Jakarta,REDAKSI17.COM – Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji mengatakan bahwa Partai Golkar akan segera mengkaji dan melakukan analisa terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan daerah.
“Tentu kita akan kaji bersama-sama apa saja yang menjadi turunan dan apa saja yang menjadi konsekuensi dari keputusan Mahkamah Konstitusi ini,” kata Sarmuji di sela-sela Musyawarah Daerah Golkar Sumbar Ke-11 di Kota Padang, Sumatera Barat, Senin, (30/6/25).
MK melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun, atau paling lama dua tahun dan enam bulan.
Dalam kesempatan tersebut, Sarmuji menegaskan bahwa putusan MK itu tidak akan menghalangi seandainya DPR memutuskan untuk melakukan pengubahan termasuk Undang-Undang Pemilu itu sendiri.
“Jadi kita lagi mengumpulkan pendapat para ahli konstitusi apakah keputusan MK itu berbenturan dengan pasal-pasal di Undang-Undang Dasar juga,” ujar dia.
Oleh karena itu, memurutnya, Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 sama sekali tidak akan menghalangi apabila adanya niatan untuk melakukan revisi undang-undang. Secara garis besar ia melihat undang-undang yang dimaksud masih ada. Sebab, yang dibatalkan MK hanya objek yang digugat saja.
“Tapi secara keseluruhan undang-undang itu masih ada, dan masih memungkinkan kalau kita mau melakukan revisi,” ucapnya.
Namun demikian, Sarmuji menggarisbawahi partai tersebut dan semua pihak harus menghormati keputusan Hakim MK. Apalagi, keputusan yang dibuat para hakim bersifat final dan mengikat.
Disisi lain, pakar hukum sekaligus peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Sumatera Barat Muhammad Ichsan Kabullah menilai pemisahan pemilu nasional dan daerah akan berdampak positif terhadap demokrasi Indonesia.
“Secara garis besar putusan ini membawa angin segar bagi demokrasi di Indonesia,” kata dia.
Menurut Ichsan, Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah akan memperkuat peran serta masyarakat terhadap iklim demokrasi, termasuk juga penguatan sosialisasi oleh penyelenggara pemilu terutama KPU dan Bawaslu.
Selain itu, PUSaKO melihat jeda waktu pemilu nasional dengan pemilu daerah yakni dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan bisa menjadi pertimbangan tersendiri bagi masyarakat untuk menentukan sosok yang tepat untuk memimpin daerah selama lima tahun ke depan.