Jakarta,REDAKSI17.COM – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) ternyata tak setuju dengan rencana revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36/023 tentang Kebijakan lalu Pengaturan Impor. Yang sudah pernah diubah menjadi Permendag No 3/2024 yang digunakan mengatur hal serupa, berlaku sejak 10 Maret 2024.
Hal itu disampaikan Staf Khusus Menteri Bidang Hukum juga Pengawasan sekaligus Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan resmi, Minggu (21/4/2024). Dia pun menegaskan, pemerintah Indonesia tidaklah melarang impor, namun diimplementasikan pengaturan volume yang digunakan masuk RI.
Pengaturan itu, jelasnya, diperlukan agar kontribusi sektor industri terhadap perekonomian nasional dapat jadi meningkat.
Febri mengatakan, Kemenperin telah terjadi dikerjakan merampungkan penyusunan regulasi pendukung bagi Permendag No 36/2023 jo. No 3/2024.
“Telah tersedia regulasi pendukung dalam bentuk Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) untuk komoditas-komoditas industri yang digunakan mana diatur, sesuai arahan dalam Rapat Terbatas yang mana digunakan dipimpin Presiden,” katanya, dikutip Senin (22/4/2024).
“Permenperin mengenai tata cara penerbitan pertimbangan teknis (Pertek) untuk komoditas seperti pakaian jadi, alas kaki, besi atau baja, obat tradisional kemudian suplemen kesehatan, kosmetik, kemudian elektronik, pemrosesan permintaan impor item sudah berjalan melalui portal Indonesia National Single Window (INSW. Sedangkan untuk komoditas ban, dalam proses pengundangan dalam Berita Negara,” tambah Febri menjelaskan.
Dia menuturkan, komoditas impor yang yang membutuhkan Pertek sebagian merupakan komoditas akhir industri. Sedangkan untuk komponen baku, sejauh ini sangat lancar melalui proses penerbitan Pertek yang mana yang cepat, maksimal dalam 5 hari kerja.
Dia menambahkan, dengan berjalannya peraturan tersebut, tiada ada ada alasan mengubah kembali peraturan larangan terbatas (lartas) untuk produk-produk yang tersebut dimaksud sudah siap.
“Ini diharapkan dapat meningkatkan utilisasi industri dalam negeri yang dimaksud rata-rata sudah mampu menghasilkan produk-produk sejenis dengan item impor hilir. Serta untuk memperkuat posisi devisa mata uang Rupiah yang mana dimaksud sedang tertekan,” ujar Febri.
“Selain itu, adanya upaya-upaya untuk mengubah kembali Permendag itu dikhawatirkan akan menyebabkan membanjirnya produk-produk hilir sejenis ke dalam negeri yang tersebut digunakan berisiko mematikan industri dalam negeri,” tukasnya.
Sebelumnya, kabar rencana revisi Permendag No 36/2023 jo. Permendag No 3/2024 mencuat usai Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Tingkat Menteri yang mana digunakan digelar dalam tempat kantor Kemenko Perekonomian pada hari Selasa (16/4/2024) lalu. Disebutkan, revisi dijalani dikarenakan implementasi aturan impor itu masih terkendala juga bermasalah dalam lapangan.
Febri mengatakan, upaya menumbuhkan kemampuan industri nasional serta menggerakkan perkembangan sektor ekonomi di dalam dalam dalam negeri terus dilakukan. Terutama komoditas hasil hilir yang dimaksud mana volume impornya besar, seperti AC, mesin cuci, kulkas.
“Produk-produk itu sudah tersedia pada dalam negeri. Impor dapat dijalani untuk memenuhi kekurangan pemenuhan kebutuhan konsumen,” katanya.
“Kami menegaskan, impor tidaklah dilarang, namun diatur volumenya sehingga kontribusi sektor industri terhadap dunia usaha nasional bisa saja belaka meningkat,” tambahnya.
Dia pun mengimbau perusahaan yang mana dimaksud mengajukan Pertek untuk mengunggah dokumen yang mana dimaksud diminta sesuai peraturan. Seperti dokumen realisasi impor sebelumnya, kapasitas industri bagi industri pemegang Angka Pengenal Importir-Produsen (API-P).
Selain itu, para pemegang Angka Pengenal Importir-Umum (API-U) juga perlu beradaptasi dengan portal Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).
Dia pun menjanjikan, Kemenperin semaksimal mungkin melayani seluruh pihak yang memerlukan Pertek bagi produk-produk hal hal tersebut dengan mengacu pada permintaan juga pasokan di area dalam dalam negeri.
“Kemenperin berharap seluruh pihak, baik kementerian/ lembaga, industri, pengusaha, importir, kemudian asosiasi dapat bekerja sejenis dengan baik dalam rangka pemenuhan supply-demand nasional dimaksud,” ujarnya.
“Hal ini agar terhindar dari salah tafsir terhadap peraturan yang dimaksud berlaku,” tegas Febri.