Umbulharjo,REDAKSI17.COM – Pemerintah Kota Yogyakarta menegaskan komitmennya menjadikan pendidikan sebagai pilar utama pembangunan sumber daya manusia (SDM) dan masa depan kota. Kota Yogyakarta tidak memiliki sumber daya alam, sehingga pembangunan sepenuhnya bertumpu pada kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, pendidikan dan kesehatan menjadi prioritas utama dalam visi pembangunan Kota Yogyakarta yang adil, makmur, lestari, dan berkeadaban.

Hal tersebut diungkapkan Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo dalam kegiatan Advokasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pendidikan yang digelar di Ruang Yudistira, Balai Kota Yogyakarta, Rabu (24/12).

“Di Kota Yogyakarta ini tidak punya sumber daya alam. Yang kita miliki hanya sumber daya manusia. Kalau kita ingin maju dan tidak tertinggal, maka yang harus dikembangkan adalah manusianya. Pembangunan kita harus human-centered development,” ujar Hasto.

Ia menyampaikan bahwa branding Yogyakarta sebagai kota pelajar dan kota pendidikan harus benar-benar diiringi dengan kualitas pendidikan yang unggul, berkarakter, dan inklusif. Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Yogyakarta yang telah mencapai angka 89, tertinggi secara nasional menjadi modal besar, meskipun masih menyisakan tantangan seperti etos kerja, karakter, dan produktivitas.

“IPM kita ini sudah sangat tinggi. Tapi jangan sampai kita menjadi kota yang menua tapi belum sejahtera. Yang kita khawatirkan adalah growing old before growing rich. Pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk mencegah itu,” tegasnya.

Wali Kota Yogya, Hasto Wardoyo

Hasto juga menyoroti kondisi demografi Kota Yogyakarta yang mengalami minus growth dengan angka kelahiran 1,65 serta proporsi lansia mencapai 16,2 persen, tertinggi di Indonesia. Kondisi tersebut berpotensi memperberat beban generasi produktif atau sandwich generation apabila tidak diimbangi dengan kualitas SDM yang unggul dan produktif.

Dalam konteks pelayanan pendidikan, Hasto Wardoyo menegaskan kebijakan tegas Pemerintah Kota Yogyakarta untuk menjamin akses pendidikan yang adil dan tanpa diskriminasi. Sekolah negeri harus menjadi garda terdepan kehadiran negara dalam melayani masyarakat, khususnya warga miskin.

“Saya instruksikan kepada Kepala Dinas Pendidikan, jangan sampai ada orang miskin tidak dilayani di sekolah negeri. Sekolah negeri harus gratis dan benar-benar bisa diakses oleh seluruh warga,” tegas Hasto.

Selain itu, ia menekankan bahwa kebijakan pendidikan inklusif di Kota Yogyakarta tidak hanya berlaku di sekolah negeri, tetapi juga mencakup sekolah swasta. Seluruh penyandang disabilitas dipastikan memperoleh layanan pendidikan gratis, baik di sekolah negeri maupun swasta, melalui dukungan lintas sektor. “Semua difabel gratis, baik di sekolah negeri maupun swasta. Ini sudah kita jalankan,” ujarnya.

Ia juga menyoroti masih adanya persepsi di masyarakat bahwa kualitas sekolah negeri kalah dibandingkan sekolah swasta. Menurutnya, kondisi tersebut menjadi tantangan yang harus dijawab pemerintah melalui peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah negeri.

“Jangan sampai image-nya sekolah negeri itu tidak berkualitas. Akhirnya orang miskin justru terpaksa masuk sekolah swasta karena tergiur kualitas. Ini kesalahan pemerintah kalau layanan sekolah negeri tidak kita benahi,” tegasnya.

Diskusi

Ke depan, seluruh sekolah negeri di Kota Yogyakarta didorong memiliki keunggulan masing-masing, baik di bidang akademik, olahraga, seni budaya, riset, maupun penguasaan bahasa, sehingga semakin diminati masyarakat dan mampu menjadi pusat keunggulan pendidikan.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Yogyakarta, Budi Santosa Asrori, menyampaikan bahwa capaian SPM Pendidikan Kota Yogyakarta saat ini berada di peringkat keempat nasional dari 514 kota.

“Secara nasional ini sebenarnya capaian yang sangat baik. Namun karena kita kota pendidikan, tentu masih dituntut untuk terus meningkatkan indikator SPM agar peringkatnya naik,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa Kota Yogyakarta masih berada di bawah Kota Magelang, Kota Malang, dan Kota Mojokerto. Meski demikian, prestasi pendidikan Kota Yogyakarta juga diakui melalui berbagai indikator lain, di antaranya penghargaan sebagai kota dengan peningkatan akses pendidikan tertinggi untuk kategori kapasitas fiskal sedang dari Kementerian Dalam Negeri.

 

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Yogyakarta, Budi Santosa Asrori

Budi menambahkan, masih terdapat pekerjaan rumah pada indikator SPM, terutama layanan PAUD, seperti angka partisipasi, akreditasi satuan PAUD minimal B, serta kualifikasi guru PAUD yang belum seluruhnya S1 atau D-IV.

Menambah perspektif, Widyaprada Ahli Madya Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) DIY, Susi Anto, menjelaskan bahwa SPM merupakan instrumen penilaian kinerja kepala daerah yang ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri berdasarkan Permendagri Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar Pelayanan Minimal.

“SPM ini adalah rapor kepala daerah yang diterbitkan Kemendagri setiap tahun. Berbeda dengan IPM yang digunakan Bappenas, SPM menjadi ukuran pertanggungjawaban Wali Kota, Bupati, dan Gubernur kepada Kemendagri,” jelasnya.

 

Menurutnya, peningkatan SPM Pendidikan tidak bisa hanya dibebankan kepada Dinas Pendidikan dan satuan pendidikan sebagai executing unit, tetapi membutuhkan dukungan perangkat daerah lain sebagai supporting unit dan supporting ecosystem, mulai dari perencanaan, pembiayaan, hingga penguatan data lintas sektor.

Selain itu, Susi Anto juga mengapresiasi komitmen Kota Yogyakarta dalam pendidikan inklusif, termasuk keberadaan Unit Layanan Disabilitas (ULD) dan pelatihan guru pendamping khusus, yang menjadikan Kota Yogyakarta sebagai satu-satunya kabupaten/kota di DIY dengan layanan tersebut secara komprehensif.