Kraton,REDAKSI17.COM – Pemerintah Kota Yogyakarta memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025 dengan semangat transformasi dan peningkatan mutu pendidikan. Peringatan ini menjadi momentum peluncuran dua program unggulan “Sekolah Tunas Unggul” dan “Gresek” (Gerakan Reresik Sekolah). Kedua program tersebut secara resmi diluncurkan oleh Wali Kota Yogyakarta, dr. Hasto Wardoyo di SMP N 16 Yogyakarta, (2/5).
Sebagai simbol dimulainya program Sekolah Tunas Unggul, dilakukan penandatanganan prasasti oleh Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo, menandai komitmen Pemkot dalam upaya meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan di Kota Yogyakarta. Hasto menegaskan bahwa tidak ada sekolah yang tidak bisa menjadi unggul.
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo menyampaikan bahwa dalam program 100 Hari Kerja Pemerintah Kota Yogyakarta, sektor pendidikan menjadi salah satu prioritas utama. Salah satu program unggulan “Sekolah Tunas Unggul” yang diluncurkan adalah pengembangan SMP Negeri 16 Yogyakarta sebagai sekolah unggulan, yang ditargetkan menjadi contoh di tingkat kota dalam waktu tiga tahun ke depan.
“Saya percaya semua sekolah itu bagus. Tidak ada sekolah yang tidak bisa jadi unggul. Tinggal bagaimana guru-gurunya, kepala sekolahnya, dan kita semua mau bekerja bersama. Saya yakin SMP 16 bisa menjadi sekolah unggulan, terutama dalam penguatan kemampuan bahasa asing,” tegas Hasto.
Peluncuran program Sekolah Tunas Unggul
Selain SMP 16, pihaknya juga menyebut SD Puro Pakualaman sebagai sekolah dasar yang akan dikembangkan menjadi SD unggulan. Kedua sekolah ini menjadi proyek percontohan peningkatan kualitas pendidikan di bidang karakter, budaya, akademik, dan penguasaan bahasa asing.
Dalam kesempatan yang sama, Pemkot Yogyakarta juga meluncurkan program Gresek (Gerakan Reresik Sekolah), yaitu gerakan kebersihan sekolah yang melibatkan seluruh elemen sekolah dan lingkungan sekitar. Program ini akan rutin dilaksanakan setiap bulannya, setiap Jumat Wage. Sebagai simbol diluncurkan gerakan ini, Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyomenyerahkan secara langsung alat kebersihan kepada perwakilan siswa sebagai bentuk dorongan agar kebersihan sekolah dan lingkungan sekitar menjadi tanggung jawab bersama.
“Resik-resik sekolah ini wajib. Ini bukan hanya kegiatan rutin, tapi bagian dari pendidikan karakter. Sampah harus dikelola di sekolah, tidak dibawa pulang, tidak dibuang sembarangan. Ini bagian dari pembelajaran dan juga membangun kepedulian sosial anak-anak terhadap lingkungan,” kata Hasto. Ia juga mengusulkan nama Genre Sekolah atau Generasi Reresik Sekolah agar gerakan ini lebih akrab dan mudah diterima kalangan muda.
Penyerahan alat kebersihan kepada perwakilan siswa
Lebih lanjut, Wali Kota menekankan pentingnya inklusi dalam pendidikan. Ia menegaskan bahwa seluruh anak difabel di Kota Yogyakarta harus mendapatkan akses pendidikan gratis.
“Kalau ada anak difabel di Kota Jogja yang masih harus bayar untuk sekolah, tolong laporkan ke saya. Tidak boleh ada satu pun anak difabel yang tidak bisa sekolah karena alasan biaya,” ungkapnya.
Hasto Wardoyo juga menyoroti akan dilakukan pendataan dan pemberdayaan bagi remaja usia 15–25 tahun yang tidak sedang sekolah maupun bekerja. Dalam 100 Hari Kerja, Pemkot menargetkan pendataan dan intervensi pelatihan kerja bagi kelompok ini sebagai bagian dari peningkatan kualitas SDM kota.
Kepala SMP Negeri 16 Yogyakarta, Sujiyana, menyambut positif program ini. Ia menyatakan bahwa penunjukan SMPN 16 sebagai sekolah Tunas Unggul merupakan kehormatan sekaligus tantangan besar bagi pihak sekolah. Selain itu, SMPN 16 sudah mulai berbenah dan memiliki pengalaman sebagai sekolah penggerak. Hal ini menjadi modal penting untuk menghadapi target sebagai sekolah unggulan.
“Kami menangkap ini sebagai apresiasi luar biasa. Bahwa sekolah kami ternyata ditunggu untuk menjadi sekolah unggulan di Yogyakarta. Memang ini tantangan, dengan input siswa yang beragam, kami tetap bertekad menjadi unggul, baik dalam budaya, akademik, maupun bahasa,” ujarnya.
Tiga program utama yang akan menjadi unggulan SMPN 16 ke depan, Sujiyana menyebutkan penguatan asesmen nasional melalui Asesemen Kompetensi Minimum (AKM) sebagai pengganti ASPD, pengembangan bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya dan penguatan seni dan budaya, yang relevan dengan letak sekolah yang berada di lingkungan budaya Keraton.
“Guru-guru kami siap. Bahkan bila ada guru yang belum berkembang, kami siap bekerja sama dengan dinas yang punya sistem pembinaan yang baik,” tambahnya.
Salah satu siswi SMP Negeri 16 Yogyakarta, Inaya Ayu Pratista kelas 7, mengakui bahwa ia tidak merasa terbebani dengan sekolahnya menjadi Sekolah Tunas Unggul. Terpenting baginya adalah tetap terus belajar.
“Enggak terlalu terbebani. Ya sudah biasa saja, yang penting kita terus belajar,” pungkasnya.