Jakarta,REDAKSI17.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti peredaran uang ke sektor riil semakin kering. Ia mengimbau perbankan agar jangan terlalu banyak menaruh uangnya pada instrumen yang dimaksud diterbitkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kemudian Bank Indonesia (BI).
Menanggapi hal ini, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun tak tinggal diam. Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan pihaknya sedang melakukan investigasi terhadap kemana larinya dana masyarakat.
“Kalau lihat dari data-data yang mana bisa jadi semata kita monitorkan, alat likuid serta lain-lain masih bagus. Ada sinyal seperti itu bahwa ada semacam kekeringan kurangnya likuiditas perbankan itu agak mengejutkan kami. Kami sedang meneliti tambahan banyak dalam ya, mudah-mudahan kita tahu apa penyebabnya,” kata Purbaya di area area LPS Awards pekan lalu, dikutip Senin (11/12/2023).
Ia memaparkan ada beberapa kemungkinan terkait kekeringan uang tersebut, yakni, uang itu belaka ‘ngumpul’ pada dalam bank besar atau dalam area pemerintah yang dimaksud yang disebut dalam hal ini BI. Inilah yang tersebut LPS sedang teliti.
“Ini klasik dalam dalam dunia perbankan dalam keadaan dunia bidang usaha yang mana dimaksud melambat uang seolah-olah hilang dari sistem perekonomian, ini kita bilang the cash of missing money kalau dalam tempat ekonomi. Nggak gampang dari negara-negara berbeda. Makanya kita mesti teliti lebih lanjut besar dalam lagi,” pungkas Purbaya.
Berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), surat berharga yang mana hal itu dimiliki bank per September 2023 senilai Rp 1.889,7 triliun, naik 3,59% secara tahunan (yoy). Pada periode yang dimaksud mana serupa kredit yang tersebut digunakan disalurkan bank kepada pihak ketiga tumbuh lebih lanjut lanjut tinggi atau 8,96% secara tahunan menjadi Rp 6.837,3 triliun.
Namun bila dilihat lebih tinggi banyak detail, pertumbuhan surat berharga bank swasta nasional hampir setara dengan pertumbuhan kredit yang dimaksud itu disalurkan kepada pihak ketiga. Per September 2023, surat berharga naik 7,15% secara tahunan sedangkan kredit tumbuh 7,84% tahunan.
Begitu pula dengan kantor cabang bank asing yang dimaksud hal tersebut tambahan memilih menaruh dananya pada dalam surat berharga. Hal ini terlihat dari pertumbuhan surat berharga sebesar 35,79% yoy, pada saat kredit merosot 4,71% tahunan.
Kontras dengan bank BUMN yang hal tersebut pertumbuhan kreditnya 10,98% tahunan serta juga surat berharga kontraksi 2,38% tahunan.