Home / Daerah / Sri Sultan: Aparatur Nagari, Representasi Harmoni Pemimpin dan Rakyat

Sri Sultan: Aparatur Nagari, Representasi Harmoni Pemimpin dan Rakyat

Yogyakarta (07/03/2025) REDAKSI17.COM – Pameran Temporer Hamongnagari mempresentasikan sejarah panjang Aparatur Nagari Ngayogyakarta. Sebagai bagian dari kedaulatan Keraton Yogyakarta, Aparatur Nagari adalah representasi dari harmoni antara kepemimpinan dan rakyat.

Hal ini diungkapkan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X di Bangsal Pagelaran, Keraton Yogyakarta pada Jumat (07/03). Pada Pembukaan Pameran Temporer Hamongnagari: Aparatur Nagari Ngayogyakarta, Sri Sultan mengatakan, sejak berdirinya Kasultanan, Aparatur Nagari Ngayogyakarta telah turut menghidup-hidupi dan menjaga kedaulatan Karaton.

“Mereka adalah perwujudan makna ‘Manunggaling Kawula Lan Gusti’, sekaligus jembatan yang menghubungkan antara kepemimpinan dengan pengabdian. Perhelatan ini menjadi ikhtiar untuk memahami, menghayati, serta meresapi kembali nilai-nilai ‘dharmabhakti’, yang telah diwariskan sejak ratusan tahun silam,” papar Sri Sultan.

Sri Sultan menjelaskan, nilai-nilai sebagai aparatur nagari tidak hanya hidup dalam laku dan tutur, tetapi juga terwujud dalam berbagai bentuk rupa. Salah satunya adalah ‘wastra’. ‘Wastra’ dalam tradisi Keraton bukan sekadar pakaian. Melainkan simbol ‘kawibawan lan kawiryan’, yang mencerminkan nilai dwitunggal ‘Ajining diri ana ing Lathi, Ajining Raga ana ing Busana’.

“Dalam hal ini, eksistensi Keraton, termanifestasi pula dari cara aparatnya dalam membawa diri atau ‘among raga’, sekaligus ‘among rasa’ dalam menghayati tugasnya. Untuk kesemua itu, secara khusus, saya mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan, kepada setiap aparatur nagari yang telah membantu saya sampai dengan saat ini,” ungkap Sri Sultan.

Sri Sultan pun menambahkan, sejarah Keraton adalah juga tentang mereka yang mengabdikan hidupnya dalam barisan ‘pangembating praja’. Untuk itu, dengan diselenggarakan pameran ini, upaya menelusuri jejak sejarah dan dinamika budaya, melalui pemaknaan filologis, dan rangkaian kegiatan yang terbingkai dalam pameran ini, dapat menjadi suluh yang menerangi kemuliaan nilai-nilai budaya, yang senantiasa menyertai peradaban Kraton Ngayogyakarta.

Dalam kesempatan yang sama, Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Nityabudaya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, GKR Bendara mengatakan, dalam proses membangun kerajaannya pasca perjanjian Giyanti, Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengku Buwono I membentuk kelompok-kelompok aparatur negara sebagai kelengkapan dari pemerintahan. Pembentukan kelompok aparatur negara ini bukan sekedar persoalan pemerintahan, tapi juga menjadi representasi dari lembaga-lembaga penyokong kedaulatan secara adat, pemerintahan, militer, hingga aspek spiritual simbolis.

“Di samping aparatur militer, kelembagaan lain seperti lembaga peradilan, pertanahan, hingga urusan pajak dan perekonomian tercatat begitu detail meski belum sekompleks saat ini. Pasca Perang Jawa pada pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII, keterbukaan ekonomi di DIY membawa angin segar pada pembangunan. Konsekuensinya adalah terjadi pembentukan lembaga baru untuk mengatur tata pemerintahan yang semakin rumit,” ungkapnya.

GKR Bendara mengatakan, sejak Sri Sultan Hamengku Buwono VII hingga Sri Sultan Hamengku Buwono IX, tepatnya sebelum Jepang masuk Indonesia, setidaknya terdapat 113 kelompok Aparatur Nagari Ngayogyakarta. Hingga pasca kemerdekaan tepatnya usai Agresi Militer Belanda II, menjadi titik balik Aparatur Nagari Ngayogyakarta sampai saat ini.

“Sejarah tersebut diwujudkan dalam pameran Hamongnagari: Aparatur Nagari Ngayogyakarta ini. Pameran ini mampu membawa siapapun yang menyaksikan larut dalam informasi yang kompleks tentang tatanan pemerintah di Yogyakarta dan wastra dari kelembagaan tersebut,” imbuhnya.

Pada kesempatan ini, digelar pula peragaan busana abdi dalem dengan iringan acapella oleh Yogyakarta Royal Choir. Peragaan busana Aparatur Nagari Ngayogyakarta ini dilakukan oleh 74 abdi dalem yang dibagi menjadi 15 kelompok. Salah satu yang ditampilkan ialah busana Prajurit Langen Kusuma, atau kesatuan prajurit perempuan. Ada pula peragaan busana abdi dalem untuk urusan keagamaan atau spiritual yakni kanca kaji.

Kemudian, abdi dalem Palawija, atau abdi dalem khusus yang para anggotanya memiliki kelainan fisik. Meski demikian, mereka menjadi kesayangan dan pendamping Sultan dalam menghadiri acara-acara besar, sebagai wujud kepedulian dan kesetaraan. Ada pula abdi dalem Emban, bertugas sebagai pengasuh putra-putri raja, dengan ciri khas memakai kain motif parang rusak atau kawung yang tersampir di bahu kanan.

HUMAS DIY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *