Jakarta, REDAKSI17.COM – Kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11% menjadi 12% mendapatkan sorotan dari berbagai pihak, termasuk pengusaha Tanah Air. Padahal kenaikan PPN ini baru akan diterapkan tahun depan sesuai mandat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pada pasal 7 menyebutkan kenaikan PPN menjadi 12% berlaku mulai 1 Januari 2025.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakses suara. Dia menegaskan hal ini mampu diubah, walau sudah disepakati pemerintah serta DPR pada 2021.
“PPN 12% sudah dibahas ini juga termasuk fatsun urusan kebijakan pemerintah UU HPP yag kita semua bahas udah setuju namun kita hormati pemerintah baru,” terangnya saat rapat kerja dengan Komisi XI di dalam area Gedung DPR/MPR, Jakarta, dikutip Jumat (19/3/2024)
Menurut Sri Mulyani, pemerintah baru berhak mengubah kebijakan yang dimaksud mana sudah disepakati sebelumnya. Tentunya disesuaikan dengan arah serta kebijakan yang dimaksud dijanjikan ketika kampanye. “Jadi kalau target PPN tetap 11%, nanti disesuaikan,” tegasnya.
Senada, Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Suryo Utomo menegaskan implementasi kenaikan PPN akan menunggu pemerintah baru.
“Kajian akan terus kita jalankan kemudian juga transisi pemerintah juga terjadi jadi kami menunggu lah,” tegasnya.
Kalangan pengusaha dari berbagai sektor menjadi pihak yang digunakan digunakan menyatakan menolak rencana pemerintah untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari yang dimaksud saat ini 11%, menjadi sebesar 12% pada 2025.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja misalnya, yang mana itu mengatakan, rencana kenaikan itu akan semakin membebani daya beli masyarakat, yang digunakan saat ini masih belum pulih dari dampak Pandemi Covid-19.
Tercermin dari konsumsi rakyat yang tersebut dimaksud turun pada penghujung 2023. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga pada kuartal IV-2023 hanya sekali sekadar tumbuh 4,47% secara tahunan, turun dari kuartal III-2023 yang dimaksud itu tumbuh 5,06%.
“Saya harapkan PPN 12% ini sanggup sedikit ditunda dikarenakan kondisi kita, daya beli belum pulih sekali, jadi ini menjadi momen kurang tepat menjalankan PPN 12%,” kata Jemmy dalam program Closing Bell CNBC Indonesia, dikutip Jumat (22/3/2024).
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengaku lebih tinggi besar setuju pemerintah menaikkan tarif pajak penghasilan badan (PPh Badan), ketimbang tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%.
Benny menjelaskan, PPh Badan tambahan tinggi baik dinaikkan pemerintah untuk mencari tambahan penerimaan pajak saat ketimbang PPN, dikarenakan pengenaan PPh Badan dibayarkan setelah catatan untung dari wajib pajak badan.
“Kenapa enggak PPh Badan semata dinaikkan, sebab itu kan setelah untung baru dibagi,” katanya dalam program Profit CNBC Indonesia, dikutip Jumat (22/3/2024).
Sementara itu, untuk PPN ia mengatakan semakin dinaikkan malah akan menekan daya beli penduduk dalam tengah tekanan pendapatannya yang digunakan digunakan terus menerus tergerus inflasi. Pengusaha pun akan terimbas dikarenakan jualan produknya akan semakin merosot.
“(PPN) ini jadi beban semua baik produsen maupun ke konsumen,” ucap Benny.





