
Jakarta,REDAKSI17.COM – Anggota Komisi IX DPR RI, Sri Meliyana, menegaskan pentingnya proses yang hati-hati dan terukur dalam transisi menuju Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Hal tersebut ia sampaikan saat Kunjungan Kerja Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Komisi IX DPR RI di Pekanbaru, Provinsi Riau.
Sri Meliyana menilai bahwa setiap perubahan kebijakan, terutama terkait sinkronisasi data kepesertaan JKN, kerap memicu kegaduhan publik. Peralihan dari sistem data lama ke DTSEN sering kali menimbulkan persoalan seperti hilangnya data peserta, terganggunya status kepesertaan, hingga kartu BPJS Kesehatan yang tidak dapat digunakan saat dibutuhkan.
“Sering sekali ada pemberitaan, satu kebijakan berganti. Misalnya dari data lama ke Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Tiba-tiba ada data kepesertaan yang terganggu, ada yang hilang, dan macam-macam, sehingga BPJS tidak bisa digunakan pada saat dibutuhkan,” ujar Sri Meliyana kepada Parlementaria di Pekanbaru, Kamis (20/11/2025).
Politisi Fraksi Partai Gerindra itu menegaskan bahwa DTSEN akan menjadi tulang punggung data nasional, sehingga proses transisinya harus dilakukan secara arif, terencana, dan tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Setiap syarat dan skema peralihan wajib disiapkan dengan matang agar tidak berdampak pada akses layanan kesehatan publik.
Selain itu, Sri Meliyana turut menyoroti pelaksanaan Universal Health Coverage (UHC) di berbagai daerah. Meskipun banyak kabupaten/kota telah mencapai lebih dari 98 persen kepesertaan BPJS Kesehatan dan secara status telah dinyatakan UHC, namun di lapangan masih ditemukan peserta yang tercatat tidak aktif.
“Dengan Universal Health Coverage (UHC) itu ternyata masih banyak peserta yang tidak aktif. Walaupun daerahnya UHC, tetap saja ada masyarakat yang tidak bisa menggunakan BPJS untuk berobat,” tegasnya.
Menurut Legislator Dapil Sumatera Selatan tersebut, UHC seharusnya menjamin seluruh masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan tanpa hambatan administratif. Ia berharap pemerintah daerah bersama BPJS Kesehatan memastikan validitas serta stabilitas data sehingga manfaat UHC benar-benar dirasakan masyarakat.
“Harapan kami, Universal Health Coverage itu menjamin bahwa semua masyarakat di kabupaten atau kota tersebut sudah ter-cover untuk mendapatkan pengobatan. Jadi bukan UHC tapi pesertanya tidak aktif atau datanya hilang. UHC berarti seluruh masyarakat dengan kepesertaan lebih dari 98 persen seharusnya bisa mengakses pengobatan,” tutupnya.



