Yogyakarta (07/06/2025)REDAKSI17.COM– Dalam rangka Hajad Dalem Garebeg Besar memperingati Hari Raya Iduladha Tahun Je 1958/2025, Keraton Yogyakarta kembali menggelar prosesi adat dengan menghadirkan enam gunungan yang menjadi simbol berkah raja kepada rakyat. Tahun ini, prosesi diwarnai dengan kembalinya tradisi Nyadhong di Kepatihan, selaras dengan tata cara pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
Pelaksana harian (Plh.) Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Tri Saktiyana, menjemput langsung ubarampe gunungan dari Keraton yang kemudian dibawa ke Kompleks Kepatihan dengan kawalan Bregada Bugis. Sebanyak 150 pareden ubarampe gunungan tersebut diserahkan Tri Saktiyana kepada Staf Ahli Gubernur DIY Bidang Sosial, Budaya, dan Kemasyarakatan, Didik Wardaya, untuk selanjutnya dibagikan kepada abdi dalem kaprajan di lingkungan Pemda DIY secara tertib.
Plh. Sekda DIY, Tri Saktiyana menjelaskan dalam prosesi kali ini, Pemerintahan Daerah (Pemda) DIY melalui peran Sekda menjalankan tugas sebagai Pepatih Dalem dengan menjemput langsung pareden ubarampe gunungan Garebeg Besar Keraton. Hal ini menandai sikap proaktif dan keterlibatan birokrasi dalam melestarikan nilai budaya, sekaligus menyimbolkan kesatuan antara keprajan (pemerintah) dengan kekuasaan simbolik raja.
“Kalau dulu kita menunggu dikirimi, sekarang kita nyadhong, menjemput langsung. Ini makna simbolisnya birokrasi bersifat melayani secara aktif kepada masyarakat,” ujar Tri Saktiyana.
Tri Saktiyana mengatakan prosesi dimulai dari Bangsal Pancaniti menuju Masjid Gedhe Kauman bersama iring-iringan Bregada Bugis sebagai pengawal resmi Kepatihan. Setelah didoakan bersama di Masjid Gedhe, pareden ubarampe gunungan dibawa ke Kompleks Kepatihan untuk dibagikan secara tertib kepada seluruh perangkat keprajan.
Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, menyampaikan prosesi ini menjadi bentuk pelestarian pranatan adat yang telah menjadi wewenang penuh Keraton Yogyakarta. Penjemputan oleh Sekda DIY ini merupakan bagian dari rekonstruksi tradisi yang dahulu dilakukan Patih Danurejo pada masa Sri Sultan HB VII.
“Ini adalah separuh prosesi, ke depan akan terus dilengkapi. Harapannya, seluruh kepala daerah juga ikut menjemput pareden ubarampe gunungan sebagai simbol hubungan erat antara raja dan pamong praja,” ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua Pelaksana Garebeg Besar 2025, KRT Kusumanegara, menjelaskan tidak ada lagi utusan dalem yang mengantarkan ubarampe ke Kepatihan. Melainkan, Sekda DIY selaku Pepatih Dalem hadir langsung menjemput gunungan di Keraton dan mendampingi iring-iringan hingga sampai ke Kepatihan, di mana kemudian gunungan diserahkan kepada Asisten Sekda untuk dibagikan kepada masyarakat.
Tahun ini, prosesi Garebeg Besar juga menampilkan rekonstruksi penampilan Prajurit Putri Langenastra yang menari tayungan menuruni Sitihinggil saat lampah macak. Tarian sakral tersebut berada di belakang barisan Bregada Mantrijero, sebagai bagian dari upaya menghidupkan kembali tata cara lama yang luhur.
“Prosesi ini menjunjung tinggi nilai 0 atau pembagian berkat secara tertib, satu per satu, tanpa keributan, sebagai cerminan tata nilai masyarakat Yogyakarta yang mengedepankan kesopanan, keteraturan, dan penghormatan terhadap simbol-simbol kerajaan,” terang KRT Kusumanegara.
Gunungan dibagikan tidak hanya di Kepatihan, tetapi juga di Masjid Gedhe Kauman, Ndalem Mangkubumen, dan Pura Pakualaman dengan kawalan prajurit Dragunder dan Plangkir dari Pakualaman. Adapun jalur kirab tahun ini tidak melintasi Alun-alun Utara, melainkan melalui Regol Brajanala – Sitihinggil Lor – Pagelaran – ke arah barat menuju Masjid Gedhe.
Pelaksanaan Garebeg Besar 2025 menjadi tonggak awal revitalisasi prosesi yang sarat makna dan nilai spiritual serta sosial, mempererat ikatan antara rakyat, pemerintah, dan Keraton sebagai pusat budaya adiluhung. Kelancaran prosesi garebeg merupakan wujud penghormatan terhadap jalannya seluruh rangkaian Hajad Dalem tersebut.
Humas Pemda DIY