Home / Daerah / Wagub DIY: Bukan Sekadar Objek Pembangunan, Perempuan Subjek Utama Perubahan

Wagub DIY: Bukan Sekadar Objek Pembangunan, Perempuan Subjek Utama Perubahan

Yogyakarta (23/04/2025) REDAKSI17.COM – Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X mengajak segenap pihak untuk menjadikan perempuan bukan hanya sebagai objek pembangunan, tetapi sebagai subjek utama perubahan. Pun mengajak, agar semangat Pradnya Larasati dapat menyala di setiap langkah perempuan Indonesia.

Sri Paduka menyerukan hal demikian pada Puncak Peringatan Hari Kartini Tahun 2025 DIY yang digelar Rabu (23/04) di Bangsal Kepatihan, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta. Sri Paduka mengungkapkan, ‘Pradnya Larasati: Keberimbangan Peran Perempuan di Era Modern’ sebagai tema yang diusung pada peringatan Hari Kartini tahun ini, lahir dari akar kebijaksanaan Nusantara.

Disebutkan Sri Paduka, Pradnya berarti kecerdasan dan pengetahuan yang visioner. Sementara, Larasati adalah harmoni yang disertai kesadaran dan kesetiaan pada nilai luhur. Dalam hal ini, perempuan menjadi simbol kelembutan, sekaligus cerminan kekuatan intelektual dan penjaga keseimbangan kehidupan.

“Kepemimpinan perempuan hari ini menunjukkan wajah masa depan. Kepemimpinan yang berakar pada empati, kolaborasi, dan keberpihakan pada keadilan sosial. Semangat Pradnya Larasati inilah yang harus menjadi lelaku batin kita bersama membangun masa depan yang berkeadilan, seimbang, dan penuh kesadaran,” jelas Sri Paduka.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Panitia Peringatan Hari Kartini Tahun 2025 DIY, Siti Azizah dalam laporannya menuturkan, peringatan Hari Kartini yang setiap tahun dirayakan hendaknya menjadi momentum refleksi guna dapat meningkatkan peran perempuan dalam semua bidang kehidupan. Tema peringatan Hari Kartini tahun 2025 yang diusung pun hendaknya menjadi jawaban bagi perempuan yang ingin tetap maju tanpa kehilangan akar budaya dan kodratnya. Keseimbangan antara logika dan intuisi, antara kecerdasan, ketegasan, dan kelembutan.

“Jadi perempuan bukan sekadar simbol ataupun pengikut, tetapi penggerak dan penyelesai persoalan-persoalan dalam kehidupan,” tutur Siti.

Selain itu, disampaikan Sri, pada peringatan Hari Kartini 2025 ini, telah dilaksanakan serangkaian kegiatan, baik yang dilakukan oleh BKOW DIY sebagai leading sector maupun kegiatan yang dilakukan oleh semua mitra dari komponen organisasi perempuan lainnya, ataupun yang dilaksanakan oleh OPD Pemda DIY. Berbagai kegiatan tersebut, antara lain, yaitu lomba menulis esai, bakti sosial, lomba pengenalan dan filosofi kain batik Jogja, event Mbok Mlayu, sarasehan, lomba ekosistem kelompok/komunitas petani perempuan, dan podcast.

Adapun pada Puncak Peringatan Hari Kartini Tahun 2025 DIY tersebut, turut dibacakan riwayat R.A. Kartini untuk mengingat kembali semangat dan perjuangannya. R.A. Kartini yang lahir pada tanggal 21 April 1879 di Mayong Jepara, sebagai seorang wanita di kalangan bangsawan, ia harus mengalami kehidupan sesuai dengan adat istiadat yang dijunjung tinggi oleh kaum bangsawan pada kala itu. Kartini adalah seorang wanita pejuang, hati dan jiwanya amat dekat dengan rakyat, bangsa, dan kaumnya yang pada waktu itu terbelenggu dalam kebodohan, ketidakadilan dan penindasan di zaman feodalisme dan penjajahan Belanda.

Pada masa itu, kedudukan kaum wanita dipandang lebih rendah dari pada kaum pria. Hal ini tercermin dalam sikap dan perlakuan orang tua yang sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam setiap keluarga, terutama dalam pendidikan, sehingga anak perempuan tidak diperbolehkan mengikuti pendidikan yang tinggi atau bekerja di luar rumah. R.A. Kartini juga mengalami perlakuan semacam itu. Ia hanya sempat mengenyam pendidikan sekolah dasar Belanda. Ini pun berkat keluarga R.A. Kartini yang merupakan keluarga bangsawan yang telah berpikiran maju.

Sesuai dengan adat yang berlaku, setamat dari sekolah dasar Belanda pada umur 12 tahun, R.A. Kartini harus menjalani masa pingitan. Ia tidak diperkenankan keluar rumah, harus tinggal dalam kamar yang dibatasi tembok yang tinggi dan tebal, ibarat seekor burung yang hidup dalam sangkar. Akan tetapi justru pada saat-saat seperti itu ia mempunyai peluang dan kesempatan untuk mencurahkan segenap perasaan, pikiran, dan cita-citanya, yaitu menciptakan masa depan dan kedudukan wanita yang lebih baik.

R.A. Kartini menginginkan wanita yang dapat menuntut ilmu setinggi-tingginya dan sejajar dengan kaum pria. Ia menginginkan adanya emansipasi wanita, yaitu dihapusnya kekuasaan yang membelenggu kaum wanita, serta menginginkan adanya persamaan hak dan kewajiban antara kaum wanita dan kaum pria.

Pada tahun 1903, R.A. Kartini dinikahkan dengan seorang Bupati Rembang bernama R.M. Adipati Ario Joyodiningrat. Pada kesempatan tersebut, R.A. Kartini mendapat peluang mewujudkan cita-citanya, yaitu dengan mendirikan sekolah untuk anak-anak perempuan. Namun, Tuhan berkehendak lain. R.A. Kartini yang masih muda dan berumur 24 tahun itu pada tanggal 17 September 1904 tutup usia, empat hari setelah melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama R.M. Singgih atau R.M. Soesalit.

Sebagai penghargaan atas perjuangannya, maka pada tanggal 21 Mei 1964, pemerintah mengangkat R.A. Kartini sebagai pahlawan nasional. Sementara hari kelahirannya, tanggal 21 April, diperingati untuk mengambil api semangatnya, meneruskan cita-citanya, dan memajukan kaum wanita, sehingga lahirlah wanita-wanita yang dapat menduduki kedudukan sejajar dengan kaum pria. Diharapkan, api semangat R.A. Kartini pun dapat tetap menyala pada setiap dada wanita Indonesia dalam mengembangkan kiprahnya pada pembangunan bangsa dan negara Indonesia.

Humas Pemda DIY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *