Jakarta,REDAKSI17.COM – Rencana pemerintah menaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada satu sisi diperlukan untuk meningkatkan pendapatan negara. Akan tetapi di area area sisi lain pemerintah miliki opsi lain, yakni membenahi sistem perpajakan.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudi Sadewa saat berkumpul dengan media dalam Jakarta, Kamis (21/3/2024).
“Jadi ketika perekonomian susah, harusnya kita memberi stimulus perekonomian. Memang pendapatan pajak perlu ditingkatkan, tapi bukan dengan berburu di dalam dalam kebun binatang,” katanya.
Dia melanjutkan bahwa penerimaan negara dapat didongkrak dengan cara menangkap potensi objek pajak yang tersebut lebih tinggi tinggi besar, sehingga besaran tarif pajak tidaklah perlu disesuaikan.
“Saya pikir sih harusnya tambahan tinggi bagus diperbaiki sistem yang tersebut digunakan ada, sehingga dari yang dimaksud misalnya [tarif] 10% kan, tapi masuk semua, itu lebih besar lanjut baik dampaknya ke keuangan negara,” kata Purbaya.
Selain itu Purbaya menilai pemerintah juga masih bisa memanfaatkan anggaran belanja yang mana yang disebut tiada digunakan atau yang digunakan digunakan masuk dalam sisa anggaran lebih. Dengan demikian kebutuhan belanja negara dapat dipenuhi tanpa membebankan kenaikan tarif pajak.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pemerintah melakukan konfirmasi akan menaikantarif PPN menjadi 12% per 1 Januari 2025.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan kenaikan tarif PPN ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Menurut dia, pelaksanaan tarif PPN baru ini dilanjutkan dikarenakan penduduk sudah memilih pemerintahan baru dengan program keberlanjutan dari Presiden Joko Widodo.
“Pertama tentu rakyat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan-pilihannya adalah keberlanjutan, tentu kalau keberlanjutan program yang hal itu dicanangkan pemerintah dilanjutkan termasuk kebijakan PPN,” kata Airlangga dalam kantornya, Jakarta, dikutip Jumat (22/3/2024).
Pelaksanaan tarif baru PPN yang dimaksud disebut akan merujuk pada UU HPP yang digunakan telah lama terjadi disahkan pada Oktober 2021. Berdasarkan UU HPP Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang dimaksud digunakan sebelumnya sebesar 10% diubah menjadi 11% pada 1 April 2022. Lalu, kembali dinaikkan menjadi sebesar 12% paling lambat pada 1 Januari 2025.
Penerapan tarif baru ini tentu akan berdampak pada cara menghitung PPN nantinya. Tarif baru ini juga akan mempengaruhi penduduk lantaran konsumen menjadi pihak yang digunakan menanggung kenaikan tersebut. Untuk mengetahui tambahan tinggi lanjut, berikut ini merupakan penjelasan mengenai apa itu PPN.





