Aceh,REDAKSI17.COM – PT Tusam Hutani Lestari menyita perhatian publik usai bencana banjir dan longsor meluluhlantakkan sejumlah wilayah di Provinsi Aceh. Korporasi dengan konsesi lahan hingga 97 ribu hektare tersebut diduga menjadi salah satu penyebab bencana ekologis yang diperparah siklon tropis Senyar pada akhir November lalu. Sorotan publik kian menguat karena nama perusahaan ini kerap dikaitkan dengan Presiden Prabowo Subianto.

Berdasarkan catatan Tirto, isu kepemilikan Prabowo terhadap Tusam Hutani Lestari sebelumnya pernah mencuat pada 2019—tepatnya saat debat kedua Pilpres ketika Prabowo berhadapan dengan petahana Joko Widodo.

 

Pada momen itu, Jokowi secara terbuka menyebut bahwa Prabowo menguasai ratusan ribu hektare lahan konsesi, termasuk di Aceh Tengah. Ini ia sampaikan untuk menanggapi kritik Prabowo soal strategi bagi-bagi tanah kepada warga dalam segmen ketiga debat yang berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, 17 Februari 2019.

“Saya tahu Pak Prabowo memiliki lahan yang sangat luas di Kalimantan Timur. Sebesar 220.000 hektare dan juga di Aceh Tengah 120.000 hektare,” ujar Jokowi kala itu.

Prabowo tidak membantah tudingan tersebut. Ia hanya menegaskan bahwa lahan yang dimaksud merupakan HGU—hak guna usaha—yang menurutnya tetap menjadi milik negara.

Sehari setelahnya, isu tersebut kembali mengemuka melalui kesaksian Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf yang saat itu tengah menjalani proses hukum atas dugaan korupsi.

Di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/2/2019), Irwandi menyebut bahwa PT Tusam Hutani Lestari pernah bermasalah ketika ia masih menjabat sebagai gubernur aktif lantaran perusahaan diduga melakukan penebangan pepohonan pinus namun tidak kembali melakukan penanaman. “Kuperhatikan banyak ditebang, tapi yang lama-lama ditebang kok masih botak? Artinya tidak ditanam [yang baru],” kata Irwandi.

Karena persoalan itu, Irwandi mengaku menahan permohonan perizinan yang diajukan perusahaan tersebut. Ia bahkan menyebut langkahnya itu dijadikan bahan fitnah ketika ia hendak mencalonkan diri kembali pada Pilkada Aceh. “Fitnah bahwa aku sengaja menelantarkan dan membuat ribuan orang menganggur di Aceh karena tidak mau teken,” ujarnya.

Namun benar kah Prabowo berada di balik Tusam Hutani Lestari?

Dokumen resmi Ditjen AHU yang diunduh Tirto pada 8 Desember 2025 menunjukkan fakta berbeda. Nama Prabowo Subianto tidak muncul sama sekali dalam struktur kepemilikan, direksi, maupun dewan komisaris perusahaan. Profil yang diperbarui terakhir kali pada 30 Agustus 2024 itu justru menampilkan dua perusahaan sebagai pemegang saham tunggal perseroan, yakni PT Alas Helau dengan 11.920 lembar saham dan PT Eksploitasi dan Industri Hutan V (Inhutani V) dengan 7.947 lembar saham.

Total modal ditempatkan dan disetor tercatat sebesar Rp19,867 miliar, seluruhnya dalam bentuk uang, tanpa penyertaan saham pribadi dari individu mana pun.

Tidak ada nama pejabat, tokoh politik nasional, atau anggota keluarga Prabowo Subianto dalam daftar pemegang saham tersebut. Kedua entitas itu—terutama Inhutani V—mencerminkan struktur perusahaan kehutanan lama yang beroperasi jauh sebelum Prabowo menjadi presiden. Inhutani V sendiri merupakan BUMN kehutanan yang berada dalam jaringan Perhutani Group.

Peta Dasar Area Kerja Tusam Hutani Lestari

Peta Dasar Area Kerja Tusam Hutani Lestari. (sumber: profil perusahaan THL) 

Meski Prabowo tidak muncul sebagai pemilik, dokumen AHU justru menunjukkan figur lain yang cukup mencolok: Edhy Prabowo, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan yang pernah terjerat kasus korupsi. Dalam akta perubahan yang dibuat notaris Arsin Effendy, SH, tertanggal 28 Agustus 2024, Edhy tercatat masuk sebagai Direktur Utama PT Tusam Hutani Lestari.

Selain Edhy, direksi lain ialah Muhammad Harrifar Syafar dan Sofyan Alparis, sementara posisi komisaris diisi oleh Sukasno sebagai Komisaris Utama dan Suhary Zainuddin Basyariah sebagai Komisaris.

Sebagai informasi, selain sebagai mantan menteri Edhy sebelumnya juga pernah duduk di kursi Wakil Ketua umum DPP Partai Gerindra. Meski demikian, ketika kasus suap yang melibatkan dirinya ditangani KPK pada November 2020, Edhy mengajukan pengunduran diri DPP Gerindra.

Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, saat ditemui di DPR RI pada 26 November 2020 mengatakan bahwa pengunduran diri tersebut telah diterima dan karenanya Edhy bukan lagi merupakan kader Gerindra.

Pada 7 Maret 2022, Edhy divonis dengan pidana lima tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) atas kasus suap sebesar 77.000 dolar atau sekitar Rp1,12 miliar dan Rp24,62 miliar terkait proses persetujuan pemberian izin budi daya lobster dan izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) kepada para eksportir.

Meski dihukum bui lima tahun, remisi—serta pengurangan masa penahanan selama 120 hari—membuat Edhy bebas lebih cepat. Pada 18 Agustus 2023, ia menghirup udara bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tangerang.

Mengapa THL Disorot?

 

Meski belum ada bukti kepemilikan langsung Prabowo atas THL, dan tidak adanya sumber terbuka mengenai para pemilik manfaat sesungguhnya (beneficial owner) perusahaan tersebut, isu ini tetap dipandang penting untuk ditelusuri lebih jauh. Sebab, keputusan pemerintah yang hingga kini belum menetapkan status bencana nasional atas musibah yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah menjadi sorotan publik lebih dari sepekan terakhir.

Dalam situasi seperti itu, kecurigaan publik mudah mengarah pada dugaan adanya konflik kepentingan yang mungkin memengaruhi kebijakan tersebut—terutama jika tidak ada pernyataan yang jelas dan transparan dari Kepala Negara. Terlebih, hingga saat ini pemerintah juga belum mengumumkan nama 12 perusahaan yang diduga turut berkontribusi memperparah bencana ekologis di Sumatera.

“Tentu ini akan terjadi konflik kepentingan dengan beberapa catatan seperti enggannya Pemerintah menetapkan status bencana sebagai bencana nasional,” ucap Juru Bicara Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Al Farhat Kasman kepada Tirto.

Tutupan Lahan Tusam Hutani Lestari

Tutupan Lahan Tusam Hutani Lestari. (sumber: profil perusahaan THL) 

Selain soal kepemilikan, skala konsesi THL yang sangat besar juga turut jadi sorotan publik. Berdasarkan company profile perusahaan, PT THL telah memiliki izin Hutan Tanaman Industri (HTI) sejak SK No. 556/Kpts-II/1997 dengan luas mencapai 97.300 hektare. Izin tersebut kemudian diperbarui melalui SK Menteri LHK No. 1501/MENLHK/SETJEN/HPL.0/12/2021 yang menegaskan wilayah operasional perusahaan berada di Provinsi Aceh.

Dalam pembagian areal PBPH terbaru, Tusam Hutani Lestari menguasai area pinus seluas 29.378 hektare, hutan sekunder 17.563 hektare, lahan kosong berpotensi dikelola 22.172 hektare, pertanian lahan campur 16.557 hektare, dan kawasan permukiman 2.058 hektare.

Bentang lahan sebesar itu, sebagian di antaranya berada di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, wilayah-wilayah yang pada awal Desember menjadi salah satu titik terdampak bencana banjir besar.

“Konsesi yang dimiliki oleh PT THL juga menjadi bermasalah karena adanya tumpang tindih kawasan. Pada Konsesi PT THL yang dekat dengan Aceh Timur, terdapat konsesi tambang emas milik PT Linge Mineral Resources dengan luas 36.420 Hektar,” imbuh Farhat.