenang jasa dari Kiai dan Nyai Wirosuto. Peristiwa itulah yang melatarbelakangi dilaksanakannya upacara adat yang telah ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Indonesia dari DIY.

Sementara, merujuk dari website Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Upacara Adat Saparan Bekakak Ambarketawang ini rutin digelar setahun sekali oleh warga Ambarketawang, dan harus digelar di bulan Sapar sehingga disebut Saparan. Tradisi ini dilaksanakan di setiap hari Jumat antara tanggal 10-20 bulan Sapar.

Inti dari upacara adat ini, yakni penyembelihan bekakak, sepasang boneka pengantin yang dibuat dari tepung beras ketan dan cairan gula jawa yang diberi warna merah. Bentuk bekakak laki-laki dan perempuan dengan bentuk pengantin pria dan wanita pada umumnya, yakni dua pasang pengantin bekakak dengan sepasang bergaya Solo, dan sepasang lainnya bergaya Yogyakarta.

Adapun pengantin laki-laki yang bergaya Solo dihias dengan ikat kepala ahestar berhiaskan bulu-bulu, leher berkalung selendang merah, dan kalung sungsun berkain bangun tulak, sabuk biru, memakai slepe. Mengenakan keris beruntaikan bunga melati, dan kelat bau. Sedangkan yang wanita memakai kemben berwarna biru, berkalung selendang merah dan kalung sungsun. Wajah dipaes, gelung diberi bunga-bunga dan mentul, di bahu diberi kelat bahu dan memakai subang.

Adapun pengantin laki-laki yang bergaya Yogyakarta, dihias dengan penutup kepala kuluk berwarna merah, berkalung selendang (sluier) biru dan kalung sungsun, sabuk biru dengan slepe, kain lereng, berkelat bahu dan bersumping, kemben hijau, kalung selendang biru (bangu tulak). Kekhususan yang tidak dapat dilanggar sampai saat ini, yaitu orang-orang yang menyiapkan bahan mentahnya tetap para wanita, sedangkan yang mengerjakan pembuatan bekakak adalah para pria.

Prosesi penyembelihan bekakak dalam gelaran tahun ini dilakukan pada Jumat (08/08). Sebelum disembelih, prosesi dimulai dengan pentas karawitan pada pukul 09.00 WIB di Lapangan Ambarketawang, kemudian pembukaan upacara saparan bekakak pukul 14.00, dan dilanjutkan dengan kirab bekakak dari Lapangan Ambarketawang menuju Gunung Gamping.

Dalam pembukaan upacara saparan bekakak ini, hadir mewakili Bupati Sleman, Wakil Bupati Sleman, Danang Maharsa. Membacakan sambutan Bupati Sleman, Danang mengungkapkan, ia sebagai perwakilan dari Pemerintah Kabupaten Sleman dan secara pribadi turut bersuka cita, dan mendukung terselenggaranya Upacara Adat Saparan Bekakak di Kalurahan Ambarketawang ini. Menurut Danang, acara adat ini adalah salah satu warisan budaya adiluhung yang mempunyai makna yang besar untuk warga masyarakat Ambarketawang.

“Upacara Adat Saparan Bekakak ini adalah lambang rasa syukur masyarakat Ambarketawang kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkah, tanah yang subur, kesehatan, kemuliaan, sentosa, dan rezeki seperti air yang mengalir. Upacara ini merupakan wujud semangat para tokoh masyarakat, dan juga masyarakat Ambarketawang. Upacara ini pun untuk menghormati Kiai dan Nyai Wirosuto, abdi dalem Sri Sultan HB I yang menjadi cikal bakal warga Gamping,” tutur Danang.

Dengan semangat masyarakat Ambarketawang tersebut, Danang pun berharap, seluruh masyarakat dapat senantiasa bersatu, bergotong royong dalam melakukan pembangunan untuk kesejahteraan Kalurahan Ambarketawang. “Mari bersama-sama kita jaga, lestarikan, upacara adat ini sehingga bisa menjadi salah satu tradisi budaya yang Lestari,” kata Danang.

Prosesi kirab, yakni pawai atau arak-arakan yang membawa pengantin bekakak ke tempat penyembelihan. Kirab diikuti oleh 27 kelompok peserta, meliputi Bregada Mangkubumi, Gunungan Gemah Ripah, Manggalayudha & Pandega, Gunungan Pasar Gamping, Bregada Songsong Wirosuto, Gunungan Pecel Lele, Jodang Bekakak Kuluk, Kesenian SMK YPKK, Bregada Wirosuto, Kesenian Ki Bogel, Jodang Sajen, Kesenian Jagad Angkara, Bregada Ambarketawang, Kesenian Watulangkah 45, Bregada Singo Dahono, Kesenian Nyi Poleng, Andong Bupati dan Panewu, Kesenian Apit Lawang, Bregada Bayu Maruto, Kesenian Ngalongkrok Wirosuro, Jodang Bekakak Blangkon, Kesenian Jagad Tahunan, Gunungan, Kesenian Putri Delingsari Gumebyar, Gendruwo, Kesenian Ogoh-ogoh Mejing Majiasem, dan Bregada Wirotani.

Dipadati ratusan hingga ribuan masyarakat, bekakak dikirab menuju bekas Gunung Ambarketawang, tempat penyembelihan pertama, kemudian ke tempat penyembelihan kedua, yaitu di Gunung Kliling. Joli pertama yang berisi sepasang pengantin bekakak, diusung ke arah mulut gua. Usai pembacaan doa, boneka ketan sepasang pengantin itu disembelih dan dipotong-potong dibagikan kepada para pengunjung demikian pula sesaji yang lain. Arak-arakan kemudian dilanjutkan menuju Gunung Kliling untuk mengadakan upacara penyembelihan pengantin bekakak yang kedua dan pembagian potongan bekakak yang kedua kepada para pengunjung. Adapun sehari sebelumnya pada Kamis (07/08), telah dilakukan pula midodareni bekakak, pentas macapat, dan pergelaran wayang kulit.

Humas Pemda DIY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *