Jakarta, REDAKSI17.COM – Tim nasional pemenangan calon presiden juga duta presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mengkritisi pernyataan calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto yang dimaksud mana mengatakan rasio utang terhadap PDB Indonesia tambahan rendah melebihi negara tetangga.
Berdasarkan data perbandingan rasio utang terhadap PDB Indonesia saat ini pada area level 38,11% memang terbilang rendah melebihi negara tetangga lainnya, seperti Singapura pada sekitar 172,9%, Malaysia 63,8%, Filipina 60,2%, lalu Thailand 54,9% terhadap PDB nya.
Sekretaris Dewan Pakar Timnas AMIN Wijayanto Samirin menekankan, kendati dari sisi rasio rendah, namun kualitas utang Indonesia cenderung jeblok melebihi negara-negara tetangga. Tercermin dari rating kredit atau peringkat utang Indonesia.
“Sering kali kita bertanya-tanya kok rating kita tambahan besar rendah dari negara tetangga lantaran hal-hal ini kita lupa debt to GDP ratio negara tetangga lebih lanjut lanjut tinggi dari kita tapi suku bunga merekan rendah,” kata Wijayanto dalam program Your Money Your Vote CNBC Indonesia, dikutip Kamis (11/1/2024).
Peringkat utang Indonesia versi S&P adalah BBB lalu Baa2 versi Moody’s level credit rating atau peringkat surat utang itu masuk kategori lower medium grade, Jauh dalam area bawah Malaysia yang digunakan dimaksud peringkatnya A- menurut S&P serta A3 versi Moody’s yang mana digunakan berarti masuk kategori upper medium grade.
Apalagi berbeda dengan Singapura, credit ratingnya adalah AAA versi S&P juga juga Aaa dari Moody’s, yang mana yang disebut berarti kategori utangnya premium atau di area tempat atas high grade. Peringkat utang Indonesia berada di dalam dalam kategori yang mana sejenis dengan Thailand lalu Filipina meskipun peringkat merek lebih banyak banyak baik dengan BBB+ versi S&P juga juga Baa1 maupun Baa2 versi Moody’s.
Wijayanto mengatakan, baiknya kualitas credit rating negara tetangga itu lantaran mampu mengelola penerbitan utangnya secara baik sehingga yield yang tersebut hal tersebut ditawarkan rendah juga tak membebani fiskalnya.
Adapun Indonesia, menurutnya belum mampu mengelola utang dengan baik, terutama dari sisi penerbitan. Sebab, kerap kali penerbitan yang hal itu dikerjakan sifatnya terburu-buru dengan alasan front loading atau mendahulukan penerbitan dengan mempertimbangkan kondisi dunia usaha global.
“Sehingga buru-buru kita kebanyakan terbitkan utang, sehingga dalam market bukan rahasia umum ada orang, ada pemodal beli utang pada primary market SBN dengan yield 8,5%,” tuturnya.
“Karena event dalam primary market dia sudah beli at discount, ini lantaran proses penerbitan yang mana mana tiada direncanakan dengan baik nah efisiensi dalam area ini sangat menjanjikan, kalau AMIN memimpin ini akan ditingkatkan,” tegas Wijayanto.
Selain persoalan yield yang dimaksud tambahan lanjut tinggi dibandingkan dengan negara lain, Wijayanto juga mengingatkan bahwa kualitas utang Indonesia belum baik akibat debt service rationya juga kerap melampaui rasio utang terhadap PDB itu sendiri.
Pemicunya ialah rasio pajak atau tax ratio Indonesia masih sangat rendah untuk memenuhi kebutuhan pembayaran utang. Akibatnya, biaya yang dimaksud digunakan dikeluarkan APBN untuk belanja pembayaran bunga utang lebih lanjut tinggi tinggi ketimbang belanja modal.
“Debt service ratio yang tersebut hal itu menggambarkan dari penerimaan negara itu berapa persen yang digunakan digunakan digunakan untuk nyicil utang serta bayar bunga, nah sekarang angkanya 38-39% ini relatif tinggi. Standar internasional 30% itu dianggap hitungan yang dimaksud mana tinggi, di area tempat atas itu sudah lampu kuning lampu merah,” ucap Wijayanto.