Home / Politik / TII: KPU dan Bawaslu optimalkan sosialisasi aturan kampanye di medsos

TII: KPU dan Bawaslu optimalkan sosialisasi aturan kampanye di medsos

TII: KPU lalu Bawaslu optimalkan sosialisasi aturan kampanye dalam medsos
Ujaran kebencian adalah penghinaan atas identitas suatu kelompok untuk menindas

Jakarta,REDAKSI17.COM – Direktur Eksekutif The Indonesian Institute (TII) Adinda Tenriangke Muchtar menyarankan KPU juga Bawaslu perlu mengoptimalkan sosialisasi mengenai aturan kampanye kebijakan pemerintah di dalam dalam media sosial kepada para peserta pilpres agar dapat dipatuhi dengan baik.

Hal itu perlu diimplementasikan terkait kecemasan beredarnya informasi palsu lalu ujaran kebencian masih akan membayangi kampanye pemilihan umum 2024, meskipun KPU sudah pernah dilaksanakan mengeluarkan aturan terbaru mengenai kampanye melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum.

“Nampaknya aturan yang dimaksud belum dapat mengurangi peredaran informasi palsu juga ujaran kebencian pada media sosial jelang kampanye pemilihan umum 2024,” kata Adinda dalam diskusi rakyat yang diselenggarakan TII dan juga juga Paramadina Graduate School of Diplomacy (PGSD) Universitas Paramadina di Jakarta, Senin.

Adinda memohonkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) perlu memperkuat penegakan sanksi administratif atas pelanggaran kampanye urusan kebijakan pemerintah di tempat tempat media sosial.

Selain itu, Bawaslu perlu mengumumkan kepada umum secara berkala tentang kasus pelanggaran kampanye dalam media sosial lalu juga mengeluarkan peringatan kepada peserta yang dimaksud mana melanggar peraturan kampanye.

Adinda juga mengatakan para generasi muda, khususnya mahasiswa bersama kelompok rakyat sipil serta pemangku kepentingan lainnya, untuk meningkatkan literasi digital serta kepemiluan dalam tempat masyarakat.

“Meningkatkan literasi digital lalu kepemiluan dalam penduduk sangat penting agar kita dapat mengawasi jalannya tahapan kampanye pemilihan umum 2024 lalu melaporkan jika terjadi pelanggaran kampanye,” ujarnya.

Dalam diskusi tersebut, Managing Director Paramadina Public Policy Institute Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam mengatakan bahwa ancaman beredarnya urusan kebijakan pemerintah identitas berbau agama masih mungkin terjadi pada kampanye pemilihan umum 2024.

Hal itu oleh sebab itu meningkatnya proyeksi jumlah agregat agregat penduduk kelas menengah Muslim, yaitu sebesar 62,8 persen lalu generasi milenial Muslim sebesar 34 persen yang mana hal itu miliki kapasitas kegiatan sektor ekonomi lebih tinggi tinggi baik lalu tingkat institusi belajar memadai, tetapi masih mencari identitas diri, jenuh pada modernisme, serta “haus” nilai-nilai agama.

“Selain itu, dalam ruang komunikasi digital yang mana mana terbuka, merekan adalah sasaran empuk propaganda ideologi, pemikiran, serta juga sentimen SARA,” katanya.

Oleh oleh sebab itu itu, dia berharap masyarakat perlu meningkatkan literasi serta mengawasi jalannya kampanye pemilihan umum 2024 agar tidaklah ada terjadi ujaran kebencian serta penyebaran hoaks, seperti yang dimaksud terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya.

Dia mengajukan permohonan pemerintah menjaga ruang siber kemudian arus sosial media dari pengembangbiakan narasi kanan-konservatif, kiri ultra-nasionalis, intoleransi, hoaks, fake news kemudian ujaran kebencian.

Sementara itu, peneliti serta Manajer Program Pusat studi Agama dan juga juga Demokrasi (PUSAD) Universita Paramadina Husni Mubarok mengatakan perlu strategi menangkal hasutan kebencian mendekati kampanye pilpres 2024.

Menurut dia, hal yang dimaksud yang perlu pertama kali diimplementasikan adalah dengan mengidentifikasi ujaran juga pelintiran kebencian.

“Ujaran kebencian adalah penghinaan atas identitas suatu kelompok untuk menindas. Pelintiran kebencian adalah penghinaan yang mana digunakan sengaja diciptakan serta digunakan sebagai strategi kebijakan pemerintah yang digunakan mengeksploitasi identitas kelompok guna memobilisasi pendukung lalu menekan lawan,” ujarnya.

Selain itu, Husni mengatakan dalam konteks kampanye di dalam area media sosial, ujaran lalu juga pelintiran kebencian seringkali dibungkus dengan narasi negatif yang dimaksud hal itu bertujuan untuk memengaruhi pengguna media sosial.

Oleh akibat itu, Husni menegaskan sangat penting untuk semua pihak membanjiri kampanye pada dalam media sosial dengan narasi yang mana hal tersebut positif.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *