Hal itu dikemukakan oleh Leonard Theosabrata, Presiden Direktur LPP-KUKM (SMESCO Indonesia), dalam diskusi bertema “Ngobrol Pintar Brilianpreneur Eps.2” di dalam sela-sela rangkaian kegiatan UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR 2023 pada Jakarta, Jumat (8/12/2023).
Leo mengatakan, Indonesia miliki sekitar 65 jt perniagaan mikro, kecil, juga menengah (UMKM) yang didominasi oleh segmen mikro kemudian ultra mikro. Segmen mikro lalu ultra mikro mendominasi dengan persentase 95,5%.
Adapun, segmen mikro dan juga ultra mikro masih mempunyai kebutuhan yang tersebut mendasar untuk dapat berkembang lalu menaikkan kelas usahanya, yakni daya tahan. Kebutuhan untuk berdaya tahan itu mencakup supply yang mana baik, kestabilan harga, permintaan pasar yang digunakan stabil, juga pembiayaan yang digunakan tidak mahal kemudian mudah/terjangkau.
Dengan kebutuhan yang digunakan berbeda, penanganan untuk segmen usaha mikro dan juga ultramikro pun berbeda dibandingkan dengan kelas perniagaan di tempat atasnya, yakni bidang usaha kecil kemudian menengah.
“Itu harus bareng-bareng. Itu, semua instansi harus melakukan kemudian memang sudah sebab kan tanggungjawab untuk UMKM naik kelas ini kan tersebar di tempat 22 kementerian dan juga instansi/lembaga. Begitu juga antara sektor swasta kemudian pemerintah. Memang sudah dilakukan, tapi perlu skala yang tersebut tambahan besar,” ujarnya.
Sementara itu, lanjutnya, para pelaku usaha di area level kecil lalu menengah relatif lebih besar berdaya tahan, sehingga kebutuhannya pun berbeda. Oleh akibat itu, penanganannya pun berbeda. Jika penanganan segmen perniagaan mikro kemudian ultramikro lebih banyak ke low touch untuk memenuhi kebutuhan mendasar mereka, yakni daya tahan. Adapun, penanganan segmen kecil dan juga menengah lebih tinggi high touch dengan kebutuhan yang digunakan lebih tinggi berkembang, seperti inkubasi.
Leo pun menunjukkan para pelaku UMKM yang tersebut berhasil masuk serta mengikuti gelaran BRILIANPRENEUR merupakan UMKM yang tersebut sudah terkurasi dan juga sudah mempunyai prestasi sehingga relatif tambahan siap berkompetisi pada pasar global. Namun, masih banyak UMKM lain yang masih berjuang untuk naik kelas, bahkan masih banyak pelaku perniagaan yang digunakan bekerja untuk besok.
“Segmen mikro juga ultra mikro mindset-nya yang dimaksud penting ada off taker, ada yang dimaksud beli. Apakah branding serta marketing sesuatu yang digunakan fundamental? Jawabannya antara yes and no. Kita harus meng-enabler merekan dengan tools yang digunakan benar, serta salah satu komponen yang digunakan paling penting juga sudah sering kita bahas di area mana-mana adalah pembiayaan,” katanya.
Menurut Leo, pembiayaan yang digunakan diskon sekadar tak cukup bagi para pelaku UMKM, khususnya pada segmen mikro dan juga ultra mikro. Namun, dia juga memerlukan pembiayaan yang tersebut mudah, artinya mudah diakses. Hal ini seiring dengan pola usaha segmen mikro juga ultramikro yakni bekerja untuk besok.
“Kalau uang murahnya saja, tapi enggak mudah, ya enggak bisa. Yang mahal saja, tapi mudah dipakai kok. Karena kan temen-temen yang tersebut mikro mungkin butuh [pinjaman]-nya cuman untuk sehari. Makanya banyak juga yang digunakan akhirnya pakai pinjol [pinjaman online],” ujarnya.
Di sisi lain, BRI sebagai bank pemberdaya UMKM terus menegaskan komitmennya untuk membawa sektor UMKM juga ultra mikro nasional naik kelas serta mampu terus berkembang secara berkelanjutan. Oleh sebab itu, pembiayaan yang mudah kemudian cepat bagi pelaku UMKM merupakan salah satu concern utama BRI.
Direktur Utama BRI, Sunarso menegaskan bahwa komitmen BRI untuk segmen UMKM juga ultra mikro juga ditegaskan lewat kehadiran Holding Ultra Mikro yang mana digerakkan BRI bersama-sama dengan PT Pegadaian juga PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Holding Ultra Mikro tidaklah cuma menyediakan layanan pendanaan, melainkan juga membangun biosfer yang kondusif untuk segmen usaha ultramikro berkembang sehingga dapat naik kelas menjadi perniagaan mikro, kemudian usaha kecil, serta perniagaan menengah. Oleh dikarenakan itu, pembinaan, pendampingan bisnis, peningkatan keterampilan, literasi digital, pemberdayaan, hingga perluasan akses pasar merupakan bagian dari program yang tersebut dijalankan oleh holding.
“Melayani lalu memberdayakan UMKM bukan hanya saja mengenai bisnis, tapi yang digunakan lebih lanjut penting lagi adalah menghadirkan kesejahteraan sosial,” lanjut Sunarso.
Terkait BRILIANPRENEUR, program ini menjadi salah satu langkah konkret BRI sebagai lembaga keuangan yang tersebut turut bertanggung jawab memajukan UMKM Indonesia. Pada tahun ini untuk kelima kalinya BRI kembali menyelenggarakan pameran UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR yang dimaksud mengusung tema “Crafting Global Connection” atau merakit koneksi global.
Ajang UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR diselenggarakan sebagai sarana business matching antara UMKM Indonesia dengan konsumen luar negeri, sehingga diharapkan mampu menumbuhkembangkan pelaku UMKM lalu meningkatkan ekspor nasional. Pada tahun ini BRI mengajak 700 UMKM terkurasi untuk tampil di area pameran tersebut.
Acara yang digunakan dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo pada Kamis (07/12) lalu tersebut, resmi ditutup pada Minggu (10/12) oleh Direktur Utama BRI Sunarso. Acara hal itu tahun ini berhasil mencatatkan dealing commitment melalui business matching senilai US$ 81,3 jt atau setara Rp1,26 triliun (dengan asumsi kurs Rp15.500 per USD).
Nilai itu tercapai setalah dijalankan sebanyak 243 business matching. Adapun target awal yang mana disasar sebesar US$ 80 Juta. Business matching hal itu dikerjakan oleh 86 buyers yang digunakan berasal dari 30 negara. Adapun target awalnya 80 buyers dari 25 negara. Negara-negara jika buyers yang di area antaranya Australia, Canada, Taiwan, Singapura, Malaysia, lalu Uni Emirat Arab.
Nilai dealing commitment melalui business matching hal itu mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Pada 2019 nilai business matching mencapai sebesar US$33,5 juta, naik pada 2020 menjadi US$57,5 jt juga pada 2021 kembali meningkat menjadi US$72,1 juta. Sedangkan pada 2022 nilainya menembus US$76,7 juta.