Jakarta, REDAKSI17.COM – Perusahaan co-working space WeWork resmi mengajukan pailit. Namun, kebangkrutan WeWork berbanding terbalik dengan nasib pendirinya Adam Neumann.
Adam Neuman, padahal menurut CNBC International, adalah tokoh sentral pada tempat balik pertumbuhan pesat serta ambruknya WeWork.
WeWork, yang digunakan didirikan Neumann pada 2010, sempat menjadi startup kesayangan pemodal juga juga mencapai valuasi US$ 47 miliar (Rp 733 triliun) pada 2019. Kini, saat mengajukan permintaan pailit, valuasi perusahaan “tinggal” US$ 45 jt (Rp 702 miliar).
Nemumann mundur pada September 2019 setelah permasalahan tata kelola pada tempat WeWorks terbongkar dalam proses IPO-nya. Sang CEO ternyata kerap memperkaya diri sendiri dengan cara-cara aneh, seperti memberikan dirinya saham perusahaan senilai US$ 6 jt untuk pembayaran hak cipta kata We.
![]() |
Berbagai laporan juga menggambarkan gaya manajemen Neumann yang digunakan dimaksud tak biasa, termasuk budaya pesta pora. Pada akhirnya, IPO WeWork gagal.
Namun, Neumann tidak seperti founder startup lain yang mana digunakan hartanya mengambil bagian menguap bersama valuasi perusahaan yang dimaksud dimaksud merekan dirikan. Pria berusia 44 tahun ini justru menumpuk harta menjauhi perubahan fundamental WeWork menjadi perusahaan terbuka.
Setelah gagal IPO, WeWork menempuh proses merger dengan SPAC, yaitu perusahaan cangkang yang tersebut mana didirikan sebagai pintu masuk perusahaan yang dimaksud digunakan mau go-public.
|
Sebagai bagian dari merger, SoftBank dikabarkan memberikan Neumann US$ 480 jt (sekitar Rp 7,5 triliun) untuk membeli setengah dari seluruh saham miliknya. Bayaran ini diterima Neumann setelah ia menggugat SoftBank ke pengadilan oleh sebab itu penanam modal startup tersebut membatalkan rencana pembelian seluruh saham WeWork milik Neumann di tarif US$ 1 miliar (Rp 15,62 triliun).
Neumann juga menerima US$ 185 jt (Rp 2,9 triliun) sebagai bagian dari klausul non-kompetisi (yang melarang Neumann bernegosiasi dengan calon pembeli lain) lalu US$ 106 jt (Rp 1,6 triliun) sebagai dari bagian penyelesaian gugatan di dalam tempat luar pengadilan.
Secara total, meskipun ditendang dari WeWork bertahun-tahun sebelumnya, Nuemann meraih US$ 770 jt (Rp 12 triliun) selama proses merger.
Di samping itu, Neumann masih mempunyai saham dalam dalam WeWork yang nilainya diperkirakan mencapai US$ 722 (Rp 11,29 triliun) pada saat WeWork melantai di dalam tempat bursa.
Setelah WeWork bangkrut, sisa saham yang tersebut disebut harganya nol. Namun, mampu semata-mata Neumann sudah mengedarkan sisa saham WeWork miliknya.
“Sebagai pendiri WeWork yang menghabiskan satu dekade membangun bisnis dengan orang-orang yang tersebut hal tersebut luar biasa, kabar kebangkrutan ini mengecewakan. Sangat berat bagi saya, belaka dapat menyaksikan dari jauh, kegagalan WeWork mengambil keuntungan dari komoditas yang mana justru sangat relevan hari ini. Saya percaya, dengan tim lalu strategi yang tepat, reorganisasi mampu menimbulkan WeWork kembali sukses,” kata Neumann dalam pernyataan ke CNBC International.
![]() |
Kini, Neumann sedang sibuk dengan startup barunya yang dimaksud itu juga bergerak di area tempat bidang real estat, bernama Flow. Perusahaan yang sudah pernah mencapai valuasi US$ 1 miliar ini berambisi “mencari solusi ketidaksetaraan dalam pasar penyewaan rumah dengan menciptakan suasana komunitas kemudian membantu penyewa membangun aset lewat rumah kamu.”
Flow dilaporkan saat ini miliki 3.000 unit rumah tinggal pada area berbagai kota pada Amerika Serikat. Menurut CNBC International, model industri Flow masih belum jelas tetapi tampaknya adalah replika model industri co-working yang mana hal tersebut dipelopori WeWork di pasar tempat tinggal.
Dalam wawancara dengan CNBC International, Neumann menyatakan Flow adalah bentuk lain dari cerita yang serupa [dengan WeWork]. “Saat orang tinggal pada dalam sebuah komunitas, saat orang-orang tinggal bersama, ketika ada perbedaan, selalu ada titik temu,” kata Neumann.