Jakarta,REDAKSI17.COM – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi serta Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan satu program transisi energi yang tersebut dibiayai lewat Just Energy Transition Partnership (JETP) bisa saja belaka jalan di dalam area akhir tahun 2023 ini.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan sudah ada beberapa negara Uni Eropa yang mana digunakan tergabung dalam pendanaan JETP. Dengan begitu, pihaknya menargetkan ada satu program transisi energi dalam pendanaan JETP berjalan pada akhir tahun 2023 ini.
“Ya memang beberapa negara Uni Eropa tergabung di tempat tempat dalam JETP kita target paling bukan akhir tahun ini ada satu program yang tersebut dapat jadi jalan,” jelas Arifin pada sela pembukaan acara Renewable Energy and Climate Summit Indonesia-the Netherlands, Jakarta, Senin (9/10/2023).
Namun begitu, dia bukan menerangkan detail program mana oleh pendanaan JETP yang tersebut akan dijalankan dalam akhir tahun ini. Yang pasti, Arifin menyebutkan bahwa salah satu program transisi energi yang dimaksud akan didanai oleh JETP berkaitan dengan program pemensiunan dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. “JETP itu kan mengenai early retirement,” tambahnya singkat.
Sebagaimana diketahui, rencana pemerintah untuk menjalankan program pensiun dini PLTU terancam batal. Hal yang dimaksud menyusul ketidaksiapan negara-negara maju dalam memberikan pendanaan untuk program tersebut.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi serta Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menyebut negara-negara maju selama ini merupakan penghasil emisi CO2 terbesar di tempat area dunia. Sehingga sudah sewajarnya bagi merekan untuk terlibat dalam menurunkan emisi global.
Namun sayangnya, berdasarkan diskusi terakhir diketahui negara-negara maju yang digunakan bukan ada tertarik untuk mendanai program pensiun dini PLTU batu bara di tempat dalam Indonesia. Padahal pensiun dini PLTU menjadi langkah penting dalam menekan tingkat emisi.
“Saya kira mereka itu harus punya tanggung jawab. Makanya JETP adalah suatu langkah yang dimaksud dimaksud bagus. Kan JETP dia berikan pendanaan US$ 20 miliar untuk transisi energi di area dalam Indonesia. Tapi sayangnya ketika kita lakukan diskusi ini mereka itu gak tertarik untuk pendanaan early retirement PLTU batu bara,” ungkap Seto dalam Program Closing Bell CNBC Indonesia, dikutip Rabu (27/09/2023).
Menurut Seto kondisi ini menjadi suatu kendala bagi Indonesia apabila harus menjalankan program pensiun dini PLTU batu bara sendirian. Terlebih pasokan listrik yang mana ada dalam area dalam negeri saat ini tengah mengalami oversupply.
“Kecuali kalau cuma 1-2 masih bisa. Jadi kita harapkan pendanaan dari negara maju bukan semata-mata sekedar pendanaan tapi pendanaan yang mana hal tersebut merekan berikan juga murah,” katanya.
Seto membeberkan berdasarkan kajian International Energy Agency atau IEA, modal yang mana dimaksud dibutuhkan untuk pensiun dini PLTU secara global dapat mencapai US$ 1 triliun. Sementara, dari total kebutuhan tersebut, Indonesia belaka membutuhkan puluhan miliar dollar.
“Jadi pertanyaannya bagaimana sumber pendanaan atau pembiayaan. Kalau 1-2 PLTU dari APBN atau kemudian kombinasi dengan world bank atau Asian Development Bank (ADB) masih memungkinkan tapi kalau kita lakukan secara masif terus terang ini perlu ada dorongan dari negara maju,” katanya.