Home / Daerah / Wayang Lintas Generasi dan Negara Hadir di JIHF 2025*

Wayang Lintas Generasi dan Negara Hadir di JIHF 2025*

Bantul (24/09/2025) REDAKSI17.COM– Pemerintah Daerah (Pemda) DIY melalui Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY menggelar Jogja International Heritage Festival (JIHF) 2025 pada 24–25 September 2025 di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Festival bertaraf internasional ini mengusung tema “Wayang dalam Bayang Dunia Serba Layar” dan menghadirkan pertunjukan wayang lintas generasi serta lintas negara.

JIHF 2025 menjadi ruang perjumpaan budaya yang mempertemukan seniman, akademisi, dan masyarakat luas dalam merayakan kekayaan tradisi wayang. Kehadirannya sekaligus menegaskan komitmen Pemda DIY dalam menjaga dan mengembangkan warisan budaya dunia serta mengaktualisasikan nilai-nilainya agar tetap hidup dan relevan lintas generasi maupun lintas negara.

Beragam agenda istimewa turut mewarnai festival ini, di antaranya Sarasehan Wayang Internasional, Lomba Penulisan bertema “Wayang Menjawab Tantangan Global”, Lomba Menggambar dan Mewarnai Wayang, hingga Pagelaran 100 Dalang Maneka Wayang Satus Dalang. Pertunjukan Wayang Orang Pedalangan yang melibatkan seniman lintas generasi menjadi salah satu daya tarik utama.

Kehadiran 100 dalang dalam satu panggung menghadirkan keragaman bentuk wayang dari berbagai daerah di Nusantara. Mulai dari Wayang Babad, Wayang Reog Ponorogo, Wayang Calung Banyumas, Wayang Republik, Wayang Gedhog Pakualaman, hingga Wayang Rakyat tampil memperkaya khazanah seni pertunjukan.

Tak hanya dari Indonesia, pertunjukan wayang juga datang dari mancanegara. Melalui Wayang Daring Internasional, dalang asal Thailand, China, dan Jepang turut memeriahkan festival dengan membawa tafsir baru atas kisah-kisah klasik Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa wayang telah menjadi medium lintas budaya yang mendunia.

Hadir dalam pembukaan JIHF 2025, Rabu (24/9) sore di Halaman Gedung Sendratasik ISI Yogyakarta, Staf Ahli Gubernur DIY Bidang Hukum dan Pemerintahan, Sukamto, mewakili Sekretaris Daerah DIY. Turut hadir pula Wakil Rektor Bidang I ISI Yogyakarta, Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten/Kota se-DIY, Direktur Akademi Komunitas Yogyakarta, Ketua PEPADI DIY, serta para tamu undangan lainnya.

Sebelumnya, dilakukan penandatanganan implementation agreement atau perjanjian pelaksanaan JIHF antara Dinas Kebudayaan DIY dengan ISI Yogyakarta. Pembukaan ditandai dengan pemotongan tumpeng, pemukulan kenong, dan penyerahan Kayon kepada dalang asal Singapura, Ki Jan Mrasek.

Dalam kesempatan itu, Sukamto membacakan sambutan Sekretaris Daerah DIY yang menegaskan wayang adalah cermin kehidupan manusia. “Wayang adalah wewayanging ngaurip, gambaran tentang diri kita, tentang cahaya dan bayangan yang selalu hadir dalam perjalanan manusia. Di balik kelir, kita menyaksikan drama kehidupan: ada kebaikan dan keburukan, peperangan dan perdamaian, cinta dan pengkhianatan,” ungkapnya.

Sukamto menambahkan, filosofi wayang tidak berhenti pada tontonan, tetapi menyimpan tuntunan dan tatanan. Wayang menjadi media pembelajaran nilai hidup, harmoni, dan kebijaksanaan. Tak heran, wayang mendapat pengakuan UNESCO sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity.

Lebih jauh, Sukamto menilai era digital justru membuka ruang baru bagi wayang. Dari kelir hingga layar ponsel, dari panggung desa hingga ruang virtual, wayang tetap hidup, bertransformasi, dan relevan dengan zaman. Hal ini menjadi bukti daya lenting warisan budaya dalam menjawab tantangan global.

Dalam konteks pendidikan karakter, Sukamto menekankan tiga nilai utama yang terkandung dalam wayang, yakni integritas, kerja sama, dan kemampuan mengelola perubahan. Nilai-nilai tersebut dinilai penting untuk membekali generasi muda dalam menghadapi dinamika kehidupan modern.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, dalam laporannya menyampaikan JIHF telah terselenggara lebih dari tujuh tahun dengan dua tema besar utama, yaitu wayang dan keris yang diangkat secara bergantian. Tahun ini, fokus festival diarahkan pada wayang dengan menggandeng ISI Yogyakarta dan PEPADI DIY.

Menurut Dian, pemilihan tema “Wayang dalam Bayang Dunia Serba Layar” merupakan respons atas perkembangan dunia digital. Wayang kini hadir tidak hanya di panggung konvensional, tetapi juga di ruang-ruang virtual yang melintasi batas geografis, bahasa, dan budaya.

Dian menegaskan, JIHF 2025 menjadi sarana penting untuk membaca ulang wayang, baik dari sisi estetik, etika, kultural, maupun filosofis. Dengan hadirnya dalang lintas generasi dan negara, festival ini diharapkan menjadi ruang dialog kreatif dan negosiasi identitas budaya di tengah arus globalisasi.

Rangkaian kegiatan JIHF juga dirancang sebagai wadah edukasi dan penjaringan bakat generasi muda. Melalui lomba menulis, menggambar, dan mewarnai wayang, festival ini diharapkan dapat menumbuhkan apresiasi serta kecintaan anak-anak dan remaja terhadap warisan budaya bangsa.

Humas Pemda DIY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *