Jakarta,REDAKSI17.COM – Hari ini, Senin (22/4/2024) pukul 09.00 WIB, Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan mengumumkan dua putusan tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden serta Wakil Presiden (Pilpres) yang mana dimaksud digelar pada pemilihan umum Tahun 2024 lalu.
Kedua putusan hal itu menyangkut Perkara PHPU yang mana diajukan oleh pasangan calon (paslon) presiden lalu perwakilan presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar serta Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Keduanya sama-sama tak terima dengan hasil yang digunakan hal tersebut sudah pernah dijalankan ditetapkan KPU dimenangkan oleh pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Perkara PHPU yang dimaksud mana diajukan Anies-Muhaimin bernomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024, sedangkan Ganjar-Mahfud bernomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024.
Sengketa Pilpres ini tak luput dari perhatian pelaku usaha di dalam area Indonesia.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan, dunia saat ini tengah mengalami turbulensi. Pemicunya, lanjut dia, perang Ukraina juga Timur Tengah. Pertarungan kebijakan pemerintah di area tempat dalam negeri, lanjutnya, akan memicu beban baru ekonomi, yang tersebut kemudian akan memengaruhi Indonesia dalam menghadapi efek domino perang Ukraina dan Timur Tengah.
“Bagai badai besar yang mana mana akan menerjang banyak negara, tidaklah terkecuali Indonesia,” kata Benny kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (22/4/2024).
Pernyataan Benny hal yang bukan tak beralasan.
Saat ini dunia tengah was-was dengan tensi antara Israel dengan Iran. Kedua negara ini dikabarkan sudah pernah saling meluncurkan serangan, meskipun pihak Israel masih enggan menyingkap suara. Terkait gempuran rudal lalu drone dalam dalam kota Ghahjaworstan yang dimaksud berlokasi di dalam dalam barat laut Isfahan, Iran pada Jumat (19/4/2024) waktu setempat.
Benny mengatakan, jika perang antara kedua negara itu akhirnya pecah juga memicu eskalasi yang tersebut meluas, akan memicu hambatan baru bagi dunia.
Meski dia menilai negara-negara lain tak akan mengambil bagian campur dalam konflik kedua negara, namun keberadaan Selat Hormuz, yang mana dimaksud menghubungkan barat Teluk persia, Teluk Oman, lalu juga tenggara Laut Arab.
“Jika Iran menyembunyikan Selat Hormuz, maka pasokan minyak dari Timur Tengah akan terganggu kemudian juga terhenti. Dampaknya, tarif minyak akan meroket. Bisa mencapai US$100 per barel juga juga menggerakkan tingkat inflasi di dalam tempat seluruh dunia,” ujarnya.
Di saat bersamaan, menurut Benny, the Fed, akan menunda kenaikan suku bunga acuannya untuk menahan tingkat inflasi. Seperti diketahui, kebijakan bank sentral AS itu juga akan berdampak ke Indonesia.
Kurs rupiah yang mana digunakan sudah menembus level Rp16.000 per dolar AS, jelas Benny, bukan tak mungkin akan terus melemah hingga ke Rp17.000 per dolar AS.
“Bank Indonesia menghadapi dilema untuk menjaga agar nilai tukar rupiah stabil, melalui dua kebijakan,” katanya.
Pertama, menaikkan suku bunga acuan agar nilai tukar rupiah tetap stabil. Konsekekuensinya, suku bunga dalam bank komersial juga akan naik. Kredit akan lebih besar besar mahal.
“Peredaran uang akan semakin berkurang, daya beli rakyat yang tersebut yang disebut rendah akan semakin melemah,” tukasnya.
“Akibatnya, perusahaan akan sulit berjualan produknya, selanjutnya gelombang PHK bertambah jumlah keseluruhan agregat pengangguran meningkat,” terang Benny.
Kedua, Bank Indonesia akan melakukan intervensi dengan jual dolar agar nilai tukar rupiah stabil. Risikonya adalah cadangan devisa akan terkuras. Batas amannya adalah untuk 6 bulan impor.
“Apapun pilihan yang digunakan diambil Bank Indonesia akan berdampak pada perekonomian nasional, sampai tingkat inflasi, daya beli, lapangan kerja kemudian seterusnya,” kata Benny.
Badai Besar Mengancam
Di tengah kondisi lalu juga ancaman tersebut, Benny kemudian menyinggung sengketa Pilpres yang mana dimaksud tengah ditangani MK.
“Tentunya perkembangan ini akan berdampak pada perkembangan kebijakan pemerintah dalam negeri yang hal itu masih diwarnai pertarungan di area dalam Mahkamah Konstitusi mengenai Pilpres,” cetusnya.
“Jika, pertarungan elit kebijakan pemerintah ini terus berlangsung sampai bulan Oktober, tiada menghentikan kemungkinan Jokowi (Joko Widodo) yang dimaksud mana masih menjabat Presiden akan mengeluarkan Perppu. Alasannya, negara dalam keadaan darurat perekonomian lalu politik,” ujar Benny.
Menurut Benny, hal itu sudah pernah diperhitungkan oleh para pakar hukum.
“Para pakar hukum ketatanegaraan sudah lama membicarakan kemungkinan tersebut,” pungkasnya.